Oh, tidak bisa. Uang untuk investasi saham juga disimpan di bank kustodian. Bank juga yang mengurus uang Anda meskipun Anda sudah memasukkannya ke perusahaan sekuritas.
Tapi begini, dalam pertanyaan ini keadaannya tidak mungkin terjadi, jadi ini hanya asumsi saja.
Jika semua uang tabungan di bank dialihkan ke saham. Asumsinya, orang-orang ini memiliki uang di luar itu untuk bertahan hidup ya. Maka yang akan terjadi adalah harga saham akan naik dengan cepat, kemudian turun, naik lagi, dan begitu seterusnya.
Suplai saham itu terbatas dan tetap selama tidak ada IPO atau right issue. Jumlah saham yang beredar di pasar dan dapat diperdagangkan di pasar sekunder itu tetap. Misalnya, saham X yang beredar di pasar sebanyak 100 juta saham, maka 100 juta saham itu juga yang diperdagangkan setiap hari. Jika dari 100 juta saham itu tidak ada yang dijual, alias dipegang oleh investor, maka tidak ada transaksi. Meskipun harganya dinaikkan sampai auto rejection atas (ARA), jika tidak ada yang menjual maka tidak ada transaksi. Itulah mengapa harga bisa naik terus tanpa ada transaksi.
Mengapa tidak habis? Karena tidak ada yang “makan” saham. Jumlahnya tetap, hanya harganya yang berubah. Seperti Bitcoin, jumlahnya sudah ditetapkan sejak awal. Untungnya, di Bitcoin bisa membeli pecahannya. Sedangkan di saham, sudah ditetapkan transaksi minimal 1 lot atau 100 lembar saham.
Kalau investor menambah jumlah uang untuk membeli saham, tetapi jumlah saham tetap, maka harga saham akan naik. Namun, harga saham juga bisa turun jika tidak ada minat dari orang-orang untuk membeli saham tersebut. Jika investor menjual sahamnya namun tidak ada yang mau membeli, maka dia akan menurunkan harga saham tersebut. Jika masih tidak ada yang mau membeli, maka harga saham akan terus turun karena tidak ada minat dari pembeli.