Banyak sekali.
Saya baru saja mengajukan sertifikat rumah saya di Jakarta untuk memperluas usaha di Bali, sehingga total utang saya mencapai 1,5 miliar IDR dengan bunga 6,5% dan tenor 6 tahun.
Cicilan Apartemen 1: Total utang 250 juta IDR dengan tenor 3 tahun, sisa 90 juta IDR lagi.
Cicilan Apartemen 2: Total utang 400 juta IDR, sisa 200 juta IDR yang berakhir pada 2028.
Cicilan Mobil: Masih ada sisa 150 juta IDR untuk 2 tahun ke depan.
Tagihan kartu kredit: Jumlahnya cukup signifikan. 🤣🤣
Stres? Tidak juga. Saya yakin ekspansi usaha saya akan memberikan hasil dan dalam 4 bulan ke depan, saya bisa membayar utang. Tenor 6 tahun saya pilih karena sesuai dengan perhitungan BEP usaha saya. Untuk Apartemen 1, ini adalah proyek yang merugi; ini pengalaman pertama dan terakhir saya bekerja dengan pengembang BUMN. Mereka tidak tahu cara menjalankan bisnis. Sementara untuk Apartemen 2, penyewa yang membayar cicilannya setiap bulan. 😁 Mobil adalah bagian dari kesepakatan COP kantor, dan saya memilih mobil serta leasingnya.
Intinya, utang harus produktif, dan Anda harus mengetahui cara membayar dan sumbernya. Semua utang saya digunakan untuk mendapatkan aset. Mobil, misalnya, adalah bagian dari jatah COP saya. 😁🤣
Jika proyek di Bali ternyata tidak mencapai BEP yang diharapkan? Tidak masalah, saya masih memiliki cadangan. Saya memiliki investasi di Reksadana dan ORI. Saya malas mencairkan aset hanya untuk ekspansi bisnis tanpa jaring pengaman. Dengan imbal hasil ORI dan Reksadana sekitar 6%, biaya utang saya ke bank hanya sekitar 0,5% hingga 1%. Dan saya masih bisa tidur nyenyak. Selain itu, saya masih bekerja dan memiliki penghasilan bulanan rutin.
Satu hal lagi, saya membeli ORI dan Reksadana melalui bank yang menjadikan saya nasabah prioritas. Dengan status ini, saya mendapatkan suku bunga pinjaman yang baik dan hampir tidak ada biaya administrasi dan provisi. Ini benar-benar kesepakatan yang bagus saat ini.