Apa cerita horror atau misteri yang ada di Bandung?
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Pada suatu hari ada orang yang menghadiri acara di Bandung, pada tahun 2006. Acara ini dimulai pagi-pagi, sehingga diinapkan di sebuah rumah di sebelah biara susteran milik Tarekat St Dominikus di Jalan Baros, Cimahi, Bandung.
Setiba di lokasi, dia disambut dengan ramah oleh perwakilan panitia dan suster Katolik kenalan saya. Dia lalu dibawa ke biara dan diajak berkeliling singkat. Setelah berkeliling, dia dijamu makan sambil dijelaskan bahwa malam itu dia akan diinapkan di rumah tua yang berlokasi di depan biara, yang selama ini memang digunakan untuk para tamu biara.
Setelah makan, dia diantar oleh salah seorang suster ke rumah tua itu. Rumah itu tampak sedikit gelap karena penerangan yang terbatas. Setelah membuka pintu masuk rumah, tampak lorong panjang semacam lorong rumah kost yang di kanan-kirinya terdapat beberapa pintu kamar. Saat berjalan menyusuri lorong yang diterangi oleh lampu neon temaram, dia memperhatikan di atas langit-langit yang ukurannya agak tinggi itu terdapat banyak sarang laba-laba, dan juga seekor kelelawar yang sedang bertengger terbalik.
Dia lalu dipandu ke sebuah kamar di arah pojok lorong, dekat kamar mandi. Setelah menyerahkan kunci dan menjelaskan sedikit mengenai tata letak kamar dan kamar mandi, suster kenalan dia ini lalu memberitahukan bahwa di beberapa kamar di rumah itu ada yang sudah tidak dipakai dan difungsikan sebagai gudang.
Namun ada juga yang masih dihuni oleh petugas penjaga sekolah dan seorang ibu perawat yang bekerja di rumah sakit. Tetapi menurut suster saat itu mereka tidak berada di rumah karena mereka bertugas di malam hari, biasanya mereka baru pulang menjelang subuh. Dan saat itu tidak ada tamu susteran lainnya di rumah tersebut. Dari penjelasan suster itu saya mengambil kesimpulan bahwa saat itu hanya sayalah satu-satunya tamu di rumah tua tersebut. Setelah itu sang suster lalu pamit pulang ke biara untuk menjalankan rutinitas ibadah malamnya.
Dia lalu masuk ke dalam kamar tamu yang tampak sederhana namun bersih dan cukup nyaman itu. Jendela kamarnya berbingkai kayu berbentuk kotak tanpa kaca dan hanya dilapisi jaring kawat nyamuk dan bisa dibuka tutup ke arah luar, sehingga praktis saya bisa mengintip ke arah lorong di luar kamar. Langit-langitnya yang tinggi pun cukup bersih, tak ada sarang laba-laba seperti di lorong tadi. Hanya ada satu lampu di kamar saya, lampu bohlam yang tergantung di plafon kamar dengan kabel yang cukup panjang.
Saat dia menyapukan pandangan berkeliling, dia melihat ada sebuah pintu di dalam kamar yang rupanya merupakan connecting door dengan ruangan sebelah. Saya lalu mengetuk dan mencoba menekan gagangnya untuk memastikan pintu itu tidak bisa dibuka dari sisi luar. “Ceklek… Krieeeetttt….” bunyi khas pintu kayu tua pun terdengar. Setelah pintu terbuka lebar, hawa khas barang-barang tua tercium di hidung saya. Dia bisa melihat bahwa ruangan sebelah kamar itu ternyata gudang tempat menyimpan barang-barang.
Di dalam gudang yang tampak cukup terawat tersebut tampak banyak barang-barang yang kelihatannya sudah lama tidak terpakai. Ada tumpukan buku-buku tua, kain, baju-baju, sampai alat-alat masak. Namun dari semua barang yang ada di dalam gudang itu, perhatian terpaku pada sebuah barang yang cukup besar yang agak tertutup kain, barang tersebut ternyata adalah sebuah mesin jahit tua.
