Pertama, terlalu banyak materi atau subjek yang salah.
Indonesia memiliki dua belas mata pelajaran di sekolah menengah atas dan sekolah menengah atas. Sebandingkan dengan tujuh mata pelajaran rata-rata di Amerika Serikat. Matematika, bahasa Inggris, IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi), bahasa asing, seni, dan olahraga.
Ben Mark’s answer to How many subjects do American high school students have?
Lebih dari tujuh mapel ya ?
Engga juga. Kalau tahun ini ambil fisika, tahun depan boleh gak usah. Jadi mereka gak belajar fisika tiap tahun.
Rata rata siswa SMA di Amerika belajar fisika dan kimia selama setahun, biologi selama 2 tahun. Bandingkan dengan di Indonesia yang belajar fisika, kimia dan biologi selama 3 tahun ( untuk kelas IPA ).
Mereka tidak ada pelajaran agama dan moralitas seperti PMP / PPKN.
Jahat dong orang Amerika ?
Mungkin. Tapi yang jelas, walaupun penduduknya lebih banyak daripada Indonesia, tapi penjara mereka gak sepadat Lapas disini :
Hapuskan pelajaran agama dan PMP / PPKN, ganti dengan Etika / Tata Krama dan Budi Pekerti.
Karena terbukti pendidikan formal agama di Indonesia tidak bisa mencegah terjadinya kejahatan, tapi malah menambah beban siswa.
Kurikulum pelajaran formal PMP / PPKN yg ada sekarang juga terbukti tidak mampu mencegah radikalisme. Kurikulum pelajarannya loh ya, bukan PMP nya. Tersangka Teroris Lulusan Pesantren Darus Syahadah
Sebagai penggantinya, ajarkan etika dan budi pekerti dalam keseharian siswa di sekolah. Secara tidak formal saja. Seperti misalkan Guru menekankan pentingnya saling menghormati antar siswa dalam setiap kegiatan di kelas. Dalam setiap pelajaran apapun juga guru selama 3 menit menyampaikan ajaran etika dan budi pekerti kepada muridnya, disertai contoh dan tauladan dari guru itu sendiri. Tiru Jepang.
Pendidikan Dasar di Jepang Ternyata Fokus pada Dua Pokok Ini
Kenapa bisa begitu banyak mata pelajaran di Indonesia ?
Sebab para perancang kurikulum di Indonesia beranggapan bahwa semakin banyak pelajaran, maka akan semakin cerdas siswanya. Selain itu ada anggapan supaya bisa seimbang kepintarannya dalam segala aspek kehidupan.
“Untuk ‘mengejar ketertinggalan’ kita dari bangsa maju.” , demikianlah kata para pejabat di zaman Orde Baru.
Ini ibarat membesarkan anak. Supaya anak cepat besar, maka diberikanlah anak itu makan sehari 5 kali. Bukannya sehat dan cepat besar, tapi malah muntah dan sakit.
Kedua ( impilasi dari kesalahan pertama ), salahnya adalah materi terlalu padat dan dalam sehingga tidak menarik dan kurang jelas.
Misalkan pelajaran matematika bab turunan. Kalau siswa di Amerika, mereka akan belajar secara panjang lebar dan tidak terburu buru tentang topik ini. Dasar materi / teori ditanamkan secara kuat, setelah itu baru belajar perhitungannya lebih lanjut. Hasil akhirnya siswa bisa menjawab soal dengan benar dan mengerti apa yg dikerjakan.
Sedangkan di Indonesia dasar materi dibahas hanya sepintas saja. Supaya cepat bisa belajar perhitungan lanjutnya. Para guru dikejar target waktu yg singkat padahal materinya terlalu banyak. Tujuannya adalah bisa jawab UNAS ( yang sekarang sudah dihapus ). Hasil akhirnya siswa bisa menjawab soal dengan benar tapi tidak mengerti apa yang dikerjakan. Hapal rumusnya tapi gak tahu darimana asalnya dan kenapa bisa begitu.
Siswa sekolah menengah di Indonesia belajar matematika seperti belajar sejarah yang murni hapalan nyaris tanpa logika. Siswa seperti dijadikan kalkulator hidup. Padahal tujuan pembelajaran matematika tingkat menengah adalah untuk melatih logika, karena pada akhirnya semua rumus tidak akan terpakai dalam kehidupan ( kecuali Anda bekerja sebagai guru, insinyur atau ilmuwan ).
Ketiga ( impilasi dari kesalahan pertama dan kedua), jam belajar terlalu panjang dengan beban belajar yg berat.
Rata rata siswa SMP dan SMA di Indonesia masuk jam 7 pagi pulang jam 2 siang. Ada yang bahkan lebih dari itu. Belajar kadang lebih berat daripada kerja di kantor untuk jumlah jam yang sama.
Tapi di Amerika kan siswa masuk jam 8 pulang jam 4.30 ?
Betul. Tapi mereka belajar santai koq. Pulang masih seger n ceria. Tiffany Tong’s answer to How many classes does an American high school student usually have in a day?
Teddy tau darimana siswa di Amerika belajarnya gampang dan santai ?
Saya pernah diceritain sama orang Indonesia yang sekolah di Amerika. Bahkan kata dia, kalau semua anak Amerika sekolah di Indonesia, bakalan banyak yang gak naik kelas dikarenakan beban belajar disini yang terlalu berat.
