Memahami apa itu Kesadaran
Sebenarnya, ada banyak sumber yang dapat Anda baca; tidak ada yang benar atau salah; hanya tingkat pemahaman yang berbeda. Menurut pendapat saya, kesadaran adalah eksistensi “Aku” sebagai inti dari diri kita. “Aku” di sini adalah individu yang memiliki kemampuan untuk merasakan perasaan, memahami, dan mengalami semua yang ada di dalam diri kita maupun di luar diri kita. “Aku” bukanlah bentuk fisik yang kita gunakan saat ini, tetapi adalah sesuatu yang lebih luas yang melihat apa yang sedang kita alami.
Dalam Kesadaran selalu mengandung 2 unsur yaitu eksistensi dan kemampuan. Semakin tinggi tingkat kesadaran suatu jiwa, maka eksistensi “Aku” akan berada pada tingkat dimensi yang berbeda dan kemampuan dari “Aku” tentu saja menyesuaikan dengan tingkat dimensi tersebut. Ini ada korelasinya dengan Warna Jiwa sebagai indikator tingkat kesadaran jiwa kita. Semakin tinggi warna jiwa/ kesadaran kita , semakin tinggi juga pengetahuan dan kemampuan yang bisa diakses. Kemampuan dan pengetahuan ini tentu saja bukan yang dimiliki manusia namun yang dimiliki jiwa dan Rohnya.
Saya akan ambil contoh dari 2 tokoh ini yaitu Yesus,tokoh dalam Kekristenan dan Syekh Siti Jenar, tokoh sufi. Yesus pernah mengatakan “Akulah jalan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun menemui Bapaku tanpa melalui Aku” dan Syekh Siti Jenar mengatakan “Aku adalah Allah”.Di sinilah sebenarnya ” Aku” adalah sebuah kesadaran, bukan merujuk pada sebuah pribadi manusia yang fana, dan Tuhan/ Allah Bapa adalah bentuk kesadaran tertinggi. Makanya dalam salah satu kitab suci dituliskan Allah sebagai Aku adalah Aku ( I am who i am).
Kesadaran Rendah Vs Kesadaran Tinggi
Kesadaran Tinggi seringkali disebut Kesadaran Ilahi atau Kesadaran Kristus/ Buddha/ Nur Muhammad dan sebagainya. Kesadaran Tinggi adalah kesadaran yang didasari oleh vibrasi cinta kasih yang selaras dengan jalan Tuhan. Kesadaran ini bisa dicapai dengan cara melepaskan diri dari konsep dualisme dan keterikatan dengan ego duniawi. Dengan memiliki kesadaran ini, maka kita akan menyatu dengan Sang Pencipta, sehingga tidak akan ada ilusi keterpisahan.
Kesadaran Rendah seringkali disebut sebagai Kesadaran AntiKristus atau kesadaran non ilahi, yaitu kesadaran yang didasari oleh ketiadaan akan sifat-sifat Tuhan yaitu cinta kasih. Kesadaran ini yang mengakibatkan kita mengalami ilusi keterpisahan dengan Sang Ilahi. Dengan memiliki kesadaran rendah, maka seluruh pikiran dan perbuatan yang kita lakukan tidak lagi didasari oleh cinta, namun ego pribadi. Kesadaran inilah yang membuat kita merasa sebagai pribadi/eksistensi yang terpisah dengan Tuhan kita, merasa sebagai makhluk yang inferior dan Tuhan serasa adalah sesuatu yang sangat jauh untuk dicapai.
Manusia haruslah memiliki kesadaran bahwa kita adalah bagian dari Sang Sumber itu sendiri, yang berarti bahwa Tuhan itu bukanlah entitas yang terpisah dari kita, semua yang kita pikirkan, ucapkan dan lakukan semuanya terkoneksi dengan Tuhan. Kita adalah eksistensi yang menjatuhkan dirinya untuk “berperan” sebagai manusia ke dimensi ketiga.
Manusia yang memiliki kesadaran rendah, rentan sekali terjerumus kepada godaan iblis. Manusia-manusia seperti ini tidak memiliki perlindungan Ketuhanan, sehingga rawan diserang oleh serangan yang dilakukan entitas negatif. Oleh sebab itu saya sering mengatakan, ketika seseorang mengalami gangguan ghaib negatif, pertama kali yang dilakukan adalah balik ke Tuhan. Percaya dan yakin bahwa Tuhan adalah satu-satunya pelindung kita.
Namun sayangnya, banyak yang tidak mampu memahaminya. Mereka percaya bahwa melakukan upacara ibadah atau doa sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing harus membawa mereka kembali ke Tuhan, tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Di sini, kembali ke Tuhan memerlukan kesadaran tinggi dan cinta, bukan hanya ritual. Ritual hanyalah alat untuk mengarahkan hati; fokuslah pada hatimu daripada ritualnya. Anda tidak perlu berdoa seratus kali setiap hari; sebaliknya, gunakan doa-doa itu untuk menggerakkan hati Anda. Mudah-mudahan saudaraku yang tercinta dapat memahami ini.
Jadi, sebagai manusia yang belajar di dunia ini, mereka memiliki kebebasan untuk memilih, belajar lebih banyak atau lebih sedikit. Setiap keputusan pasti memiliki konsekuensi. Manakah yang akan dipilih oleh saudaraku?