Banyak artikel menyebutkan bahwa milenial dan generasi berikutnya mungkin menghadapi kesulitan dalam membeli properti. Apakah ini benar?
Dalam artikel ini, saya akan memberikan panduan tentang cara membeli rumah untuk kalangan muda, dengan fokus pada manajemen perencanaan keuangan. Sebagai seseorang yang bekerja di bidang HR sekaligus perencana keuangan, saya berharap artikel ini dapat memberikan wawasan yang berguna.
Saya membeli rumah pertama saya saat berusia 27 tahun. Ini adalah rumah pertama yang saya beli dengan hasil kerja keras saya sendiri. Rumah tersebut berukuran 70/120 dan harganya sekitar IDR 1,1 miliar, terletak di Kota Hujan. Saya memilih untuk tinggal di luar Jakarta karena faktor kenyamanan, meskipun saya bekerja di Jakarta dan merasa tinggal di kota yang sama akan sangat membebani. Saya membeli rumah pertama dengan skema KPR selama 7 tahun, dan kini rumah tersebut sudah lunas. Proses ini memerlukan perencanaan finansial yang serius. Saya mulai bekerja pada usia 22 tahun sebagai Management Trainee, dan lima tahun kemudian saya menduduki posisi sebagai Manager di salah satu perusahaan multinasional (MNC). Kondisi keuangan saya baik dan sehat. Sejak awal bekerja, saya sudah mulai menabung untuk uang muka rumah pertama, yang memakan waktu total 7 tahun.
Setelah rumah pertama lunas, saya membeli unit rumah kedua di perumahan yang sama namun di cluster yang berbeda. Kali ini, tujuan saya adalah investasi. Dengan kompensasi dan gaji yang baik dari perusahaan MNC, serta bonus kinerja hingga lima kali gaji setahun plus THR, saya merasa aman untuk berinvestasi di properti. Rumah kedua yang saya beli berukuran lebih kecil, tipe 36/80 dengan harga sekitar IDR 750 juta, dan saya mencicilnya selama 3 tahun hingga lunas.
Seiring dengan karir yang semakin berkembang dan posisi saya yang kini berada di level V di salah satu MNC global, saya memutuskan untuk membeli rumah ketiga dengan harga dua kali lipat dari kedua rumah sebelumnya. Rumah bergaya industrial minimalis di kawasan Sentul City ini harganya IDR 2,2 miliar, dan saya mencicilnya selama 3 tahun dengan uang muka yang besar untuk mengurangi angsuran bulanan. Setelah rumah kedua lunas, saya menggunakan dana sisa untuk membayar rumah ketiga ini. Saya bukan tipe orang yang mengambil risiko besar dalam pengelolaan keuangan; saya selalu memastikan perhitungan yang matang sebelum mengambil pinjaman baru dan tidak akan pernah berani mengambil pinjaman tambahan sebelum pinjaman yang ada selesai.
Banyak artikel menyebutkan bahwa milenial dan generasi berikutnya mungkin akan kesulitan membeli properti. Apakah ini benar?
Dalam artikel ini, saya akan memberikan panduan tentang bagaimana membeli rumah untuk kalangan muda, dengan fokus pada perencanaan keuangan. Sebagai seseorang yang berperan sebagai HR sekaligus perencana keuangan, saya berharap artikel ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat.
Saya membeli rumah pertama saya pada usia 27 tahun, sebuah properti yang saya beli dengan hasil kerja keras sendiri. Rumah tersebut berukuran 70/120 dan harganya sekitar IDR 1,1 miliar, terletak di Kota Hujan. Saya memilih untuk tinggal di luar Jakarta untuk kenyamanan, meskipun saya bekerja di Jakarta. Saya membeli rumah ini melalui KPR dengan tenor 7 tahun, dan kini rumah tersebut sudah lunas. Proses ini memerlukan perencanaan keuangan yang cermat. Saya memulai karir pada usia 22 tahun sebagai Management Trainee, dan lima tahun kemudian menjadi Manager di sebuah perusahaan multinasional (MNC). Dengan kondisi keuangan yang baik, saya mulai menabung untuk uang muka rumah pertama, yang memakan waktu 7 tahun.
