Cerita bermula dari percakapan saya dengan Ibu T tentang sebuah tempat ziarah baru di daerah kami yang baru dibuka. Kita dijadwalkan untuk berkunjung karena ibu mengatakan ada masalah yang sangat mendesak di sana. Saya langsung menghubungi tim dan meminta mereka mempersiapkan diri untuk perang yang mungkin berikutnya, tetapi kali ini saya harus langsung ke tempat itu.
Di tempat itu ternyata ada dimensi iblis yang dipimpin oleh 1 panglima iblis beserta 2 anak buahnya, satu berwujud iblis laki-laki dan satu lagi iblis perempuan dan legion-legionnya. Dan ternyata si iblis ini suka bersembunyi di balik patung utama yang memang digunakan peziarah untuk berdoa di sana. Suara iblis itu jelas sekali terdengar
“HAHAHAHAHA, ayo-ayo kemari manusia, berdoalah dan mintalah kepadaku”.
Iblis itu bertanduk, besar, kulitnya berwarna kemerahan seperti tanah kering yang retak. Dengan bangganya dia menghasut manusia untuk meminta kepadanya dan menjual jiwanya kepadanya. Kamipun merasa geram akan situasi di sana, namun harus tetap bersabar.
Pada hari H saya dan Ibu T pergi ke tempat itu secara langsung. Letaknya cukup terpencil jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Enggak terlalu banyak penduduk di desa ini, yang sebagian masih berupa hutan. Ya tempat ziarah ini memang terletak di hutan. Saya cukup ngos-ngosan bisa sampai ke tempat tujuan. Di awal perjalanan saya menjumpai adanya kuburan penduduk sini, dan saya sempet nyasar ke tempat pemakaman pribadi milik ehem…kerajaan ehem….pantesan yang jaga dayang-dayang dari uhuk-uhuk Selatan….uhuk. Sebenarnya tempatnya cukup indah, dikelilingi pepohonan yang rindang, terletak di pinggir tebing bebatuan dan terdapat air terjun kecil di sampingnya. Harusnya dengan view semacam ini, bisa dijadikan wisata ziarah yang bagus bukan ?
Di situ kami berbicara dengan pengurus dan pemelihara tempat tersebut, kami ngobrol-ngobrol seputar tempat itu. Ternyata ada background menarik di balik berdirinya tempat ziarah itu . Dulunya ada seorang pertapa yang sangat dihormati di desa itu, konon katanya desa itu susah sekali mendapatkan air dan kekeringan, kemudian pertapa itu membantu penduduk desa dengan mencarikan mata air. Tidak lama, pertapa itu berhasil menemukan mata air tersebut dan dari sanalah penduduk desa bisa mengambil air untuk kebutuhan sehari-harinya. Di usianya yang sudah 100 tahun lebih, pertapa itu memutuskan untuk memeluk suatu keyakinan agama yang diyakininya, oleh sebab itu tanah miliknya diwakafkan untuk menjadi tempat ziarah dan berdoa bagi yang ingin berdoa di sana. Dan tempat itu sekarang dikelola oleh anaknya dan cucu-cucunya. Sayangnya niat baik dari si pertapa ini tidak mulus, justru ada iblis yang ingin memanfaatkan tempat itu sebagai ladang untuk mencari jiwa-jiwa yang bisa disesatkan.
Awal mula kami menginjakkan kaki di tempat itu, hawa yang terdeteksi oleh kami sudah tidak enak. Saya masih ingat sis Lovelie memberitahu bahwa iblis-iblis tersebut sudah mempersiapkan diri dengan memasang barrier berwujud kabut asap gelap yang tebal, tentunya di alam astral. Tapi usaha mereka tetaplah sia-sia, karena barrier itu mudah sekali ditembus oleh para pasukan malaikat. Begitu kami sampai di tempat doa utama, kami langsung ditemui oleh panglima iblis itu yang dengan sombongnya menantang kami, seakan-akan dia tidak akan pernah kalah.
Pertempuranpun dimulai, seperti biasa saya tidak akan menceritakan detailnya, karena nanti sis Lovelie sebagai cameragirl kami yang akan menceritakan semuanya. Namun yang lucu di perang itu, 2 bawahan si panglima iblis ini entah lari kemana, karena mereka berdua tidak ikut bertempur. Pertempuran kali ini cukup lama dibandingkan perang-perang yang saya alami sebelumnya. Apalagi ditambah ternyata 2 iblis itu bersembunyi dan takut ditangkap seperti pimpinannya. Satu persatu ditangkap, dan diakhiri dengan tertangkapnya pimpinan iblis yang perempuan. Dia cukup lihai menyembunyikan dirinya dengan memecah wujudnya menjadi banyak dan bersembunyi di segala penjuru.
Selama proses perang kami berjalan-jalan ke atas, ternyata di atas kami menemukan sumber mata air tersebut, dan letaknya ada di samping rumah si pertapa. Mata airnya ternyata kecil, namun airnya tidak pernah habis walaupun musim kemarau sekalipun. Dan mata air itulah yang menjadi sumber air bagi warga desa setempat. Ada 2 hal yang kami lakukan di atas, pertama kami menangkap Danyang yang ternyata berupa naga laut dan tentu saja negatif, kemudian Ibu T mencari arwah dari si pertapa yang ternyata belum naik ke atas, untuk dibawa naik ke atas. Saya rasa pertapa ini adalah orang baik, hanya saja semasa hidup mempelajari ilmu yang salah sehingga susah naik. Kemudian setelah semua berakhir hal terakhir yang kami lakukan adalah pembersihan tempat dan mengambil ribuan atau bahkan lebih tawanan jiwa yang ada di tempat tersebut, untuk dibawa dan disembuhkan di dimensi atas.
Morale Of The Story
Setelah kejadian perang itu berakhir, saya merenung untuk melihat kembali apa saja yang saya bisa pelajari dari kejadian kemarin. Saya menyimpulkan seperti ini :
Perihal berdoa, dimana sih tempat paling baik untuk berdoa? Apakah di tempat ibadah, di rumah, di tempat ziarah, di gunung, di laut, atau dimana? Jawabannya adalah dimanapun kamu berada, namun pilihlah tempat yang tenang dan sunyi agar doamu menjadi khusyuk dan fokus, misal di kamarmu sendiri. Lalu apakah jika kita berdoa di tempat ibadah ataupun tempat ziarah tidak lebih baik ? Ya, itu tergantung kenyamanan Anda, berdoa di sana juga tidak menjamin doamu akan khusyuk bukan, jika tempat seperti itu membantu ya lakukan saja.
Perihal tempat ziarah, yang bisa kita lihat dari kejadian ini adalah manusia cenderung menganggap tempat-tempat tertentu seperti tempat yang disakralkan akan membantu doa mereka cepat terkabul. Hal ini adalah kesalahan besar dalam berpikir. Justru keyakinan seperti inilah yang sering dimanfaatkan iblis-iblis tersebut. Manusia yang berpikiran seperti itu mudah sekali dimanfaatkan oleh iblis, iblis akan mendengar doanya dan mengabulkan keinginannya dan si manusia akan ketergantungan dengan tempat itu. Dari situlah si iblis bisa mengambil jiwanya, karena ada pertukaran terjadi di sana. Jadi jangan pernah kita mensakralkan suatu tempat, benda atau apapun selain dan seperti Tuhan, itu bisa memberikan celah bagi Iblis untuk berkarya.