Sebagai penggemar film, saya pribadi kurang setuju dengan penilaian film menggunakan angka atau skor “sempurna”. Film adalah bentuk seni, dan penilaiannya sangat bergantung pada selera masing-masing penonton.
Meskipun saya mungkin menganggap film seperti *Pulp Fiction*, *The Godfather*, dan *The Shawshank Redemption* sebagai film yang sangat baik, orang lain mungkin merasa bahwa film-film tersebut membosankan karena alur ceritanya yang lambat.
Sebaliknya, film yang dianggap buruk oleh sebagian orang, seperti *The Room* karya Tommy Wiseau, film-film Uwe Boll, atau karya Michael Bay yang seringkali penuh dengan ledakan dan kekacauan, justru memiliki penggemar setia. Bahkan, penggemar film-film ini sering membuat tribute yang mendapat pujian tinggi.
Contoh:
– *Ed Wood* (1994) yang disutradarai oleh Tim Burton, adalah film biopik tentang sutradara film terburuk di dunia. Film ini meraih banyak nominasi dan memenangkan Oscar untuk Peran Pendukung Terbaik oleh Martin Landau, dengan skor IMDb 8/10.
– *The Disaster Artist* (2017), yang diproduksi, disutradarai, dan dibintangi oleh James Franco, bercerita tentang pembuatan film yang dianggap terburuk di dunia. Film ini mendapatkan skor IMDb 7,3/10.
Kembali ke pertanyaan, saya lebih suka menggunakan istilah “luar biasa” untuk film yang sangat saya nikmati ketimbang menyebutnya “sempurna” atau memberi skor 10.
Jika saya harus memilih film yang “luar biasa”, saya akan memilih *The Curious Case of Benjamin Button* (2008) yang disutradarai oleh David Fincher.
Film ini membahas kehidupan Benjamin (diperankan oleh Brad Pitt) yang berjalan terbalik, dimulai dari fisik lansia dan semakin muda seiring bertambahnya usia. *The Curious Case of Benjamin Button* mendapat 13 nominasi Academy Award dan memenangkan kategori Best Art Direction, Best Makeup, dan Best Visual Effects.
Dengan visual yang sangat menakjubkan dan penggunaan makeup serta efek yang membuat karakter Benjamin dan Daisy (Cate Blanchett) terlihat seperti mengalami berbagai perubahan usia, film ini menawarkan pengalaman sinematik yang memukau. Setiap detail artistik, seperti tata rias, kostum, dan interior, membantu penonton merasakan pergeseran waktu.
David Fincher, yang dikenal dengan perhatian detailnya, juga menambahkan elemen-elemen simbolis seperti jam yang bergerak mundur dan burung kolibri, yang menambah kedalaman cerita.
Secara keseluruhan, film ini menawarkan gaya penceritaan yang unik, visual yang menakjubkan, dan cerita dramatis yang penuh pesan, menjadikannya pengalaman sinematik yang “mind-blowing” selama 166 menit.