Apakah kamu punya cerita mistis di gunung?
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Seorang pendaki gunung pada September 2019 berkesempatan untuk mendaki gunung Semeru bersama 4 kawannya. Mereka berangkat dari Semarang dan sampai di Malang mereka bertemu dua pendaki lainnya sehingga mereka melakukan pendakian bersama 7 orang.
Tapi pengalaman horror yang dirasakan mereka justru saat mereka sudah menuruni gunung Semeru. Begini ceritanya:
Perjalanan turun terbagi jadi 2 kelompok, 2 teman turun duluan berlari karena mereka ingin mencari jeep untuk ke Malang kota sebelum terlalu malam. Dan 5 orang sisanya harus membawa lemak dan perut selain tas carrier sehingga tidak bisa mengikuti laju ringan kaki mereka.
Cerita horor dimulai ketika kami sampai di Pos 1, setelah maghrib. Ketika mendaki siang hari kami membeli semangka dari penjual disini. Tapi ketika turun penjual sudah pulang dan hanya tinggal pos saja tanpa orang. Perjalanan turun yang tanpa henti dari Ranukumbolo membuat kami lelah dan beristirahat di pos 1 . Sambil bergurau salah satu teman saya, sebut saja namanya Rian berceletuk …
“Bu, beli semangka 1 buk…”
Melihat kondisi pos yang kosong, dan rian yang duduk di dalam atap pos kami menimpali bercandaannya.
“Itu yan, semangka pesenanmu dibelakang diambil”
Kami tertawa-tawa, tapi takut juga sebenarnya. Akhirnya kami memutuskan bergegas turun saja, sebelum keburu malam. Perjalanan dilanjutkan dalam keadaan gelap ditemani lampu headlamp karena kami tidak membawa baterai cadangan, hanya 3 dari 5 yang menyala. Kita bagi di depan tengah dan belakang. Mungkin, penjual semangka itu beneran mengikuti kita, sejak saat itu kondisi menjadi mencekam. Jadi, rasa yang saya rasakan seperti ketika kita akan menyampaikan orasi atau pidato dalam sebuah pemilihan dimana banyak orang menatap sinis kepada saya.
Setelah itu, perjalanan turun dari pos 1 ini terasa sungguh lama. Bahkan lebih lama dibandingkan turun dari ranukumbolo ke pos 1. Ketika mendaki pun, dari Basecamp ke Pos 2 saja dengan semangat kita bisa menempuhnya 1 jam 50 menit. Terhitung sudah satu jam berjalan dari pos 1 kok ga sampai-sampai basecamp ini. Aku merasakan perjalanan yang berputar-putar, maksudku kok dirasa-rasa udah muterin ini juga tadi. Karena aku lihat ya bentuk pohon yang kulewati dalam bayang-bayang gelap ya itu-itu aja.
Setelah itu aku baru memperhatikan jalan yang aku lewati. Aku lihat ke bawah, kiri kanan jalan ada tumpukan kayu, ada tumpukan batu, ada saluran pipa. Lalu aku ingat-ingat dengan baik, kalau nanti melewati tumpukan kayu dikanan jalan yang kaya gini, berarti emang lagi diputer-puter.
Jalanan tak lagi sama, aku melewati jalanan yang berbeda dan akhirnya sampai di Basecamp Ranupane dan kedua temanku sudah menanti dengan jeep yang bersedia menunggu kami turun.
Di Jeep, aku mengungkapkan kegelisahanku ke teman-teman. Mereka merasakan hal yang sama.Tapi, ada satu temanku dia anak merpati putih. Bisa menggunakan energi alam dan debus dikit-dikitlah. Sayang, dia ga punya kepekaan lebih untuk melihat yang tak kasat mata.
“Tadi aku buat lingkaran energi, buat ngelindungin kita di perjalanan turun. Banyak yang coba nabrak dan nembus buat ngeganggu tapi gagal, kalau denger kresek-kresek nah itu abis kepental dari lingkaran energinya”