Sebenarnya, saya tidak menganggap ini sebagai sejarah kelam, tetapi sebagai sejarah heroik Indonesia yang tidak banyak diceritakan dalam buku sejarah. Saya tidak tahu bahwa “beberapa” kisahnya diajarkan di sekolah saya di masa lalu, jadi saya tidak tahu apakah kisah-kisah ini diajarkan di institusi pendidikan elit. (Dalam tanda kutip, topik ini agak keluar dari konteks pertanyaan).
1. Yang Chil-seong (양칠성) atau Komarudin, tentara Jepang asal Korea yang berubah haluan membantu pasukan Indonesia melawan agresi militer Belanda.
Yang Chil-seong lahir pada tanggal 29 Mei 1919 di Kabupaten Wanju, Provinsi Jeolla, Korea. Ketika berada dalam militer Jepang, ia memiliki nama Sichisei Yanagawa dan ditugaskan oleh pemerintah kolonial Jepang sebagai penjaga tawanan tentara sekutu di Bandung pada tahun 1942.
Setelah Indonesia dan Korea merdeka pada tahun 1945, Yang Chil-seong tidak kembali ke Korea, namun tetap tinggal di Indonesia. Ia berganti nama menjadi Komarudin dan menikah dengan orang Indonesia. Ketika tentara Belanda kembali datang ke Indonesia dan melancarkan agresi militer, Komarudin datang ke Garut bersama 2 orang tentara Jepang lainnya dari Bandung dan turut bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia, kedua tentara Jepang itu bernama Hasegawa (Abubakar) dan Masahiro Aoki (Usman). Mereka berperang secara gerilya dalam kelompok yang dijuluki “Pasukan Pangeran Papak” dari Markas Besar Gerilya Galunggung (MBGG) pimpinan Mayor Kosasih, yang bermarkas di Kecamatan Wanaraja, Garut.
Dalam perjuangannya membela pasukan Indonesia, Yang Chil-seong atau Komarudin berhasil ditangkap oleh pihak Belanda. Dan pada tanggal 10 Agustus 1949, Komarudin, dan dua tentara Jepang lainnya Abubakar dan Usman dieksekusi di Kerkhoff, Garut.
2. Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Laksaman Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan Indonesia dengan mempersilakan kediamannya yang berada di Jl. Imam Bonjol, No.1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo, ditambah sang juru ketik Sayuti Melik.
Setelah dipulangkan ke Jepang, Maeda mengundurkan diri dari angkatan laut Jepang menjadi rakyat biasa. Menurut Aiko Kurasawa, seorang sejarawan Jepang mengatakan bahwa Maeda tidak berstatus sebagai veteran perang setelah berhenti dari dunia militer. Dia dianggap sebagai warga sipil dengan hak pensiun pas-pasan, dia di masa tuanya hidup cukup merana.
Pada Agustus 1973, Maeda diundang pemerintah Indonesia untuk menghadiri peringatan kemerdekaan Indonesia ke-28. Menurut penerjemahnya, Terutake Kikuchi, sebenarnya Maeda saat itu mempunyai keinginan untuk tinggal di Indonesia.
Pemerintah Indonesia menganugerahkan bintang Jasa Nararya kepada Maeda pada perayaan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1977 (sumber lain menyebut tahun 1976) yang disampaikan Duta Besar Indonesia di Tokyo. Tidak lama kemudian, Maeda dirawat di rumah sakit selama beberapa bulan, dan akhirnya wafat pada 13 Desember 1977.
3. Muriel Stuart Walker atau nama Indonesianya K’tut Tantri, warga Amerika serikat asal Inggris yang gigih menyiarkan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia ke dunia internasional.
K’tut Tantri pindah ke Bali pada 1934 dan ketika berada di Bali, kala itu dia bernazar akan berhenti dan tinggal di tempat dimana saat mobilnya sudah kehabisan bensin. Setelah ia tinggal beberapa tahun, akhirnya Jepang menginvasi Asia tenggara. Tahun 1942, Jepang mendarat di Pulau Dewata. Dia sendiri sempat berhasil melarikan diri ke Surabaya. Takdir mengatakan bahwa di kota inilah dia memulai masa hidupnya berhubungan dengan para pejuang kemerdekaan.