Setelah rumah pertama lunas, saya membeli rumah kedua di perumahan yang sama namun di cluster yang berbeda sebagai investasi. Dengan gaji dan kompensasi yang baik dari perusahaan MNC, serta bonus tahunan hingga lima kali gaji plus THR, saya merasa aman untuk berinvestasi. Rumah kedua yang saya beli berukuran 36/80 dengan harga sekitar IDR 750 juta, dan saya mencicilnya selama 3 tahun hingga lunas.
Dengan karir yang semakin berkembang dan posisi saya saat ini di level V di sebuah MNC global, saya memutuskan untuk membeli rumah ketiga. Rumah ini, yang bergaya industrial minimalis di Sentul City, harganya IDR 2,2 miliar. Saya mencicilnya selama 3 tahun dengan uang muka besar untuk mengurangi angsuran bulanan. Setelah rumah kedua lunas, saya menggunakan dana sisa untuk membayar rumah ketiga ini. Saya tidak mengambil risiko besar dalam pengelolaan keuangan; setiap pinjaman baru harus diperhitungkan matang-matang dan tidak diambil sebelum pinjaman sebelumnya selesai.
Bonus tahunan yang saya terima dari perusahaan MNC sangat baik, rata-rata 4–5 kali bonus tahunan ditambah THR. Semua bonus dan THR saya alokasikan untuk investasi dan tidak untuk konsumsi. Biaya hidup saya sepenuhnya bergantung pada gaji.
Berikut adalah beberapa tips pengelolaan keuangan yang saya terapkan:
- Pahami Kebutuhan dan Keinginan
Selalu pertimbangkan dengan bijak apakah sesuatu benar-benar diperlukan atau hanya keinginan. Misalnya, ketika banyak teman saya membeli perangkat Apple yang mahal, saya memilih perangkat dengan harga lebih murah namun fungsinya sama, yang menghemat biaya sekitar 13 juta. - Kelola Keuangan dengan Prinsip 10:20:30:40
Sisihkan uang untuk tabungan sebelum pengeluaran. Jika tidak memiliki cicilan, alokasikan seluruh persentase tabungan sesuai prinsip ini. - Kurangi Konsumsi yang Tidak Perlu
Hindari pengeluaran yang tidak penting, seperti sering nongkrong atau membeli barang-barang yang tidak mendukung tujuan keuangan Anda. Misalnya, menghabiskan IDR 100 ribu per kali nongkrong, dalam sebulan bisa mencapai IDR 1,2 juta. - Pelajari Instrumen Investasi
Mulailah belajar tentang investasi yang aman untuk mendukung target jangka panjang Anda. Pilih instrumen investasi berdasarkan sumber yang terpercaya. - Jangan Terlalu Memikirkan Gaya
Berhati-hatilah agar gaya hidup tidak menyimpang dari pendapatan Anda. Hindari penampilan yang mewah jika kondisi keuangan tidak mendukung. Fokus pada kebutuhan dan kondisi finansial Anda sendiri.
Akhir kata, setiap orang memiliki tujuan dan kemampuan finansial yang berbeda. Ukur kemampuan Anda sebelum membeli properti. Memulai dengan properti kecil terlebih dahulu tidak masalah, dan jika sudah memiliki dana lebih, baru pertimbangkan membeli yang lebih besar.
Selain gaji dan bonus, saya juga memiliki sumber pendapatan pasif yang membantu sekitar 20%. Namun, kunci utama adalah pengelolaan finansial yang baik dan menyesuaikan dengan tipe, harga, dan lokasi rumah yang sesuai dengan keuangan Anda. Jangan memaksakan diri untuk mengikuti pencapaian orang lain. Setiap individu memiliki kemampuan finansial yang berbeda. Mulailah dari yang kecil tapi terukur dan terencana!