Sebenarnya, ini cukup rumit.
Meskipun di Eropa LGBT hanya diizinkan secara hukum, dan tiap klub bola dengan rajin mengeluarkan pesan untuk mendukung bulan Pride setiap tahun di bulan Juni, menjadi gay sebagai pemain sepak bola masih tertutup dan tabu.
Konvensi dan stereotipe yang melekat pada TNI/POLRI mirip dengan stereotipe pria di dunia sepak bola.
Mayoritas masyarakat Indonesia tidak menerima LGBT. POLRI apalagi rajin merazia dan menggerebek pesta-pesta LGBT. Dalam hal ini polisi dan tentara dituntut menjadi kaki tangan masyarakat salam menertibkan/ menjaga moralitas (sesuai standar) yang berlaku. Jadi bagaimana mungkin bila mereka yang menjadi perpanjangan tangan masyarakat anggotanya ada yang tidak memenuhi standar moral itu sendiri.
Intinya tindakan Polisi dan TNI untuk menjaga citra, fungsi, serta tugas itu semua kembali para moralitas dan pandangan mayoritas orang Indonesia terhadap LGBT.
Saya bersikap netral pada jawaban ini, hanya menjelaskan mengapa hal ini lazim terjadi di Indonesia.