Saya sangat penasaran ketika film Midsommar karya Ari Aster, pembuat Hereditary, muncul. Midsommar adalah film psychological horror dengan tipe gore yang menarik perhatian saya.
Waktu itu saya tidak langsung menonton di bioskop karena katanya banyak adegan yang dipotong. Saya menunggu dari sumber yang dirahasiakan untuk mendapatkan versi director’s cut karena penasaran.
Setelah itu saya menonton di laptop. Dan saya mencoba memberikan review tanpa memberikan spoiler ya. Menurut saya, Ari Aster termasuk berani karena memilih setting di siang hari yang terang untuk membuat film horor.
Dari segi kekerasan, sudah cukup lumayan. Tapi ada yang kurang dalam setiap eksekusinya. Konsep inisiasi setiap adegan kekerasan sudah kuat, namun dia kurang mengeksplorasi lebih dalam, padahal sebenarnya dalam adegan tersebut masih bisa digali lebih dalam lagi.
Misalnya, ada adegan di mana seorang kakek terjun dari tebing. Sorotan awalnya bertujuan untuk menciptakan atmosfer yang menyeramkan. Mungkin akan lebih menakutkan ketika kakek tersebut masih hidup setelah jatuh, dan dia menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dan dia merintih kesakitan.
Dia berteriak kepada penonton dengan harapan segera mendapatkan pertolongan dan ritualnya dibatalkan sambil menunggu kesembuhannya.
Kakek itu merasa sedikit lega ketika melihat beberapa orang mendekatinya. Namun, rasa lega itu berubah 180 derajat menjadi ketakutan yang sangat ketika melihat salah satu dari mereka membawa palu kayu yang besar. Kakek itu dengan lemah menggerakkan tangannya untuk menolak, padahal dia sendiri tahu apa yang akan terjadi.
Orang yang membawa palu besar itu sambil menangis dengan sangat terpaksa menghantamkan palunya ke kepala si kakek. Suasanapun langsung hening, tidak ada teriakan atau erangan dari kakek itu lagi.
Orang yang membawa palu itu menangis karena dia sebenarnya tidak tega karena dia sudah mengenal kakek itu sejak lama. Saat akan memukul, tiba-tiba muncul flashback kehidupannya sebelumnya, bagaimana dia bercengkrama dengan kakek itu. Di sisi lain, dia merasa memiliki tanggung jawab besar dari komunitasnya untuk menjaga budaya yang sudah berlangsung ratusan tahun.
Menurut saya, jika adegan ini diangkat dengan lebih dramatis di akhir eksekusi, akan dapat mengundang emosi penonton seolah-olah mereka berada di situ.
Dari segi alur cerita, menurut saya, cukup biasa-biasa saja. Tidak ada kejutan, alur sudah dapat ditebak seperti apa. Bahkan bisa dikatakan lebih mirip film dokumenter yang menggambarkan kebudayaan kuno orang Swedia.
Mengapa saya mengatakan seperti film dokumenter? Karena ceritanya agak acak-acakan dan tidak ada hubungan antara satu adegan dengan adegan lainnya. Alurnya seperti terdiri dari segmen-segmen terpisah seperti dalam film dokumenter.
Mungkin saya terlalu berharap tinggi untuk film ini. Namun, satu hal yang patut diapresiasi adalah orisinalitas konsep yang dibuat untuk mendukung cerita. Pembuat cerita telah bekerja keras dalam menyusun konsep budaya bangsa Swedia kuno. Selain itu, akting pemain utama wanitanya juga luar biasa. Ketika mendengar percakapan yang dia perankan, terasa seperti mendengar percakapan yang alami, bukan dialog dalam sebuah film.
Rating pribadi sekitar 6/10. Cukup menghibur, namun tidak meninggalkan kesan.