Keempat, untuk pelajaran fisika dan kimia, penekanannya terlalu banyak pada analisa kuantitatif / perhitungan matematis.
Padahal fisika dan kimia adalah ilmu pengetahuan alam, bukan matematika. Jadi yang harus diutamakan adalah pemahaman akan hukum alam. Baru setelah itu analisa kuantitatif. Jika Anda bisa menjelaskan bagaimana proses terjadinya hujan, maka itu berarti Anda paham salah satu hukum fisika.
Mengapa hal ini bisa terjadi ? Sebab materi ujiannya hampir semuanya perhitungan matematis. Jadi mau tidak mau guru ya mengarahkan muridnya untuk belajar perhitungan fisika dan kimia saja.
Bahan yang padat dan waktu yang sempit, membuat guru terpaksa mengajarkan cara menjawab soal secara matematis saja tanpa pemahaman hukum dasar yang memadai.
Akibatnya, terjadi penurunan minat siswa terhadap pelajaran fisika dan kimia. Padahal ilmu ini mestinya bisa disajikan menarik bagi kebanyakan orang.
Makanan apapun yang paling Anda sukai, jika Anda diharuskan makan dalam jumlah yg banyak dan dalam waktu yang singkat, tentu akan membuat rasanya jadi tidak enak lagi kan ?
Kelima, standar nilai minimum yang terlalu tinggi untuk semua mata pelajaran.
Minimal nilai ulangan adalah 75. Ada sekolah yang 77. Kalau ada lebih dari 2 pelajaran yang nilainya kurang dari standar maka tidak naik kelas siswanya. Kalau ada 1 saja pelajaran peminatan yang nilainya kurang, maka tidak naik kelas.
Keenam, adanya anggapan, bahwa pelajaran yang baik itu adalah yang sulit.
Ini adalah pelajaran matematika kelas 2 SD di salah satu sekolah swasta di Surabaya. Anda gak percaya ? Sama, saya juga tidak. Saya dapat foto ini dari salah satu orangtua murid. Ini buku anaknya yang kelas 2 SD.
Makin sulit pelajaran = makin keren. Awalnya paradigma ini ada di pelajaran matematika, fisika dan kimia, kemudian menular ke semua mata pelajaran. Sebab guru lain gak mau diremehin.
Coba aja Anda lihat buku pelajaran bahasa Indonesia SMA yang sekarang. Bisa ngerti gak? Soal bahasa Indonesia sekarang bisa lebih sulit dibandingkan soal bahasa Inggris tahun 80 – 90 an.
Saya juga pernah liat materi pelajaran biologi di salah satu SMA swasta di Surabaya, kalau bagi saya sih itu bahan kuliah mahasiswa kedokteran.
Ketujuh, salahnya pemerintah mewajibkan belajar minimal 12 tahun.
Puan Maharani: Wajib Belajar 12 Tahun Dimulai Juni 2015
Mayoritas orang tidak bertipe akademik. Ada orang yang berbakat olahraga, ada yang pedagang, ada yang seniman. Mereka ini gak butuh sekolah menengah atas untuk bisa sukses. SD saja cukup bagi mereka.
Sebenarnya pemerintah cukup memberlakukan wajib belajar 6 tahun saja. Sebatas bisa membaca dan berhitung. Itu sudah cukup untuk menjalani hidup. Bagi yang mau lanjut sekolah ya silakan, tapi kalau gak mau jangan dipaksa.
Toh bagi yang gak niat sekolah dikarenakan sistem yang jelek ini, setelah lulus SMA juga gak tau apa apa.
Kedelapan, pembuat keputusan strategis pendidikan di Indonesia adalah bukan orang pendidikan.
Yang saya maksud orang pendidikan adalah dosen di fakultas pendidikan dan ilmu keguruan.
Pokoknya asal udah bergelar Profesor maka dijadikanlah menteri pendidikan. Gak peduli profesornya di bidang mesin atau elektro atau yang lainnya.
Bagaimana kurikulum yang berkualitas menurut saya ?
- Yang santai tapi serius. Tidak membebani siswa secara berlebihan. Yang bisa mengembangkan potensi siswa dengan baik. Yang menarik sehingga membuat siswa menjadi senang belajar.
2. Yang tidak menghabiskan waktu dan tenaga siswa. Karena masa kecil dan remaja tidak akan terulang lagi loh. Jadi siswa harus diberikan cukup waktu untuk bermain dan bersosialisasi.
Jangan menyalah artikan kata kata saya barusan !!!
Bagi yang mau belajar keras ya silakan. Yang penting anak yang tidak suka belajar jangan dipaksa. Cari bakatnya yang lain apa. Kalau dia suka masak ya mendingan belajar masak aja.
3. Yang tidak ada pelajaran yang gak perlu.
Pelajaran apa yang tidak perlu ?
Pelajaran yang siswa tidak suka
Siswa tertentu menyukai bahasa, tetapi siswa lain tidak menyukai matematika. Itu benar. Dia hanya belajar matematika sebatas bisa berhitung. Sisa waktunya digunakan untuk belajar bahasa, bahasa apa pun yang dia suka. Sekolah tidak menentukan.
Pada dasarnya, delapan hal yang saya sebutkan di atas perlu diperbaiki.