Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Bagaimana rasanya tinggal di Jerman?
Saya tak akan membandingkan dengan Indonesia karena tidak akan secara appel to appel, saya akan membandingkan Jerman (pernah tinggal disini 11 tahun) dengan Australia (pernah tinggal disini 3 tahun) dan Amerika (masih tinggal disini 20 tahun). Hari Minggu masih dianggap sebagai hari istirahat di JerRead more
Saya tak akan membandingkan dengan Indonesia karena tidak akan secara appel to appel, saya akan membandingkan Jerman (pernah tinggal disini 11 tahun) dengan Australia (pernah tinggal disini 3 tahun) dan Amerika (masih tinggal disini 20 tahun).
Bagaimana hubungan pertemanan di dunia perkuliahan kalian?
Sebagai maba di era pandemi ini, saya pribadi cenderung solo dalam kehidupan perkuliahan, mengerjakan tugas tugas sendiri, UTS mengerjakan sendiri, alias masih belum menemukan teman yang cocok. Jujur, sangat sulit mencari teman yaang satu frekuensi di dunia perkuliahan ini, saat ini pun saya masih mRead more
Sebagai maba di era pandemi ini, saya pribadi cenderung solo dalam kehidupan perkuliahan, mengerjakan tugas tugas sendiri, UTS mengerjakan sendiri, alias masih belum menemukan teman yang cocok.
Jujur, sangat sulit mencari teman yaang satu frekuensi di dunia perkuliahan ini, saat ini pun saya masih meraba raba, mana teman yang benar benar baik, mana teman yang kurang baik untuk saya.
Sebenarnya banyak teman saya yang sudah memiliki sirkel sirkel. haha. bukannya saya tidak mau berteman, hanya kurang cocok saja, kurang sefrekuensi.
See lessApa yang membuat militer Jerman begitu kuat di Perang Dunia I?
Saya tulis beberapa point aja ya udah subuh belum tidur, sekalian biar bisa cepet tidur kalo nulis Masyarakat Jerman saat itu sangat militeristik, buktinya banyak yang kecewa ketika perjanjian damai ditandatangani, bahkan ada yang ingin perang tetep berlanjut walau kelaparan sekalipun, karena mengirRead more
Saya tulis beberapa point aja ya udah subuh belum tidur, sekalian biar bisa cepet tidur kalo nulis
Itu dulu buat sekarang, nanti saya revisi lagi
See lessBerapa % Orang Indonesia yang Berhasil menyelesaikan sekolahnya di Jerman?
Ijinkan saya membagikan pengalaman saat sedang menempuh kuliah di Jerman dan berharap semoga ini bisa menjadi penyemangat untuk teman-teman baik yang sedang menempuh kuliah di Jerman sendiri ataupun di Indo. Proses perkuliahan saya di mulai dengan mengikuti kursus bahasa Jerman di kota Aachen dari lRead more
Ijinkan saya membagikan pengalaman saat sedang menempuh kuliah di Jerman dan berharap semoga ini bisa menjadi penyemangat untuk teman-teman baik yang sedang menempuh kuliah di Jerman sendiri ataupun di Indo.
Proses perkuliahan saya di mulai dengan mengikuti kursus bahasa Jerman di kota Aachen dari level A1 hingga mencapai level B2. Saya datang ke Jerman dengan bantuan sebuah agen (konsultan pendidikan) yang datang ke sekolah saya pada saat SMA dan mempromosikan tentang kuliah di Luar Negeri, salah satunya Jerman. Karena tertarik akhirnya saya join dan tadaaa.. sampailah saya di Jerman dengan modal kemampuan bahasa Jerman yang minim.
Setelah melewati fase kursus bahasa, tibalah saatnya saya harus mengikuti Studienkolleg ( disingkat Studkol) selama 1,5 tahun. Normalnya waktu menjalani Studkol adalah 1 tahun.
”Lah terus kok kamu jadi 1,5 tahun?”
Hehe saya harus mengulang lagi di semester kedua karena target nilai untuk mendaftar kedokteran belum mencukupi saat itu. Sebenarnya kalau saya paksakan lulus bisa saja, tapi karena tujuan saya saat itu adalah Medizine, maka mau tidak mau saya harus berusaha mendapatkan nilai super bagus dengan range 1,0 – 1,5. Oh ya, sistem penilaian Jerman dan Indo itu kebalikannya ya. Di Jerman nilai 1 adalah yang paling bagus, sedangkan 4 paling jelek. Sedangkan Indo di mana 4 adalah cum laude, sedangkan 1 paling jelek.
Meskipun sudah mengulang satu semester, saya tetap belum bisa mencapai target nilai tersebut. Akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk bersikap realistis dengan mengambil jurusan lain.
Sedikit cerita mengenai studkol,
untuk setiap orang asing yang sistem sekolahnya beda dengan Jerman, mereka diwajibkan untuk mengikuti fase Studkol dan ini merupakan klasifikasi pertama untuk para student menghadapi realita kuliah ke universitas di Jerman. Btw, masuk studkol ini ada tes nya loh ya, yang disebut Aufnahmeprüfung. Hampir miriplah sama SBMPTN tapi soalnya ga sesusah itu menurut saya. Yang membuat Aufnahmeprüfung itu sulit karena harus mengerti bahasanya Jermannya itu. Hehe.
