Bagaimana budaya”Sigajang laleng lipa” suku Bugis?
Share
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Dalam Bahasa Bugis arti Sigajang laleng lipa adalah berkelahi dalam sarung. Orang Bugis-Makassar sangat menjunjung tinggi siri’ na pacce. Siri’ secara harfiah diartikan sebagai rasa malu, sedang pacce adalah empati. Dapat diartikan Orang Bugis sangat menjunjung tinggi rasa malu atau harga diri mereka dan keluarganya.
Sumber: google pictures
Sigajang laleng lipa ini dipraktekan pada masa lalu, apabila menemui situasi yang membuat salah satu nama keluarga tercoreng.
Misalkan ada seorang lelaki bernama B. Dia dituduh telah melecehkan seorang perempuan bernama S dari desa sebelah. Keluarga si S tidak terima dan menuntut si B untuk dihukum. Si B pun tidak terima dengan tuduhan itu karena merasa tidak melecehkan si S.
Nama kedua keluarga itu telah tercoreng. Satu keluarga dituduh telah melecehkan keluarga yang satu, sementara keluarga yang satu merasa tidak merasa melakukannya. Tuduhan keluarga S tidak bisa dibuktikan, tapi mereka juga tidak mau menyerah begitu saja dan tetap pada tuduhannya.
Maka setelah melalui rembuk adat, diputuskan bahwa si B akan mempertahankan harga dirinya dari tuduhan melecehkan S. Sementara itu di keluarga S ditunjuk K sebagai anak lelaki tertua keluarga itu untuk tetap menegakkan harga diri keluarga tersebut.
B dan K kemudian masing-masing dibekali badik (senjata khas Bugis-Makassar) dan dimasukkan ke dalam sarung. Sebelumnya mereka akan menjalankan beberapa ritual yang dipimpin oleh Bissu (pendeta Bugis). Mereka berada dalam satu sarung yang sama, dan kemudian setelah ada aba-aba mereka akan mulai saling menyerang, menusuk, menikam, dan membacok. Hasil dari perseteruan ini akan memutuskan siapa yang nama baik keluarganya tetap terjaga.
Saat ini sigajang laleng lipa sudah tidak dipraktikkan lagi dalam keseharian orang Bugis-Makassar. Mungkin karena dianggap sangat sadis dan tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman sekarang. Namun, sigajang laleng lipa masih dijaga sebagai salah satu peninggalan budaya dalam bentuk pentas seni. Pentas seni yang tentu saja tidak lagi menumpahkan darah para pemerannya.