Saat di Surabaya dia tinggal di studio Radio Pemberontakan, radio yang dioperasikan para pejuang yang dipimpin oleh Bung Tomo. Saat itu Tantri diharapkan mengadakan siaran dua kali semalam, dalam bahasa Inggris. Tujuannya adalah untuk menyampaikan laporan perkembangan yang terjadi di Indonesia pada bangsa-bangsa yang berbahasa Inggris di seluruh dunia, dilihat dari sudut pandang bangsa Indonesia.
Tidak hanya melakukan siaran, Tantri juga kerap melukis spanduk dan poster untuk para pejuang kemerdekaan. Atas tindakannya, Tantri pernah dijadikan sebagai semacam kompetisi perburuan oleh Belanda. Pasalnya Belanda mengumumkan bahwa mereka berjanji memberikan hadiah 50 ribu gulden pada orang Indonesia jika berhasil menyerahkan K’tut Tantri ke markas tentara Belanda.
Tantri wafat di Sydney, New South Wales, Australia pada Minggu malam, 27 Juli 1997. Pada November 1998, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra Nararya kepada K’tut Tantri.
4. Thomas (Tom) Kingston Critchley atau Tom Critchley, seorang diplomat Australia yang meletakkan fondasi terjalinnya hubungan diplomatik yang erat antara Australia dan Indonesia.
Tom Critchley ditunjuk oleh Komite Jasa Baik Persatuan Bangsa-Bangsa pada 1947, yang kemudian dikenal sebagai Komisi PBB untuk Indonesia. Indonesia memilih Australia sebagai wakilnya dalam Komite Tiga Negara yang bertugas mengawasi transisi damai dari pemerintahan kolonial Belanda.
Tom Critchley dengan keras mempertahankan posisi Indonesia pada kemerdekaannya, serta memperjuangkan keadilan dan kesetaraan dalam negosiasi untuk pengalihan kedaulatan ke Republik. Setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh dunia, Tom Critchley kembali ke Indonesia sebagai Duta Besar Australia untuk Indonesia sejak 1978 – 1981 dan dianugerahi Bintang Jasa Utama oleh pemerintah Indonesia pada 1992.
Tom Critchley menghembuskan nafas yang terakhir pada 14 Juli 2009 di kediamannya di Sydney pada usia 93 tahun.
5. Haji Johannes Cornelis (H.J.C.) Princen, lebih dikenal sebagai Poncke Princen, seorang berkebangsaan Belanda yang pada 1949 beralih menjadi warga negara Indonesia dan menentang kebrutalan Belanda.
Princen sebenarnya seorang oposisi nan bandel pemerintah kerajaan Belanda sejak tinggal di Belanda, di akhir tahun 1944, sesaat setelah dia bebas dari Jerman, dia kembali ditahan oleh pemerintah Belanda, karena dia menolak wajib militer di tengah kondisi negara yang sangat kritis kala itu.
Princen dipaksa masuk dinas militer dan dikirim ke wilayah jajahan Belanda di timur yang berusaha untuk memerdekakan diri, yaitu Indonesia. Di negara jajahan ini ia tergabung dalam tentara kerajaan Hindia Belanda KNIL.Tanggal 26 September 1948, Princen yang sudah muak menyaksikan sikap dan berbagai kebrutalan yang dilakukan negaranya, akhirnya meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan pihak lawan yakni Tentara Nasional Indonesia. Ketika tentara negerinya menyerang Yogyakarta tahun 1949 dia bergabung dengan divisi Siliwangi di Purwakarta.