Padahal baru tes masuk studkol tapi di tahap ini pun sudah banyak calon student yang berguguran. Saya ambil contoh waktu jaman saya dulu tahun 2013 di Studienkolleg Halle (Saale). Jumlah peserta ujian saat itu perkiraan 800 orang dan yang keterima hanya sekitar 120 orang. Bayangkan hanya sekitar 1/5 yang keterima dari banyaknya peserta yang mendaftar.
Setelah diterima di Studkol pun belum berarti kita sudah aman, justru di fase inilah kita semakin mendapat gambaran realita awal dari kuliah di Jerman itu seperti apa. Nah kalo boleh di kira-kira, temen-temen saya yang datang ke Jerman dengan agen yang sama dan sedang menjalani studienkolleg bareng, hampir SETENGAHNYA harus pulang ke Indonesia. Karena ngulang lebih dari sekali. Tapi sebagian ada yang sanggup membayar studienkolleg swasta dan masih bisa melanjutkan peluang lulus dari Studienkolleg di Jerman.
Btw yang penasaran Studkol saya di Halle dulu kayak gimana, mungkin bisa ditonton video berikut ini hehehe
Setelah lulus Studienkolleg yang ketat, ternyata kuliah berbeda dengan ketika kita menjalani masa Studienkolleg. Oh ya, kalau di studkol teman-teman kita masih orang asing dari negara lain seperti Ukraina, Rusia, Arab, dll, sehingga rasa kebersamaannya masih terasa erat sekali karena merasa senasib sepenanggungan di negara orang. Sedangkan di kuliah, pergaulan kita adalah bersama orang lokal yaitu orang jerman sendiri.
Kuliah di Jerman terasa sangat santai dan tidak ketat. Bayangin aja, kuliah di jerman, kita bisa liburan setahun hampir 3 Bulan yaitu Winter (musim dingin) dan Sommer (musim panas). Jadi waktu kuliahnya bisa di bilang cukup singkat. Baru awal semester, ga terasa sudah mau ujian aja. Dan saking santainya, bnyak dari student di sana yang seperti di ninabobokan, lalu tiba-tiba di bangunin dengan disiram air sambil yang nyiram bilang “minggu depan ujian woi, sadar!”. Apalagi soal ujian dari profesor itu sulit dan hanya bisa kita lewatin kalo kita benar-benar mempersiapkan diri dengan belajar minimal sebulan sebelum ujian.
Akhirnya banyak dari kita tidak total dalam mempersiapkan diri menulis ujian dalam satu semester. Misal seharusnya ada 5 ujian, bisa jadi cuma lulus 2-3 ujian. Prosentase 50 menurut saya normal sebagai rata-rata buat smua pelajar Indonesia yang study di Jerman.
Saya jadi ingat, ada satu matkul saat kuliah dulu namanya ”Physiologi”. Saking susahnya itu matkul, saya belajarnya sambil nangis. Wkwk Sekalipun saya sudah mulai belajar dari sebulan sebelumnya tapi tetap saja saya masih merasa bodoh dan banyak sekali materi yang belum sempat saya pelajari. Alhasil saya memang lulus tapi dengan nilai mepet yaitu 4. Hahaha
Selain itu, tanpa disadari ada bom waktu yang suatu saat bisa meledak dan mengharuskan kamu buat pulang abis (apapun alasannya). Yaitu Ausländer Behörden, adalah instansi yang mengeluarkan VISA. Mungkin udah jadi rahasia umum buat student luar negeri, kalo perpanjang VISA di jerman sama aja kaya PERPANJANG NYAWA.
Puji Tuhan selama kuliah, visa saya selalu lancar sehingga tidak terlalu menjadi tambahan beban pikiran untuk saya pribadi. Tapi melihat pengalaman teman-teman yang lain, banyak dari mereka yang bermasalah dengan ijin tinggal tersebut. Alasannya bisa banyak faktor seperti masa studi yang kelamaan, masalah keuangan, tempat tinggal, dll.
Banyak dari teman saya berguguran di fase ini. Mereka diminta pertanggung jawaban kuliah, tapi ternyata jumlah ujiannya masih jauh dari harapan. Akhirnya harus pulang dengan tangan hampa.
Saya pernah membaca sebuah tulisan di blog seorang student indo di mana di situ dia memperkirakan prosentase kuliah di Jerman itu seperti ini :
Berkaca dari pengalaman saya selama kuliah di Jerman, saya bisa bilang ini adalah the saddest part of studying in Germany.
Jadi kalau ngeliat teman kuliah di luar negeri dengan segala kebahagian yang di pamerkan, ga usah cemburu atau iri dengan bilang ”ih enak banget sihh mentang-mentang kuliah di Luar.” Percayalah, itu semua hanyalah pencitraan di balik kesedihan dan depresi yang sering melanda terkait permasalahan kuliah di sana. Hahaha
Btw, tulisan ini tidak bermaksud untuk menakut-nakuti teman-teman yang sedang studi ataupun ingin studi di Jerman loh ya, hanya menjadi pengingat saja kalau sekolah di manapun itu pasti punya tantangannya sendiri-sendiri dan sudah sepatutnya kita berusaha untuk bertanggung jawab terhadap apapun pilihan yang kita ambil.