Dia lalu menutup kembali pintu kamar gudang itu dan mengunci gagangnya. Saya lalu duduk di tepi ranjang, membongkar isi tas saya, mempersiapkan baju dan celana yang hendak saya pakai saat tidur peralatan mandi.
Setibanya di area kamar mandi, ternyata ada dua kamar mandi tanpa atap yang bersebelahan. Keduanya kosong. Pertama-tama saya melihat kondisi kamar mandi di sebelah kanan yang letaknya lebih dekat dengan kamar saya. Kamar mandi dan airnya tampak bersih, tetapi… banyak kodok kecil-kecil seukuran ibu jari! Kodok-kodok kecil berwarna hijau tua tersebut berada di sudut lantai hingga ke sudut kakus, bahkan sampai ke permukaan bak mandi. Saya segera mengurungkan niat memakai kamar mandi pertama dan beranjak ke kamar mandi kedua di sebelahnya.
Di kamar mandi kedua, keadaannya lebih baik. Hanya ada 2–3 kodok kecil yang nongkrong di lantai. Tidak ada yang sampai naik ke permukaan bak mandi. Tadinya saya sempat hendak batal mandi, tetapi karena badan sudah terasa lengket dan gerah karena perjalanan panjang dari Jakarta sejak pagi hari, saya memilih untuk mandi.
Saat mulai mandi, air di dalam bak mandi terasa sangat dingin, tapi itu masih wajar mengingat udara di Bandung yang memang dingin.
Setelah selesai menyikat gigi, dia mulai berpakaian. Pada saat itulah, dia mendadak mendengar seperti ada suara orang berbicara di kamar mandi sebelah. Segera dia menyambar handuk dan berlari keluar kamar mandi. Saat melewati kamar mandi kedua, tampak pintu kamar mandi itu terbuka dan dalamnya masih kosong!
Dia lalu merebahkan diri saya di ranjang mencoba untuk terlelap. Tetapi karena badan yang letih, dia tidak bisa langsung tidur. Karena cahaya lampu bohlam di kamar cukup terang, saya pun mencoba melanjutkan membaca buku novel yang dibawa dari Jakarta.
Nah, di tengah asyik membaca novel, tiba-tiba mendengar suara mesin jahit tua di sebelah kamar saya seperti sedang digunakan. Suara engkolan kaki mesin jahit terdengar jelas di telinga saya. “Ngiikk…ngiikk..ngiikk…” demikian kurang lebih bunyinya.
Dia mencoba mengabaikannya. Tapi bunyi mesin jahit itu masih terus terdengar. Akhirnya dia bangkit dari ranjang dan berjalan ke pintu connecting door di kamar saya lalu membuka gagangnya. Mendadak suara mesin jahit beroperasi tadi hilang. Di dalam gudang juga tidak tampak tikus atau hal-hal yang mencurigakan. Dia pun menutup kembali pintu itu dan kembali ke tempat tidur, melanjutkan membaca novel.
Selang beberapa waktu kemudian, bunyi “Ngiikk…ngiikk..ngiikk…” mesin jahit dari ruang sebelah kembali terdengar. Dia langsung gerak cepat membuka pintu kamar ke arah gudang, untuk memastikan apa benar ada tikus. Setelah pintu dibuka, bunyi mesin jahit tadi kembali hilang. Dia lalu menggeser sedikit selubung kain yang menutupi mesin jahit itu. Tidak ada apa-apa. Tidak ada juga bunyi tikus berlarian. Perhatiannya terpaku pada engkolan kaki mesin jahit tua itu.
Dia bergegas kembali ke kamar, mengunci pintu connecting door dan berhenti membaca buku. Setelah beberapa waktu, dia pun berhasil tidur. Kemudian terjaga setelah mendengar bunyi jendela kayu kamar saya berbunyi “Krieeetttt…”
Dia terbangun karena bunyi itu menandakan ada seseorang yang menggeser jendela kamar saya dari luar. Tapi saat duduk terbangun dan melihat, jendela masih tertutup. Itu baru sekitar pukul 2 pagi. Dia pun mencoba tidur lagi.