Setelah kemerdekaan Indonesia diakui Belanda, Princen mendapat anugerah Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno pada tahun 1949. Pada tahun 1948 pula dia, walaupun seorang Belanda, secara langsung menerima penghargaan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno. Meskipun akhirnya dipenjarakan pemerintah Soekarno (1962-1966) karena aktivitas kritisnya terhadap pemerintah.
Di orde baru pun Princen dipenjara lagi oleh pemerintah karena kritikannya terhadap pemerintah. Kala itu, tahun 1974, Princen terlibat dalam penggalangan demonstrasi menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Pembangunan monumen raksasa ini secara umum dinilai sebagai langkah yang sangat tidak tepat di tengah kondisi sosial-ekonomi yang masih buruk di saat itu. Princen akhirnya dipenjarakan karena aksinya ini, sejak tahun 1974 hingga 1976.
Princen meninggal pada 22 Februari 2002 sebagai figur yang sangat dihormati dan dihargai oleh tokoh dari berbagai golongan.
6. Bobby Earl Freeberg, atau lebih dikenal sebagai Bob Freeberg, seorang pilot pesawat terbang bayaran berkebangsaan Amerika Serikat yang ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia.
Bob membantu menyelundupkan candu, emas, perak, kina, dan karet dari Indonesia ke luar negeri. Selanjutnya, dia mengirimkan senjata, pakaian, dan obat-obatan ke Indonesia dari luar negeri. Bob juga sangat membantu TNI dalam operasi militer. Bob adalah pilot operasi penerjunan pertama yang dilakukan AURI, menerbangkan RI-002 dari Bandara Maguwo ke Kotawaringin, Kalimantan Tengah, pada 17 Oktober 1947. TNI mengirimkan dua belas anggota AURI untuk menembus blokade Belanda dan memulai perlawanan di sana.
Bob pula yang mengantar Soekarno berkeliling Sumatra guna meminta sumbangan rakyat untuk membantu perjuangan RI. Rakyat Aceh kemudian menyumbang 20 Kg emas yang kemudian dibelikan pesawat Dakota dengan nama seulawah atau gunung emas. Pesawat ini yang kemudian diberi nomor registrasi RI-001. Bob memang seorang pilot bayaran. Tapi dia terlibat secara emosional dalam perjuangan bangsa Indonesia. Bob tak bisa menerima perlakuan sewenang-wenang Belanda terhadap rakyat Indonesia. Dalam surat-surat yang dikirimkan ke keluarganya di AS, Bob selalu menggambarkan penghormatannya untuk rakyat Indonesia.
Tanggal 1 Oktober 1948 menjadi akhir dari penerbangan Bob dengan pesawat RI-002. Dia mengalami kecelakaan dan pesawat Bob jatuh di belantara hutan, ketika dikirim oleh presiden Soekarno ke Palembang membawa uang untuk membantu gerilya di Sumatra. Menurut keterangan pihak Belanda, pesawat tempur B-25 Belanda menyergap RI-002 di atas wilayah Sumatra Selatan. RI-002 melakukan manuver mengelak dari pesawat Belanda dengan terbang rendah pada ketinggian pucuk-pucuk pohon, namun akhirnya menabrak sebuah pohon di hutan dan jatuh.
30 tahun kemudian, tepatnya pada 14 April 1978 di bukit Punggur, Lampung Utara. Semua kerangka jenazah penumpang dan awak pesawat berhasil ditemukan, kecuali kerangka jenazah Bobby Earl Freeberg. Beberapa sumber mengatakan bahwa Bob ditangkap dan dipenjara oleh Belanda, meski hingga saat ini belum ada yang tahu bagaimana nasib Bob setelah itu.
Referensi :
- Fyifact – Login • Instagram
- Yang Chil Sung, Orang Korea Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia
- Tadashi Maeda, Mantan Petinggi Militer Namun Merana di Masa Tua
- Cinta K’tut Tantri, Gadis Asing Berdarah Viking yang Berjuang Untuk Indonesia
- Tom Critchley – Wikipedia
- Poncke Princen – Wikipedia
- Bob Freeberg, Pilot Berhati Lembut