Saat fenomena ini merebak, saya hanya bisa berkata, “Kagama lagi?”
Kebetulan, rumah Mbak Erina sangat dekat dengan kontrakan teman saya, jadi saya bisa melihat sekilas kehidupannya.
Erina sebenarnya tidak lahir dari keluarga yang sangat kaya. Ayahnya adalah seorang profesor, dan rumahnya memang lebih bagus dibandingkan rumah kebanyakan orang Indonesia, tetapi tidak sebesar rumah di lingkungan kluster atau keluarga penting yang bisa bepergian ke luar negeri hanya karena bosan.
Itulah sebabnya, setelah menikah dengan Kaesang, dia langsung diberi julukan OKB (orang kaya baru). Sesuai dengan stereotip OKB, Erina dianggap memiliki gaya yang mencolok, sering mempertontonkan kemewahan di media sosial.
Erina saat pelantikan Kaesang Pangarep menjadi ketua PSI, tasnya, Fendi Peekaboo Iseeu menjadi perhatian
Sekarang, di tengah situasi politik Indonesia yang semakin memanas, Erina kembali menarik perhatian karena dianggap tidak peka terhadap keadaan sekitar. Dia terus memamerkan kemewahan di media sosialnya, mulai dari roti seharga 400 ribu rupiah, penggunaan jet pribadi, hingga foto-foto yang tampaknya menunjukkan kurangnya kepedulian. Terlebih lagi, saat dia menunjukkan bahwa dia sedang belajar tentang keadilan sosial, banyak yang menganggap bahwa dia hanya mempelajari teori tanpa praktik nyata.
Kenapa ini menjadi penting? Bukannya biasa saja ya orang makan 400rb di luar negeri?
Lihat bagian yang saya tebalkan, yaitu “mempertontonkan.”
Sebagai menantu presiden dengan pengaruh media sosialnya, Erina seharusnya bisa mencerminkan citra sederhana keluarga pemimpin kita. Namun, yang dia tampilkan justru kemewahan yang tidak dimiliki oleh mayoritas rakyat Indonesia.
Reaksi publik terhadap tindakan dan gaya hidup Erina mengingatkan banyak orang pada tokoh terkenal Revolusi Prancis: Marie Antoinette.
Marie, istri Louis XVI, menjalani kehidupan mewah yang menjadi simbol keborosan dan kerakusan keluarga kerajaan Prancis di tengah-tengah masyarakat Prancis yang kelaparan. Singkatnya, saat rakyat tidak bisa makan roti, dia malah makan kue-kue dan menghadiri pesta-pesta dengan gaun-gaun mahal.
Akibatnya, dia menjadi sasaran kemarahan rakyat dan akhirnya dieksekusi dengan guillotine.
Mirip dengan Erina, yang kini menjadi sasaran kemarahan rakyat karena kemewahan yang dipamerkannya, terutama ketika banyak orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sementara dia menunjukkan gaya hidup yang sangat mewah, seperti makan roti seharga 400 ribu rupiah.
Sebagai penutup, saya tidak setuju dengan hinaan pribadi, apalagi yang berkaitan dengan fisik atau hal-hal yang tidak relevan dengan situasi politik atau ekonomi kita. Namun, saya bisa memahami mengapa banyak orang bereaksi terhadap pameran kemewahan Erina.
Seperti yang dikatakan Rousseau, jika orang miskin kehabisan makanan, mereka mungkin akan memakan orang kaya.
Sayangnya, di Quora, banyak orang masih tidak memahami kemarahan rakyat. Banyak juga yang tidak peka terhadap situasi ini, mungkin karena mereka tidak mengalami kesulitan ekonomi dan tidak merasakan dampak kebijakan pemerintah.
Selain itu, penelusuran netizen mengenai penggunaan jet pribadi Erina juga mengungkap jejak kolusi antara keluarga Jokowi dan perusahaan swasta besar. Hal ini mungkin tidak akan terungkap jika rakyat tidak bereaksi terhadap pameran kemewahan Erina.