Sekarang? Enggak juga. Sebagai orang kelahiran tahun 93, pada masa SD sudah banyak yang pacaran kok. Tapi budaya malu masih tinggi.
Pacaran hanya sebatas saling berkirim surat, itu pun sangat jarang diberikan langsung, biasanya menggunakan perantara. Minim kontak fisik. Tidak tahan menatap mata dalam waktu lama. Malu jika diketahui orang lain. Pacaran untuk melindungi, bukan mencari keuntungan. Ditambah lagi, orang tua selalu mengatakan “Tidak boleh pacaran” sehingga pacaran menjadi sesuatu yang harus disembunyikan dengan baik, tanpa jejak. Pacaran secara tidak langsung menjadi motivasi untuk menjadi yang terbaik, baik dalam pendidikan, prestasi, fisik, dan lainnya.
Hadiah yang berharga adalah hadiah yang memiliki nilai perjuangan tinggi, bukan hanya mahal.
Berbeda dengan zaman sekarang, sinetron-sinetron sering menggambarkan pacaran, bahkan banyak adegan yang lebih mengutamakan hubungan pacar/pacaran daripada pentingnya sekolah itu sendiri. Orang tua yang katanya memiliki pikiran terbuka secara tidak langsung melegalkan pacaran, tanpa disertai dengan pendidikan. Status pacaran pun cenderung menjadi konfirmasi untuk saling memiliki, apa pun itu, baik secara fisik, mental, uang, barang, dan sebagainya. Tidak ada lagi batasan yang pasti.