Pada dasarnya, penggunaan obat dapat didasarkan pada klaim khasiat yang dibuat oleh perusahaan inovator pertama. Klaim ini kemudian harus dibuktikan dengan uji klinis untuk obat inovator tersebut atau uji kesetaraan hayati (bioekivalensi) untuk obat generik atau replika. Jawaban Arga Wahyu Hidayat untuk Apa yang dimaksud uji disolusi terbanding?
Dalam tubuh, obat akan melalui proses yang rumit untuk memanipulasi reseptor, yang pada akhirnya akan menimbulkan efek sesuai dengan yang diklaim.
Obat-obatan yang bekerja dengan baik mungkin memiliki efek samping, seperti efek samping yang diinginkan dan tidak diinginkan, karena tubuh manusia sangat kompleks. Efek samping ini dapat terjadi dengan pengobatan off label.
Penggunaan obat off label adalah ketika seorang pasien diberi obat dengan tujuan yang berbeda dari yang dia katakan pada awalnya, dan mungkin dengan dosis atau cara pemberian yang berbeda.
Contoh penggunaan obat off label :
- Deksametason, obat anti radang yang bisa digunakan untuk obat mual pasca operasi
[1] - Spironolactone, yang sebenarnya obat antihipertensi, secara teori bisa dipakai untuk mencegah jerawat
[2] - Propranolol, obat anti hipertensi yang bekerja dengan mengurangi denyut jantung, oleh karena itu mungkin digunakan untuk obat anti anxiety / kecemasan
[3]
[4]
Akan tetapi, seperti yang saya tulis di awal, yang menjamin bahwa obat akan berfungsi seperti klaim yang diajukan pabrik pembuatnya adalah hasil uji klinis atau uji kesetaraan hayati. Sementara pada penggunaan off label, umumnya belum ada data pendukung yang cukup untuk menguatkan klaim khasiat atau keamanannya.
Menurut saya, pemberian off label dapat ditoleransi dan dikatakan rasional apabila :
- Efektifitas obat standar menurun
- Memiliki dasar farmakologis dan memiliki bukti khasiat dan keamanan yang memadai
- Obat standar terlalu mahal atau sulit didapatkan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
- Adanya suatu penyakit yang belum ditemukan obatnya, seperti pada awal – awal covid lalu
[5] - Adanya interaksi atau efek samping pada pasien dengan pengobatan standar
Penggunaan obat anti histamin (anti alergi) generasi pertama, seperti difenhidramin, dimenhidrinat, atau CTM untuk obat tidur, adalah contoh penggunaan obat off label yang dianggap aman dan umum. Namun, ada bukti bahwa penggunaan anti histamin jangka panjang dapat menyebabkan kepikunan.
Hal ini terjadi karena obat anti histamin generasi awal ini juga memiliki efek menghambat neurotransmitter (senyawa yang menghubungkan antar sel otak) asetilkolin.
Padahal, asetilkolin ini sangat penting dalam fungsi mengingat dan memahami suatu hal / proses pembelajaran.
Hal ini menjelaskan, kenapa pada penderita pikun / alzheimer, jumlah dan fungsi asetilkolin pada otaknya berkurang secara signifikan.
Mohon koreksi jika ada yang kurang tepat ya.
Catatan Kaki
Dexamethasone to prevent postoperative nausea and vomiting: an updated meta-analysis of randomized controlled trials
[2]
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5440451/
[3]
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4724794/
[4]
https://www.researchgate.net/publication/283078171_Propranolol_for_the_treatment_of_anxiety_disorders_Systematic_review_and_meta-analysis
[5]