Selang beberapa waktu saat mulai terlelap, dia mendengar dari salah satu kamar di arah lorong, ada suara radio dan senandung perempuan. Dia pikir ada orang yang pulang, lumayan lah ada teman.
Sekitar jam 5 subuh, dia terbangun lagi. kali ini karena mendengar ada suara “cebar-cebur” khas orang mandi pakai gayung dari arah kamar mandi. Tak lama kemudian suara orang mandi itu terhenti, pertanda sudah selesai mandi. Lalu terdengar suara langkah kaki orang berjalan di lorong. Dia pun menyempatkan diri mengintip dari sudut kawat nyamuk di jendela kamar untuk melihat siapa penghuni yang habis mandi dan hendak kembali ke kamarnya itu. Tetapi karena suasana yang temaram, dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosoknya.
Long short story, setelah selesai ritual pagi,..
Setibanya di luar rumah, dia menikmati dingin dan segarnya udara Cimahi, Bandung. Setelah berolahraga sekitar 1 jam di taman depan biara, saya lalu berjalan kaki menuju pintu gerbang utama. Di sana dia bertemu dengan pak satpam penjaga biara.
Setelah ngobrol ngalor-ngidul dengan si pak satpam, dia pun iseng bertanya,
“Pak, ngomong-ngomong ibu perawat dan penjaga sekolah yang tinggal di rumah tamu tempat saya nginap itu memang biasa pulangnya pas subuh ya?”
yang lalu dijawab oleh si pak satpam,
“Oh, iya benar pak, mereka tugasnya shift malam, jadi kalau pulang biasanya setelah subuh atau bahkan sampai di atas jam 7 pagi…”
“Oh, begitu, lalu kalau tadi pagi mereka pulang jam berapa tuh pak?” tanyanya lagi.
“Kurang tahu juga pak, setahu saya mereka belum pulang, karena saya dari semalam jaga di pos ini belum lihat mereka pulang. Kalau pulang pasti kan lewat pos ini…”
Kalau mereka belum pulang, jadi siapa dong yang tadi pagi mandi cebar-cebur di kamar mandi tamu? terus langkah kaki siapa yang berjalan di lorong melewati kamar saya? Lalu siapa yang menyanyi di kamar lorong? Bunyi radio yang didengar itu dari mana asalnya? .
Dia memilih untuk tidak menceritakan semua yang telah dialami ke si pak satpam. Dia lalu permisi kembali ke dalam. Saat berjalan kembali menuju rumah tua, dia bertemu dengan suster biara yang kemarin mengantar, yang lalu mengajak untuk sarapan bersama di biara.
Dia duduk di meja makan bersama dengan beberapa suster tarekat, selama sarapan kami berbincang-bincang mengenai persiapan acara hari itu. Setelah makan, dia mengutarakan kepada suster kenalannya bahwa dia mengalami beberapa kejadian misterius saat menginap di rumah tamu. Uniknya, mendengar cerita saya tersebut, suster kenalannya hanya tersenyum sambil berkata “Wah, ramai juga ya rupanya…”
Suster tersebut bersama seorang suster lainnya lalu mendampingi berjalan kembali ke rumah tamu. Saat sedang berjalan bersama, mereka lalu menjelaskan bahwa di rumah tua yang kini dijadikan rumah tamu sementara itu memang kadang-kadang terjadi hal-hal yang “unik”. Menurut cerita yang mereka dengar, rumah tua itu dulunya peninggalan orang Belanda. Beberapa tamu biara yang pernah tinggal di situ juga kadang-kadang mengalami hal-hal yang diluar nalar, tapi tidak pernah sampai benar-benar mengganggu.
“Anggap saja nambah ‘kenalan’ baru di Bandung ya mas hahaha…”, demikian tukas suster.