Saya minta maaf kepada penanya jika saya tidak menjawab pertanyaan Anda, karena saya percaya ini adalah pertanyaan yang salah. Saya menulis dan menjawab sesuai dengan pendapat dan keyakinan saya.
Pertama. Kita adalah warga negara Indonesia. Jadi kepentingan utama dan mendasar yang kita pikul adalah kepentingan negara dan bangsa Indonesia.
Kedua. Pertarungan hegemoni global antara AS vs China. Bukanlah pertandingan sepak bola dimana kita adalah pendukung salah satu pihak.
Dalam pertandingan sepak bola resiko kita paling-paling hanya dicaci-maki pendukung lawan ditambah babak belur dilempari botol minuman dan jika lagi sial masih ditambah hujan bogem mentah pendukung lawan.
Namun, nasib bangsa dan negara adalah korban dari konflik hegemoni ini. Dalam kasus Huawei, misalnya. Berapa banyak negara yang mendukung tuntutan Amerika Serikat untuk menghentikan Huawei menggunakan teknologi 5G? Hanya tiga negara sampai saat ini: Australia, Jepang, dan Kanada. Negara-negara sekutu Amerika Serikat lainnya, seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italy, Belanda, Yunani, Spanyol, dan lainnya, serta Israel dan Selandia Baru, memilih untuk menentang.
Mengapa? Karena mereka tidak mau ketinggalan teknologi IT yang terbaru yang akan sangat menentukan masa depan negara dan bangsanya.
Apalagi AS yang mengklaim telah berhasil dengan 5G tidak kunjung menunjukkan buktinya. Kemungkinan besar yang diklaim sebagai 5G adalah 4G Lite. Australia adem ayem saja sehingga mayoritas penduduknya masih memakai 3G dan rakyatnya (tidak semua) paranoid ketakutan the yellow peril.
Teknologi 5G adalah sebuah revolusi, sebuah lompatan kemajuan yang merubah seluruh kehidupan manusia yaitu dalam penerapan AI bagi otomatisasi dunia industri, medis, industri perkapalan, agriculture, manajemen perusahaan, rumah sakit, militer dsb termasuk dalam kehidupan kita sehari-hari. Dua gambar dibawah ini adalah contoh penerapan AI dalam pertanian dan gambar ketiga di restoran. Gambar ini diambil di China karena China menerapkan AI dan 5G secara intensif.
Drone dipertanian tsb selain menyiram juga melakukan scanning data kondisi kesehatan tiap tanaman secara individual. Tidak hanya itu, drone itu juga memantau kondisi kesehatan tanah apakah cukup sehat? Atau kurang diairi? Atau kekurangan Nitrogen? Artinya, drone yang dilengkapi AI ini mampu melakukan multi-tasking jauh berbeda dengan drone biasa yang hanya single-tasking. Seluruh proses multi tasking ini hanya mungkin dengan teknologi 5G.
Seluruh informasi tsb dikirim langsung ke laptop yang ditangan petani. Jadi petani segera tahu secara persis kondisi kesehatan tanamannya secara rinci. Jika ada yang terdeteksi terkena penyakit/hama, si petani segera tahu dimana lokasi yang terkena hama dan hama apa yang menyerang sehingga dia dapat cepat bertindak untuk mengatasinya. Dengan teknik ini kerugian akibat hama akan minimal karena segera dapat diatasi.
Ambillah para sekutu AS pro AS dan mendukung AS. Mereka akan tertutup jalannya untuk mengembangkan 5 G karena teknologi dasarnya 5G ditangan Huawei dan dilindungi paten. Jika teknologi IT mereka tertinggal, bukan tidak mungkin 10 tahun mendatang mereka tertinggal oleh Ethiopia.
Otomatisasi dengan basis IT membuka jalan bagi peningkatan produktivitas ekonomi berlipat ganda. Sehingga mempercepat kemajuan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu ditangan Huawei kini ada seratus lebih kontrak pembangunan infrastruktur 5G. Negara-negarapun berlomba-lomba menerapkan 5G. Mulai dari Monaco yang mungil di Eropa hingga Afrika Selatan dan Malaysia semua siap dan menunggu giliran didatangi teknisi Huawei.
Ketiga. Konsep kita harus pro vs kontra berdasarkan ideologi adalah konsep Perang Dingin (Cold War) yang telah berakhir sekitar tahun 1975 dengan kekalahan AS di Vietnam dan masih ada friksi-friksi kecil sampai dengan tahun 1980an, kemudian berhenti total ditahun 1990. Jadi ini kisah masa lalu. Bahwa ini masih hidup dan populer di negara kita adalah bukti bahwa pola pikir kita ketinggalan kereta 30 tahun lamanya! Ini sangat menyedihkan.
Saat ini dunia global sudah berubah total. Makin terintegrasinya negara-negara di dunia ini menjadi One Global Village menuntut kita semua untuk berpikir secara terbuka dan pragmatis dan menemukan pedekatan baru dalam relasi internasional.
Menggunakan pola pikir masa lalu, the Cold War Mentality, hanyalah langkah bunuh diri karena kita cenderung paranoid dan melakukan kebijakan isolasionis.
Keempat. Dalam era global saat ini, strategi terbaik adalah kolaborasi, bukan konfrontasi. Hanya dengan kolaborasi kita dapat memanfaatkan semua pihak, baik China maupun AS. ASpun tidak dapat melarang kita bekerjasama dengan China demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian karena kita pro Indonesia. Langkah yang paling bijak adalah membangun jaringan kolaborasi global untuk meraih dukungan sumber daya global guna mendukung pembangunan negara dan bangsa kita sendiri.
Untuk mencapainya, Anda harus meninggalkan perspektif Cold War dan berfokus pada dunia modern. Jika tidak, kita sendirilah yang menimbulkan masalah dan menghalangi kemajuan negara dan bangsa kita sendiri.