Apakah pernah ada negara yang mengalami deflasi?
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Setau saya Jepang pernah mengalami deflasi. Jepang telah berjuang melawan deflasi selama lebih dari dua dekade.
Pemotongan harga memang terlihat baik bagi konsumen, namun harga keseluruhan yang terus turun dapat menyebabkan siklus negatif investasi perusahaan yang rendah dan upah yang lesu.Hal tersebut kemungkinan disebabkan kebijakan stimulus “Abenomics” dari Perdana Menteri Shinzo Abe yang membantu menghidupkan kembali bagian-bagian ekonomi dari kelesuan.
Tetapi pandemi virus corona yang tidak disangka-sangka malah memperburuk keadaan ekonomi dan sudah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dan memicu kekhawatiran akan kembali turunnya harga.
Tingkat belanja warga negara Jepang cukup rendah, padahal penghasilannya besar. Mereka hanya membeli barang yang mereka perlukan. Sisanya, mereka tabung. Bahkan tingkat investasi (pembelian saham) di Jepang juga rendah. Sampai suku bunga bank di Jepang itu sudah memakai negative interest rate. Semakin lama menabung, uangnya semakin sedikit. Pinjam uang dari bank, di satu sisi, ketika mengembalikan uangnya malahan totalnya bisa di bawah total uang yang dipinjam.
Salah satu penyebab deflasi ini adalah angka kelahiran yang rendah. Saat angka kelahiran rendah, permintaan kebutuhan bayi juga rendah sehingga produsen baju bayi yang pertama kali merasakan dampaknya. Lalu, sekolah juga mulai merasakan dampaknya. Persaingan sekolah dalam memperebutkan murid menjadi begitu ganas, sedangkan para murid menjadi lebih gampang untuk masuk ‘sekolah biasa’. Sampai-sampai, ada sekolah yang hanya memiliki satu murid baru dalam tahun akademiknya.
Selanjutnya, mungkin produsen mainan anak, buku, tas, juga akan terdampak. Lalu, baju dan celana orang dewasa, kosmetik, dll. juga akan mengalami penurunan.
Perusahaan dengan produk sejenis akan berkompetisi memperebutkan konsumen yang jumlahnya semakin turun. Apalagi orang Jepang hanya mengeluarkan uang untuk barang yang diperlukan. Cara paling klasik untuk meningkatkan jumlah konsumen adalah dengan menurunkan harga. Tetapi, jika perusahaan A menurunkan harga, perusahaan B yang menjual produk sejenis takkan tinggal diam. Demikian juga dengan perusahaan C, D, dll. Dari sini sudah terlihat, semakin lama harga semakin turun, karena produsen ramai banting harga, perang harga.
Sekilas konsumen diuntungkan. Masalahnya, ini adalah ilusi semu. Menurunkan harga berarti perusahaan akan mengalami penurunan keuntungan. Untuk itu, perusahaan akan melakukan penghematan, dengan mem-PHK sebagian karyawan, menggunakan tenaga paruh-waktu, memakai jasa outsorcing, sampai mengotomasi prosesnya dengan robot. Singkatnya, akan terjadi PHK.
Sebagian perusahaan juga masih harus membayar kredit ke bank. Biasanya, jaminannya adalah properti. Lazimnya, harga properti akan selalu naik, tetapi di sebagian Jepang harga properti juga turun. Hanya 20 kota yang nilai propertinya naik karena banyak properti kosong saat angka kelahiran rendah.