Tidak ada kewajiban bagi pemilik modal untuk mengganti kerugian setelah kebangkrutan, namun dalam kasus perusahaan BUMN seperti Jiwasraya, pemegang saham juga menjadi korban. Meskipun begitu, keputusan yang diambil seringkali dipengaruhi oleh faktor politik. Contohnya adalah kasus Jiwasraya, di mana negara memilih untuk mengganti kerugian dengan penanaman modal baru, yang pada akhirnya akan dibiayai oleh pajak atau hutang.
Sebenarnya, Jiwasraya memang layak untuk bangkrut karena sudah lama mengalami masalah dan tidak pernah pulih. Para pelaku yang bertanggung jawab pun sudah diadili dan dihukum seumur hidup. Namun, bukannya uangnya diambil dari mereka, malah kita sebagai pembayar pajak dan generasi mendatang yang harus membayar kesalahan Jiwasraya.
Namun, langkah ini diambil karena Jiwasraya merupakan BUMN asuransi terbesar. Jika negara tidak mengganti kerugian, dampaknya bisa sangat buruk bagi seluruh ekosistem asuransi di Indonesia. Padahal, pasar asuransi adalah sumber pendapatan yang besar dan penting. Bagaimana investor asing akan percaya untuk menginvestasikan uangnya di Indonesia jika instrumen penyelamat risiko seperti asuransi sangat tidak dapat diandalkan? Langkah ini diambil semata-mata karena alasan politik. Jiwasraya adalah mesin yang rusak dan gagal, raksasa tua yang hanya dipertahankan karena alasan politik.
Saya memiliki pendapat yang berbeda dengan pemerintah. Bagi saya, Jiwasraya seharusnya dibiarkan bangkrut dengan segala konsekuensinya. Kita harus mengakui kebobrokan kita dan mencari solusi yang lebih mudah, seperti hutang.
Secara singkat, negara tidak memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian, tetapi seringkali alasan politik memaksa negara untuk menambah kerugian itu sendiri.