Taiwan, Hong Kong, dan Macau bukanlah negara dalam pengertian “nation-state” yang umum dipahami sebagai entitas yang didirikan berdasarkan kesamaan warga negara, bahasa, wilayah teritorial, nasionalisme, pemerintahan, dan kedaulatan rakyat. Dalam daftar negara anggota PBB, dari total 195 negara, tidak ada yang bernama Hong Kong, Macau, atau Taiwan. Meskipun Taiwan tercantum sebagai negara dalam daftar Britannica, istilah yang digunakan adalah “Self Governing Island,” yang berbeda dari “nation-state” dan menunjukkan bahwa Taiwan bukanlah negara dalam pengertian tersebut.
China adalah negara berdaulat, sedangkan Hong Kong, Macau, dan Taiwan adalah bagian dari China. Hong Kong dan Macau memiliki status sebagai Wilayah Administratif Khusus China (Special Administrative Regions/SAR). Status ini mirip dengan daerah otonomi khusus seperti Aceh, namun dengan kewenangan yang jauh lebih luas, setara dengan sebuah negara bagian. Hong Kong secara resmi dikenal sebagai “Hong Kong Special Administrative Region of People’s Republic of China,” dan Macau sebagai “Macau Special Administrative Region of People’s Republic of China.”
Hong Kong dan Macau memiliki mata uang, bahasa, bendera, paspor, dan tim olimpiade sendiri karena kebijakan “satu negara, dua sistem” yang diterapkan Beijing. Ini memberikan mereka otonomi luas dalam urusan ekonomi dan politik, sementara Beijing mengatur hubungan luar negeri dan keamanan. Meskipun demikian, bendera dan mata uang Hong Kong dan Macau tetap digunakan, dan mereka memiliki paspor serta tim olimpiade mereka sendiri.
Sebaliknya, Taiwan adalah sebuah provinsi China. Pada tahun 1887, Dinasti Qing menetapkan Taiwan sebagai provinsi dengan Taipei sebagai ibu kotanya. Republic of China (ROC) yang menggantikan Dinasti Qing melanjutkan kebijakan ini, dan People’s Republic of China (PRC) juga mempertahankan Taiwan sebagai provinsi. Dunia internasional, termasuk Deklarasi Kairo 1943 dan Deklarasi Potsdam 1945, mengakui Taiwan sebagai provinsi China. Setelah kalah dalam perang saudara pada 1949, Chiang Kai-shek dan pengikutnya pindah ke Taiwan dan melanjutkan pemerintahan ROC dengan dukungan AS. Namun, pada tahun 1971, Resolusi PBB no. 2758 mengusir perwakilan ROC dari PBB dan tidak mengakui pemerintahan ROC di Taiwan. Ini menunjukkan bahwa Taiwan bukanlah negara yang diakui secara internasional tetapi merupakan provinsi China. Plat nomor mobil Taiwan juga menunjukkan statusnya sebagai “Propinsi Taiwan” (台湾省, Táiwān shěng).
Paspor Taiwan, meskipun bertuliskan “Republic of China” (中華民國; Zhōnghuá Mínguó) dan “Taiwan Passport,” tidak menunjukkan bahwa Taiwan adalah negara yang terpisah. Tulisannya dalam karakter China dan bahasa Inggris berfungsi untuk memudahkan identifikasi bagi mereka yang tidak bisa membaca karakter China. Penulisan “Taiwan Passport” lebih untuk kemudahan pembaca internasional dan tidak mengindikasikan bahwa Taiwan adalah sebuah negara merdeka dalam arti sebenarnya.
Pemerintah Republic of China (ROC) di Taipei tidak mendeklarasikan kemerdekaan Taiwan karena statusnya sebagai bagian dari China yang diakui oleh konstitusi ROC dan kesadaran bahwa deklarasi semacam itu akan dianggap sebagai tindakan separatis. Dalam konteks politik saat ini, mengklaim kemerdekaan Taiwan akan dianggap sebagai gerakan separatis yang dapat memicu respons militer dari People’s Republic of China (PRC), yang melihat Taiwan sebagai provinsi China yang tidak dapat dipisahkan.
Media sering membahas kemerdekaan Taiwan, tetapi banyak dari berita ini berasal dari luar dan tidak mempertimbangkan dinamika politik internal Taipei dan Beijing. Presiden Tsai Ing-wen dari Taiwan, meskipun sering dikunjungi pejabat AS, tidak menunjukkan langkah-langkah konkret menuju kemerdekaan. Gagasan kemerdekaan Taiwan sering dianggap oleh banyak pihak sebagai strategi untuk melemahkan China, mirip dengan peran Ukraina dalam geopolitik Eropa.
Langkah rasional bagi pemerintah ROC di Taipei adalah rekonsiliasi damai dengan Beijing. Mantan Presiden Ma Ying-jeou, misalnya, telah berusaha berdialog dengan Presiden Xi Jinping dari PRC. Dengan rekonsiliasi damai, mungkin akan terjadi perubahan politik yang lebih dinamis dan sehat di China, menciptakan suasana politik yang lebih seimbang dan konstruktif untuk masa depan kedua belah pihak.