“Manusia sering kali cepat merasa puas dengan pencapaian saat ini, sehingga melewatkan peluang yang lebih besar di masa depan.”
Ini sudah menjadi hal yang umum diketahui. Misalnya, seseorang mungkin mendapatkan nilai 85 dalam UN matematika, tetapi hanya mencapai 50 dalam ujian SBMPTN. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri oleh mereka yang mengalaminya.
Seseorang yang sangat ambisius selama persiapan UN mungkin akan merasa puas setelah meraih nilai tinggi dan melupakan rumus-rumus penting dalam beberapa bulan berikutnya. Manusia sering merasa puas dengan pencapaian kecil, layaknya katak dalam tempurung yang merasa puas dengan kolam kecilnya.
Ambisi bisa dibandingkan dengan Po di Kungfu Panda 1. Motivasi Po untuk menaiki ribuan anak tangga adalah untuk melihat idolanya di Jade Palace, dan semangatnya untuk mencapai laci yang tinggi adalah demi cookies dari monyet. Namun, ketika motivasi menghilang, ambisi pun turut memudar. Inilah yang sering terjadi pada mereka yang nilai matematikanya menurun dari 85 menjadi 50.
Mereka berpikir bahwa nilai 85 sudah cukup untuk menjamin kehidupan yang baik. Sayangnya, tanpa bimbingan atau dorongan lebih lanjut dari orang tua, mereka menjadi terombang-ambing. Setelah gagal di SBMPTN, mereka tidak mendapatkan pelatihan atau sertifikasi keterampilan tambahan.
Pada akhirnya, mereka hanya menjadi seorang generalis dengan gaji UMK. Sayang sekali.
Seperti yang dikatakan Caplin, “Hidup adalah tragedi jika dilihat dari dekat, tetapi menjadi komedi jika dilihat dari jauh.”