Berapa banyak antibisa ular yang dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang tergigit ular berbisa?
Tergantung pada:
- Spesies ular yang menggigit
- Tipe antivenom yang digunakan
- Daya tahan orang yang tergigit
- Jumlah bisa yang disuntikkan ular sewaktu menggigit
Artinya, jika si A dan si B sama-sama tergigit ular kobra misalnya, keduanya bisa saja membutuhkan antibisa dalam jumlah yang berbeda karena fisiknya sudah beda. Kita akan rangkum 4 poin di atas menjadi 2, yaitu ular dan antivenom.
- SPESIES ULAR
Umumnya, ular berbisa memiliki tiga pilihan saat menggigit manusia atau hewan lain yang bukan merupakan mangsanya, yaitu:
- Menggigit, tetapi tidak menyuntikItu disebut gigi basah. Korbannya akan selamat tanpa mendapatkan perawatan medis. Kasus gigitan ular berbisa sesungguhnya adalah yang pertama.
- Menggigit dan menyuntikkan mungkin, tetapi masih di bawah dosis mematikan atau dosis kematian.Untuk manusia, setiap ular memiliki dosis pematikannya sendiri. Kasus ini dapat menyebabkan kematian jika penanganan awal salah dan korbannya alergi pada bisa ular.
- Menggigit dan menyuntikkan bisa sangat berbahaya jika tidak mendapat pertolongan pertama yang tepat dan antibisa.
Untungnya di Indonesia, ular-ular berbisa biasanya merupakan spesies ular yang lebih sering melakukan kasus nomor satu dan dua. Saya punya beberapa rekan satu yayasan yang berulang kali digigit kobra. Sampai sekarang dia masih bisa jalan-jalan.
- ANTIVENOM
Antivenom dikemas dalam ampul dan berisi antara 5 dan 25 mililiter (saya tidak tahu detailnya, karena mungkin berbeda antara produser). Tidak seperti vaksin atau obat suntik lainnya, vaksin harus disuntikkan melalui cairan infus dan disimpan pada suhu 4 derajat Celcius.
Berdasarkan jumlah ular yang dapat ditangani, vaksin dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
- Antivenom monovalen, yang hanya menangani satu spesies ular secara spesifik. Misalnya king kobra saja, atau weling saja, atau ular tanah saja. Meskipun hanya satu, antivenom monovalen lebih ampuh dibandingkan antivenom lain.
- Antivenom polivalen bekerja dengan berbagai spesies ular. Hanya ada dua antivenom polivalen di Indonesia: satu dari Biofarma yang menangani gigitan kobra, ular tanah, dan welang, dan satu lagi yang diimpor dari Australia yang menangani gigitan ular mulga, ular harimau, ular cokelat, ular maut, dan taipan pesisir.
Untuk gigitan ular yang sama, butuh lebih sedikit antivenom monovalen dibanding polivalen. Sepengetahuan saya, pada kasus gigitan kobra Jawa (Naja sputatrix) …
Dibutuhkan 3–4 ampul antivenom polivalen, namun hanya butuh 1–2 antivenom monovalen—dengan catatan ular yang bersangkutan tidak menginjeksikan terlalu banyak bisa.
Sekarang, mari kita tengok sedikit kasus pengecualian. Kombinasi tubuh lelah dan gigitan ular berbisa yang mematikan dapat berakibat fatal. Salah satu pendiri Yayasan Sioux pernah tergigit king kobra dan koma selama dua bulan di RS Fatmawati, Jakarta.
Berapa ampul antivenom yang dihabiskan? Lebih dari 20.
Sayangnya, saya kurang tahu apakah beliau mendapat antivenom monovalen king kobra (yang diproduksi di Thailand dan India) atau hanya mendapat antivenom polivalen Indonesia.
King kobra (Ophiophagus hannah) merupakan ular dengan kadar bisa (venom yield) tertinggi bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia. Ular ini sanggup mengeluarkan bisa hingga 420 mg.
Di sisi lain, pernah ada kasus gigitan ular weling di Indonesia yang “hanya” membutuhkan dua ampul antivenom polivalen. Ada kemungkinan ular yang bersangkutan tidak menyuntikkan bisa terlalu tinggi di atas batas LD.
Jadi, banyak sedikitnya antivenom yang dibutuhkan untuk menyelamatkan orang tergantung pada banyak faktor.
Info tambahan:
- Antivenom buatan Biofarma (gambar pertama) harganya antara 700–900 ribu rupiah per ampul.
- Antivenom untuk Indonesia Timur (gambar ketiga) harganya sekitar 20-30 juta per ampul. Biasanya disediakan di tambang-tambang.