Semangat semuanya dalam meraih cita-cita yang diimpikan! ^_^
Bonus Pict jaman saya kuliah :
Saat sedang Vorlesung Biochemie
Bersama teman-teman sefakultas saat Immatrikulationsfeier (ospek) (saya yang pake jaket biru di depan. Maapkeun fotonya ngeblur, kejauhan sih ngambilnya hahaha)
Last pict :
Kota Halle (Saale), tempat di mana saya studkol dan kuliah. hihihi
See lessApakah belajar bahasa Jerman penting?
Bergantung tujuan km apa. Untuk karir: Setidaknya km bisa bisa jd penterjemah, atau bekerja di perusahaan jerman, swiss, austria yg ada di indonesia termasuk di maskapai penerbangannya. Memang utk bekerja sih bisa aja ga harus bisa bahasa mereka, tp kalau km punya kelebihan menguasai bahasa mereka yRead more
Bergantung tujuan km apa. Untuk karir: Setidaknya km bisa bisa jd penterjemah, atau bekerja di perusahaan jerman, swiss, austria yg ada di indonesia termasuk di maskapai penerbangannya. Memang utk bekerja sih bisa aja ga harus bisa bahasa mereka, tp kalau km punya kelebihan menguasai bahasa mereka ya tentu itu akan jd nilai plus. Bekas guru kursus saya dulu di Jakarta mantan pramugari lufthansa. Bahasa jermannya jago banget.
Untuk peluang sekolah jelas. Km bisa kuliah, ausbildung, ikut kerja sosial (program BFD/FSJ) di jerman atau ikut au pair di negara yg menggunakan bahasa jerman. Coba silakan googling soal ausbildung, BFD/FSJ di jerman atau au pair di negara berbahasa jerman spt swiss, austria, luxemburg, lichteinsten, & jerman.
Tidak hanya bahasa jerman tapi belajar bahasa apapun ga ada ruginya kok. Jaman sekarang bahasa inggris itu dah standard banget. Artinya itu hrs km kuasai meski hanya pasif. Tp bahasa asing lain sebagai tambahan selain inggris kalau km bisa ya itu akan lebih bagus, krn dengan belajar banyak bahasa akan membuka banyak pintu peluang. Seperti yang saya bilang diatas, bisa utk karir dll. Bukan berarti km harus kuliah di jurusan sastra spesifik bahasa tertentu tp bisa dgn kursus2 aja kok.
See lessBagaimana cara mencantumkan literatur dari suatu perguruan tinggi yang dibuat sebelum perguruan tinggi tersebut berganti nama? Apakah menggunakan nama yang lama/baru?
Tanyakan pada admin penerima manuskripmu. Kebijakan final di dia. (´ ∀ ` *) Kasus paling umum untuk disertasi tesis skripsi, Menggunakan nama yang tercantum di metadata filenya, terlepas dari apakah itu nama lama atau nama baru institusi. Ada juga yang menulis "A Universinty (old B university), danRead more
Tanyakan pada admin penerima manuskripmu. Kebijakan final di dia.
(´ ∀ ` *)
Kasus paling umum untuk disertasi tesis skripsi,
Menggunakan nama yang tercantum di metadata filenya, terlepas dari apakah itu nama lama atau nama baru institusi.
Ada juga yang menulis “A Universinty (old B university), dan diperbolehkan.
٩(◕‿◕。)۶
See lessApa pendapatmu tentang kata “Toxic” yang semakin dipakai bebas dan asal cap begitu saja?
Salam kenal ya semua, mohon izin untuk menjawab. Menurut saya (pemahaman pribadi) kata toxic berasal dari bahasa Inggris yang artinya racun, dan racun secara umum bisa mematikan dan berbahaya. Sekarang penggunaan kata toxic sudah bukan hal tabu, contohnya dalam padanan beberapa kata berikut : ToxicRead more
Salam kenal ya semua, mohon izin untuk menjawab.
Menurut saya (pemahaman pribadi) kata toxic berasal dari bahasa Inggris yang artinya racun, dan racun secara umum bisa mematikan dan berbahaya.
Sekarang penggunaan kata toxic sudah bukan hal tabu, contohnya dalam padanan beberapa kata berikut :
Dalam hal ini saya menyimpulkan bahwa penggunaan kata toxic diperbolehkan, asal memperhatikan kaidah yang berlaku. Dan sejauh ini, penggunaannya masih tepat dan sesuai. Walaupun saya pernah menemukan kata toxic, terkadang disama-artikan dengan makna benalu, atau parasit. Namun masih mendekati dari segi arti dan penggunaan. Jadi tidak ada salahnya menggunakan kata toxic untuk meng-internasional-kan kata benalu dan parasit. Terima kasih.
See less