Entahlah, saya pikir mungkin dia hanya penasaran saja. ๐
Saya juga mengalami hal serupa, tetapi bukan selama setahun, melainkan hampir dua bulan. Ada sekitar 3โ5 pria yang sering melirikku secara diam-diam. Mereka biasanya lewat di depan meja kerjaku, berhenti sejenak di beberapa sudut, dan mengarahkan pandangan ke arah meja kerjaku. Saya mulai menyadari pola ini setelah beberapa kali melihat orang yang sama melirikku. Meskipun begitu, saya tetap fokus pada pekerjaan meskipun sedikit terganggu oleh tatapan mereka, seakan saya ingin membalas lirikan mereka dan bertanya, “Kenapa terus lihat-lihat?” ๐ญ๐คฃ
Namun, ada satu pria yang menarik perhatian saya. Dia tampak manis dan tenang, dan sering sekali melirikku. Pernah sekali, kami bertatap muka selama sekitar 5 detik, dan saya langsung mengalihkan pandangan sambil merasa malu dan berusaha mengalihkan perhatian dengan berbicara dengan rekan kerja. Saya bingung bagaimana harus merespons. ๐ญ Saya tidak tahu apakah dia akan mengalihkan pandangan lebih dulu atau melakukan sesuatu setelah itu.
Setelah tatapan mata itu, saya merasa malu dan berharap dia akan memulai percakapan. Namun, dia tetap seperti sebelumnyaโhanya melirik tanpa ada langkah lanjut. Suatu hari, kebetulan kami berdua berada di lift bersama, dan saya berharap dia akan menyapa atau memulai percakapan, tetapi tidak ada yang terjadi. Dia keluar dari lift lebih dulu, dan saya merasa sangat kecewa. ๐ญ
Hei, kamu, pria manis! ๐ซต Kenapa menyia-nyiakan kesempatan itu jika kamu merasakan hal yang sama denganku? ๐ ๐ณ๐
Bagaimana seharusnya saya menunjukkan sikap agar dia mau mengajak ngobrol?
Oh ya, untuk para pria yang sering melirik juga, mungkin mereka hanya tidak sengaja melirik ke arahku. Namun, mereka melakukannya secara rutin. ๐ซฅ
Beberapa dari pria ini termasuk yang narsis, tampaknya haus perhatian. ๐ค
Catatan: Dari lima pria ini, tiga di antaranya adalah sahabat dan sering makan siang bersama dalam satu kelompok kerja.
Mungkin, dari sudut pandang kalian (pembaca dan pendengar), kalian mungkin menyarankan agar saya yang harus memulai percakapan. Jujur saja, saya jarang berbicara duluan dan kesulitan akrab dengan orang yang belum saya kenal. Saya lebih nyaman menunggu orang lain memulai percakapan terlebih dahulu sebelum saya menyapa. Dulu, semasa SD, saya sering dicuekin saat mencoba akrab dengan teman-teman, dan itu membuat saya merasa lebih baik untuk diam jika tidak diundang untuk berbicara.