Pada Maret 2016, aku menyimpan tangkapan layar chat ini sebagai wallpaper hp, setidaknya sampai wawancaraku selesai pada waktu itu. Chatting ini berisi dukungan kakakku terhadapku, yang sedang berjuang mencari beasiswa ke Rusia.
Dengan modal bismillah dan uang saku yang terbatas, aku berangkat sendirian ke Jakarta untuk mengikuti wawancara beasiswa. Jaraknya cukup jauh untuk seorang pelajar aktif SMA tingkat akhir seperti aku. Aku harus bolos selama 4 hari dari sekolah yang saat itu sangat serius, dua minggu menjelang Ujian Nasional.
Sebenarnya, aku tidak siap untuk wawancara itu. Aku hanya mengandalkan nekat dan arahan dari kakakku, Wibisono Y. Prastia, yang telah banyak berbagi pengalamannya denganku. Saat aku tiba di gedung tempat wawancara, banyak mahasiswa dan siswa SMA dengan kacamata, buku, dan didampingi guru serta orang tua mereka. Aku datang tanpa pendamping.
Apakah aku merasa minder? Tentu saja, rasa percaya diriku turun drastis dan pikiranku kacau. Aku hanya mengingat arahan dari kakakku untuk tarik napas dan tetap tenang. Akhirnya, tibalah giliranku untuk dipanggil. Dua orang dari Rusia duduk di depanku dengan pertanyaan-pertanyaan berbahasa Inggris yang, jujur saja, jika aku bisa membeli pertanyaan-pertanyaan itu, mungkin aku akan membelinya. Setidaknya, aku bisa mempersiapkan jawaban terbaik.
Ada satu pertanyaan yang menurutku cukup adil, yaitu mengapa aku datang ke Jakarta sendirian. Interviewer bertanya, “Ferdi, mengapa kamu datang ke Jakarta sendirian? Bukankah setiap siswa di sini bersama pendampingnya?”
Jawabanku adalah, “Izinkan saya beralasan, Pak. Karena saya menyadari bahwa jika nanti saya berada di Rusia, saya harus mandiri tanpa ada siapa-siapa. Ini adalah cara saya menunjukkan kepada Bapak dan Ibu bahwa saya cukup mandiri untuk tinggal di Rusia.”
Aku sangat optimis melihat respon mereka yang tersenyum, dan aku melihat mereka menandai namaku dengan angka plus 5 di samping nama akhirku. Di akhir wawancara, mereka membisikkan kepadaku, “Ferdi, kami izinkan kamu belajar di Rusia secara gratis.”
Aku langsung melompat dan mencium tangan mereka, seperti yang biasa kulakukan kepada orang tuaku (meskipun dalam budaya Rusia, ini tidak umum). Hehehe, semua itu kulakukan karena aku sangat bahagia. Hari itu, salah satu hari paling bahagia dalam hidupku. Setiap ujian yang kita hadapi pasti ada hikmahnya di baliknya.