Saya merasa premis dalam pertanyaan ini kurang tepat, karena sebenarnya agama dapat dihubungkan dengan sains.
Sebagai contoh, fenomena gempa dan tsunami dapat dijelaskan secara ilmiah sebagai akibat pergeseran lempeng tektonik, tetapi seringkali juga dikaitkan dengan pandangan agama yang menyatakan bahwa bencana tersebut merupakan bentuk murka Tuhan terhadap umat manusia yang tidak mengikuti ajaran-Nya.
Namun, pertanyaannya bukanlah apakah agama bisa dikaitkan dengan sains, tetapi apakah seharusnya keduanya dikaitkan?
Mari kita lihat sedikit tentang ilmu kedokteran.
Pada abad ke-2, orang Yunani percaya pada teori Humor, yang mengklaim bahwa tubuh manusia terdiri dari empat cairan dasar: darah, empedu kuning, lendir, dan empedu hitam. Agar seseorang sehat, keempat cairan ini harus seimbang. Ketidakseimbangan dianggap sebagai penyebab penyakit, dan pengobatannya dilakukan dengan cara pengeluaran cairan tubuh, atau yang dikenal sebagai bloodletting.
Namun, praktik ini tidak terbukti efektif dalam mengobati penyakit. Pada abad ke-17, muncul teori Miasma yang menyatakan bahwa penyakit disebabkan oleh bau tidak sedap atau “miasma”. Teori ini diterima secara luas karena mendorong peningkatan sanitasi publik.
Kemudian, pada abad ke-19, teori Miasma digantikan oleh teori Germ yang kita gunakan hingga kini, yang menyatakan bahwa penyakit disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak terlihat. Ini adalah contoh bagaimana sains dapat berkembang dan memperbaiki pemahaman kita.
Pertanyaan pentingnya adalah: “Apakah agama dapat disalahkan dan diperbaharui? Apakah ajaran agama dapat diperbarui sesuai dengan perkembangan zaman?”
Ketika seorang religius menemukan kontradiksi antara dunia nyata dan ajaran agamanya, seringkali mereka menyalahkan kenyataan itu sendiri.
Sebagai contoh, ketika ilmuwan memperkenalkan teori evolusi, seringkali pandangan religius menyatakan bahwa evolusi salah.
Dalam beberapa kasus, orang religius yang terpelajar mungkin memutar logika untuk menciptakan teori baru di mana agama dan sains tidak saling bertentangan. Mereka mungkin enggan mengakui kesalahan dalam ajaran agama mereka, meskipun mereka tidak ragu untuk mengkritik sains.
Itulah mengapa kita harus berhati-hati dalam menghubungkan sains dengan agama, karena sering kali akan timbul banyak kontradiksi.