Menurut saya cenderung karena lima (5) K ini:
Kesempatan, Kepribadian, Kemampuan, Kualitas (hubungan dengan istri), dan Kesehatan.
- Kepribadian.
- Apakah sang suami orangnya gampang tergoda?
- Seberapa setiakah orangnya?
- Apakah ada contoh-contoh baik dari orang tuanya, saudaranya, pamannya, atau teman-temannya yang membentuk kepribadian dan pola pemikirannya?
- Kesempatan.
- Apakah sang suami sering memiliki banyak kesempatan untuk berselingkuh – misalnya lembur sampai malam dengan teman kerja wanita? Atau sering pergi dinas bersama ke luar kota?
- Apakah sebaliknya – istri yang jarang ada, sehingga suami sendirian saja?
- Kemampuan.
- Ada pepatah bahasa Inggris “Absolute power corrupts absolutely”. Menurut saya, semakin banyak uang dan kuasa itu godaan bisa semakin besar. Di sinilah kemampuan bisa menjadi faktor. Sang suami bisa membiayai rumah tangganya dan juga simpanan atau pasangan selingkuhnya.
- Di sini faktor-faktor lain akan berperan untuk bisa mengerem / memberhentikan sang suami untuk tidak tergoda apabila kemampuan ada.
- Kualitas (hubungan dengan istri).
- Apakah mereka saling menghormati dan menyayangi?
- Saat ada konflik / masalah, apakah mereka menyimpan di dalam hati, atau mereka membahas bersama?
- Apakah mereka saling memberi kekuatan, dukungan, dan cinta?
- Saat salah satu melakukan kesalahan, apakah pihak yang bersalah benar-benar menyesal dan melakukan perubahan? Apakah pihak yang disakiti sudah berhasil memaafkan dengan tulus dan tidak menyimpan kebencian atau dendam?
- Apakah mereka selalu memberi bantuan dan dukungan, secara mental, verbal, maupun fisikal?
- Andaikata ada masalah dengan teman / mertua / ipar / saudara lain, apakah mereka saling mendukung dan tidak menyerang sebelum mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi?
- Apakah mereka saling mempercayai satu dengan yang lain, atau rumah tangga mereka penuh dengan kecurigaan?
- Kesehatan. Apakah situasi kesehatan salah satunya berubah dengan drastis sehingga kualitas intimasi rumah tangga terganggu? Misalnya terkena Alzheimer, lumpuh, kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan mental, dsb.
Pada dasarnya, itu semua kembali ke orangnya sendiri. Menurut saya, semua pernikahan yang berhasil itu membutuhkan empat (4) K di bawah ini:
- Kasih.
- Kasih itu luar biasa. Banyak hal yang tidak bisa dijelaskan dalam dunia ini terjadi karena kasih. Kasih ini jugalah yang harus menjadi salah satu dasar pernikahan.
- Waktu tahun-tahun awal pernikahan, biasanya kasihnya itu masih kasih “karena”: karena dia ganteng / cantik, karena dia baik, karena dia kaya, karena dia sayang anak, dsb.
- Kepercayaan. Mungkin dia memiliki teman yang lebih tampan / cantik, sukses / kaya. Mungkin dia sekali-sekali harus lembur. Kita harus mempercayai pasangan kita. Tentu saja kalah ternyata mereka menyalah gunakan kepercayaan kita tersebut kita harus juga menyadarinya. Tapi selama itu tidak terjadi, saling percaya itu penting sekali.
- Keterbukaan. Kita semua mau memiliki pasangan yang tidak menyembunyikan apapun dari kita. Untuk bisa demikian, kita juga harus demikian kepadanya. Saat sedih, marah, kecewa, bahagia, dsb – bagilah perasaanmu dan pikiranmu dengan pasanganmu. Lagipula, semua perjanjian pernikahan itu kan dalam suka dan duka bukan?
- Komitmen.
- Cinta itu bukan hanya perasaan. Cinta itu adalah keputusan. Setiap hari kita berkeputusan untuk mencintai pasangan kita – dalam suka walaupun duka. Dalam sedih maupun bahagia. Jangan habis manis sepah dibuang, atau ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang.
- Kita juga akan bertambah tua. Baju makin sempit. Rambut makin menipis dan menjadi putih. Gigi melemah dan berkurang. Keriput akan tak terhindari. Dengan komitmen, kita bisa melihat semua hal itu sebagai bagian dari perjalanan pernikahan. Dengan komitmen, kita bisa menghargai pasangan kita dan menyadari bahwa perjalanan bersamanya itu sangatlah indah.
- Pernikahan itu tidak akan 100% sempurna. Mengapa? Karena kita adalah manusia yang tidak sempurna. Kita tidak sempurna, dan pasangan kita juga tidak sempurna. Kita akan berbuat kesalahan. Pasangan kita juga akan berbuat kesalahan. Dengan komitmen, kita bisa melihat dengan wawasan yang lebih luas dan hati yang lebih besar.