Berikut adalah beberapa wawasan mengenai ilmu makrifat yang ingin dibagikan:
“Hidup ini adalah kematian dan kematian adalah kehidupan.” – Syekh Siti Jenar. Dalam pandangan Jawa, akhirat tidak harus datang setelah alam semesta ini hancur. Akhirat bukanlah tempat, melainkan kondisi yang dialami saat ini, yang tidak terikat oleh waktu, masa lalu, atau masa depan. Hidup yang sejati adalah hidup sepenuhnya di masa kini.
Para sufi percaya bahwa seseorang akan merasakan efek kebangkrutan rohani saat kembali ke alam rohani, yaitu kehidupan setelah kematian. Namun, kebangkrutan rohani juga dapat dirasakan di dunia ini. Akal, dari bahasa Arab “aql,” berarti aktivitas berpikir yang berkesinambungan. Dalam filsafat Yunani, akal dikenal sebagai “Nous.” Menurut Ibnu Sina, yang terpengaruh oleh filsafat Yunani, akal adalah entitas tersendiri yang ditempatkan antara roh dan jiwa.
Terlepas dari perspektif mana yang relevan, akal membantu manusia mencapai kebenaran sejati. Manusia, seperti hewan, memiliki tingkat jasmani dan nafsani, namun berbeda dalam rohani karena manusia memiliki roh yang berasal dari Tuhan.
Secara harfiah, tarekat berarti jalan, seperti syariah, yang berarti jalan menuju oase atau jannah, sebuah taman yang diterjemahkan sebagai surga. Oase, sebagai lambang kehidupan di padang pasir, mewakili kebahagiaan yang ditemukan di tengah kegersangan. Surga, menurut perspektif ini, bukanlah tempat di ujung sana, melainkan sebuah kondisi kebahagiaan yang dicapai melalui jalan agama.
Setiap agama menggambarkan dirinya sebagai jalan menuju kebenaran dan kehidupan. Agama bukan sekadar teori untuk dihafal, melainkan jalan yang harus dilalui oleh setiap individu. Nilai-nilai sejati agama berasal dari kenyataan hidup, keberadaan diri, dan kesadaran sejati, bukan sekadar hafalan ayat.
Syariah, awalnya berarti jalan setapak, namun seiring perkembangan sejarah, artinya bergeser menjadi lebih legalistik dan bersifat lahiriah, sedangkan tarekat lebih bersifat batini. Al-Quran sering menggunakan air sebagai simbol kehidupan, seperti dalam ayat yang menyebut “Maan ghadaqan,” yang berarti air yang melimpah, simbol dari kehidupan bahagia lahir dan batin.
Agama, pada dasarnya, adalah simbol identitas buatan manusia. Namun, ia menjadi jalan menuju Tuhan jika simbol-simbol tersebut dipahami maknanya. Hidayah, wahyu, pencerahan, dan inspirasi adalah cara memahami makna di balik simbol-simbol agama.
Zikir dalam pandangan esoteris adalah jalan menuju alam psikologis dan rohani manusia. Menurut Syekh Siti Jenar, zikir adalah seluruh tindakan yang berhubungan dengan Tuhan, tanpa terikat tempat dan waktu. Zikir terbaik adalah zikir alam semesta, meskipun kita tidak memahaminya secara langsung.
Takwa berarti menjaga keharmonisan dengan sesama dan alam. Dalam keseimbangan ini, alam menjadi sumber kehidupan yang berkelanjutan. Agama yang dikaitkan dengan politik dapat kehilangan fungsinya sebagai jalan damai dan berubah menjadi dogma yang dipaksakan.
Agama adalah agama kenabian, yang diturunkan oleh Tuhan melalui nabi untuk membimbing manusia kembali ke jalan-Nya, bukan untuk menakut-nakuti dengan ancaman. Zikir adalah sikap batin, bukan hanya ritual lahiriah. Dalam Al-Quran, Tuhan dikatakan hadir di mana pun kita berada, sehingga zikir sejati adalah kesadaran akan kehadiran Tuhan di dalam diri.
Menjadi Muslim tidak harus menjadi Islam Timur Tengah, menjadi Kristen tidak harus Kristen Eropa, dan seterusnya. Kebenaran agama tidak harus merubah jati diri bangsa. Agama adalah jalan hidup, bukan dogma yang kaku. Zikir yang sebenarnya bersifat pribadi dan rahasia, menghayati kehadiran Tuhan di dalam hati kita.
Untuk mendapatkan ilmu sejati, manusia harus bebas dari pamrih, memiliki pikiran yang jernih, bebas dari ketakutan dan kecemburuan, serta menyatu dengan hati sehingga tidak ada konflik batin. Dalam keadaan sepi dan tenang inilah ilmu sejati mengalir dari kedalaman diri, sebagaimana dikutip dari Achmad Chodjim mengenai kedalaman zikir.