Sebenarnya, bukan soal orang kaya lebih hemat, melainkan mereka sering membayar lebih sedikit dibandingkan orang miskin. Berikut ini perbandingannya antara saya dan bos saya:
Saat berangkat ke kantor jam 6 pagi, saya menggunakan mobil pribadi dan harus mengisi bahan bakar di SPBU. Antriannya cukup panjang untuk Pertalite, jadi saya menunggu sambil sarapan di mobil dengan bekal dari istri saya. Untuk mengisi Pertalite, saya mengeluarkan Rp. 200 ribu.
Setelah dari SPBU, saya masuk ke tol Jagorawi dan memanfaatkan kartu E-Money untuk membayar. Sementara itu, bos saya mungkin masih tidur atau bersenang-senang dengan istrinya yang baru. Sopirnya, yang digaji kantor, antri untuk mengisi Pertamax, tetapi antriannya tidak panjang. Sopir ini mengisi penuh tangki dan meminta nota untuk diklaim ke kantor. Setelah itu, dia menepi sejenak untuk merapikan nota-nota tol yang juga akan diklaim.
Saya tiba di kantor sekitar jam 9 pagi, sementara bos saya yang mungkin baru saja bangun, menerima telepon dari sekretarisnya mengenai pertemuan dengan Pak Christopher tentang kerja sama bisnis. Mereka makan siang di Ritz Carlton, yang biayanya ditanggung oleh Pak Christopher.
Saat bos saya makan siang di Ritz Carlton, saya makan gulai telur ikan di warung makan Padang Duo Sakato seharga Rp. 35.000, termasuk nasi, kerupuk kulit, dan Teh Pucuk.
Setelah makan dan bernegosiasi, bos saya sepakat untuk berinvestasi di hotel Pak Chris di Bali. Sebagai bonus, dia mendapatkan voucher menginap gratis di hotel dengan fasilitas Penthouse selama seminggu. Meskipun bos saya menolak transport yang ditawarkan, Pak Chris tetap memaksa.
Sementara itu, istri saya menelepon dan meminta untuk pergi ke Pelabuhan Ratu. Saya memeriksa rekening dan memesan dua kamar di Little Hula Hula Pantai Sawarna seharga Rp. 3.600.000 untuk tiga hari, belum termasuk makan, bahan bakar, tol, dan tiket masuk tempat wisata.
Bos saya baru tiba di kantor jam 3 sore, dan langsung disambut oleh sekretaris yang memberitahukan undangan untuk mengunjungi pabrik di Jerman. Akomodasi selama di Jerman ditanggung perusahaan, dan biaya perpanjangan paspor bos saya akan ditanggung kantor. Selain itu, bos saya meminta sopir kantor untuk menjemput anaknya dari sekolah dan menunggui les pianonya, yang akan masuk dalam gaji sopir yang dibayar kantor.
Sementara anak saya menelepon dan meminta gojek untuk pulang dari sekolah seharga Rp. 25.000, saya harus segera pulang jam 17.58. Tiba-tiba, bos saya meminta laporan segera untuk meeting besok. Saya bekerja hingga jam 19.30 sementara istri saya sudah mengirim pesan menanyakan kepulangan saya. Saya melihat bos saya sedang makan malam dan bertemu sekretarisnya yang mengatakan bahwa makan malam sudah dipesankan untuk bos.
Perut saya yang lapar merasa semakin tidak adil. Total biaya hari ini, termasuk tol dan makan malam nanti, akan mengurangi uang saya sebesar Rp. 4.038.000. Sementara bos saya yang kaya belum mengeluarkan uang sepeser pun.