Ada banyak. Secara ringkas, itulah kehidupan rata-rata seorang anak dari keluarga yang memiliki ekonomi di level atas—bukan menengah ke atas.
Saya pernah menulis di Quora beberapa waktu lalu tentang salah seorang mantan klien saya yang anak dari keluarga yang kaya raya. Orang tuanya bersiap untuk membangun rumah sakit saat dia kuliah kedokteran. Jadi dia tidak perlu repot-repot melamar ke berbagai RS lagi setelah lulus.
Salah satu teman saya lainnya adalah ayah dari sebuah universitas swasta terkenal di Jakarta. Teman saya, yang lulus dari Melbourne dengan gelar S1, langsung diangkat menjadi salah satu direktur universitas. Dia tidak pernah berusaha membuat CV.
Ada pula teman saya yang lain, keponakan salah satu mantan orang nomor satu di Wkwkland. Yang ini lebih luar biasa lagi. Sampai detik ini, dimana dia seusia saya, tak pernah sekali pun merasakan namanya bekerja. Kegiatannya sehari-hari cukup antar-jemput Mama, melukis, yoga, dan mengatur OOTD. Dan tetap bisa beli Prada setiap bulan.
Jadi apa benang merahnya? Mereka-mereka ini, pada dasarnya memang hidup di dunia yang berbeda. Semacam dalam bubble yang melindungi mereka dari the rest of population.
Banyak dari mereka sudah mengalaminya sejak kecil. Selain itu, tidak tanpa tujuan. Keluarga kelas atas tidak memiliki pemikiran yang sama dengan kita-kita, yang sibuk mencari diskon gratis ongkir saat berbelanja di pasar. Berbedanya jauh sekali, Kak.
Mereka mendidik anak-anak mereka sebagai aset. Entah dalam bentuk penerus bisnis keluarga, penerus dinasti politik, atau justru added value yang bisa memperluas kekuasaan di masa mendatang (contoh: dinikahkan dengan anak keluarga level atas lain).
Tidak pernah makan, melihat anak-anak kaya yang tampangnya buruk, atau kuliah di universitas ruko? Wanita biasanya bening seperti berlian, sedangkan pria biasanya lucu dan berpendidikan tinggi. Itu karena mereka adalah aset keluarga yang dipoles untuk memenuhi perannya.
Nggak pernah kan lihat orang dengan penampilan seperti ini ngelamar kerja ke kantor kamu jadi staff finance?
Untuk memenuhi tuntutan peran itu, campur tangan keluarga memang penting sekali. Nggak mungkin kan, anak pejabat A yang rencananya mau dinikahkan dengan anak pejabat B, kepergok kerja jadi sales lapangan di PT Apasih Itu Gatau Utama? Bisa anjlok daya tariknya, mau ditaruh mana muka bapak dan ibunya? Lebih baik si anak dicarikan kerjaan yang posisinya nggak malu-maluin kalau dijadikan bahan obrolan dengan sesama pejabat saat sedang main golf bareng. Kan lebih enak ngobrolnya kalau bisa bilang
Iya Jeng, anakku tuh lho habis lulus dari Ozzy sekarang lagi jadi GM di xxxx (insert Dad’s company’s name).
daripada
Iya Jeng, anakku tuh lho habis lulus dari Ozzy sekarang lagi jadi staf admin di PT Antah Berantah Cihui.
Jadi, jika Anda bertemu dengan seseorang yang sejak kecil hidupnya seperti berada di nirwana keluarga, Anda tidak perlu terheran-heran atau terheran-heran. Alam mereka sangat berbeda dengan kita.
Selain itu, gaya hidup mereka bukan berarti mereka akan tumbuh menjadi individu yang gagal atau tidak mandiri di kemudian hari. Itu adalah cara untuk hidup di dunia mereka. Tidak dapat dipahami karena kita sangat berbeda.
Ada saat-saat ketika melihat mereka membuat kita ingin bersumpah untuk meratapi nasib kita, tetapi bagaimana lagi? We simply live outside the bubble.