Kaget dan Malu
Saya memiliki orangtua yang sudah bercerai. Ketika itu saya masih SMA. Untungnya saya sudah cukup besar dan mengerti permasalahannya. Pertanyaan mengenai keinginan pisah pertama kali saya dengar dari Ibu saya “Kalo nanti papa mama pisah kamu mau tinggal sama siapa?” itu ketika saya masih masih SD (lupa kelas berapa). Saat itu saya masih belum ngerti masalah apa yang ada di keluarga saya.
Bertahun-tahun kemudian baru saya mulai sedikit mengerti ketika mama ngajak saya buat pergi ke rumah orangtuanya, dan juga kakak iparnya dalam keadaan menangis sepanjang jalan. Sedih banget ngeliat orangtua sendiri nangis di depan mata. Tapi seperti biasanya, mama ga terlalu terbuka dan banyak cerita ke anak-anaknya. (Menurut saya ini adalah bagian yang paling saya sesali, ketika harus tau semuanya dari mama ketika perceraian sudah resmi).
Papa sering main tangan dan bahkan pernah ngeludahin mama. Ketika mama lagi hamil, papa juga pernah marah di mobil dan bawa mobil ngebut dan ngomong biarin aja biar nabrak. Papa juga sering nuduh mama selingkuh, dan ini saya pernah denger ketika lagi tidur bareng mereka dan ga sengaja kebangun.
Tapi mama terus mencoba keliatan bahagia di depan anak-anaknya, orangtuanya, dan orang lain selama bertahun-tahun. Papa seharusnya bertanggung jawab karena mama selalu menjadi kepala keluarga. Papa selalu membelikan anak-anaknya jam tangan atau kemeja bermerek, dan mama selalu membelikan anak-anaknya baju bermerek agar orang tahu bahwa suaminya memiliki banyak uang. Mama mampu mencari uang jauh lebih baik dari papa.
Jadi, saya benar-benar mendukung perceraian karena ego ayah yang gengsian, emosian, sok jagoan, dan menyia-nyiakan istri kaya ibunya.
Saya tidak terlalu sedih ketika perceraian itu akhirnya terjadi karena saya tahu masalahnya. Namun, saya tidak mengantisipasi bahwa keluarga saya akan mengalami nasib yang sama seperti keluarga teman-teman saya. Selain itu, saya senang merasa malu jika orang lain mengetahui bahwa orang tua saya telah berpisah dan masing-masing menikah lagi.
Namun, sebagai seorang pria, saya tidak membenci pernikahan tetapi malah menjadi contoh dan acuan untuk tekad saya untuk menjadi suami yang lebih baik dari papa saya.