Menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah, terutama jika penanya sudah terpengaruh oleh media Barat yang menggambarkan Taiwan sebagai “negara damai” dan China sebagai “komunis jahat”.
Untuk memudahkan pemahaman, mari kita buat sebuah analogi yang mungkin relevan dengan situasi Taiwan-China, meskipun tidak sepenuhnya sama.
Bayangkan pada tahun 1965 di Indonesia terjadi perang saudara atau pemberontakan di mana PKI berhasil dikalahkan dan semua pemimpinnya ditangkap dan dihukum. Kejadian ini menjadi bagian dari sejarah Indonesia hingga saat ini.
Tapi, bagaimana jika dalam semesta alternatif, sebagian tentara dan pemimpin PKI yang lolos dari kekalahan membentuk pemerintahan sendiri di Pulau Lombok? Mereka mendirikan sebuah negara yang disebut Republik Demokrasi Indonesia, dengan klaim wilayah yang meliputi seluruh Indonesia seperti yang kita kenal sekarang, meskipun secara de-facto hanya berhasil mempertahankan Pulau Lombok.
Sementara itu, Republik Indonesia (yang kemudian mengubah namanya menjadi Republik Rakyat Indonesia) yang menang dalam konflik karena dukungan rakyat, berdiri kokoh dengan wilayah yang mencakup seluruh Indonesia kecuali Lombok. Sekarang ada dua entitas yang mengklaim wilayah yang sama: Republik Rakyat Indonesia dan Republik Demokrasi Indonesia.
(Ilustrasi) Republik Rakyat Indonesia menguasai wilayah yang ditandai dengan warna kuning, sementara Republik Demokrasi Indonesia hanya menguasai wilayah berwarna hijau. Namun, keduanya mengklaim hak atas seluruh wilayah kuning dan hijau dan berambisi untuk menguasai seluruh wilayah tersebut.
Setelah beberapa puluh tahun, Republik Rakyat Indonesia semakin kuat dan berusaha untuk melakukan reunifikasi secara damai, menyelesaikan konflik saudara yang secara resmi belum berakhir. Di sisi lain, Republik Demokrasi Indonesia semakin melemah dan merasa tidak mungkin untuk menang dalam konflik tersebut.
Republik Demokrasi Indonesia mulai mempertimbangkan untuk mengurangi klaimnya dan menjadi Republik Demokrasi Lombok, hanya mencakup wilayah Lombok saja. Hal ini semakin diperburuk oleh hasutan dari negara api di selatan yang ingin memecah belah dan melemahkan Indonesia, yang merupakan saingan terkuat saat ini.
Pertanyaannya adalah: apakah Republik Rakyat Indonesia (dalam semesta alternatif) yang menguasai seluruh wilayah Indonesia kecuali Lombok, akan bersedia melepaskan klaimnya atas Pulau Lombok? Jawabannya jelas tidak.
Pertama, tidak ada negara yang dengan mudah mau melepaskan wilayah kedaulatannya.
Kedua, jika Republik Demokrasi Lombok benar-benar berdiri dan negara api di selatan menempatkan pangkalan militer di Lombok untuk merongrong wilayah Indonesia sekitarnya, atau bahkan menjadikannya sebagai negara boneka, itu akan menambah alasan bagi Republik Rakyat Indonesia untuk menolak berdirinya Republik Lombok. Dari dulu, klaim atas wilayah Lombok tidak pernah dilepas, dan hampir semua negara, termasuk negara api, sebenarnya mengakui klaim tersebut.
Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh “Republik Lombok” sekarang adalah SEPARATISME, bukan lagi sekadar perang saudara yang belum selesai.
Kembali ke realitas:
Ingat betapa marahnya kita saat Sipadan-Ligitan diklaim sebagai wilayah Malaysia? Atau saat Natuna diklaim oleh China? Atau ketika muncul gerakan separatis seperti GAM, RMS, dan OPM?
Perasaan warga dan pemerintah mainland China terhadap Taiwan bisa mirip dengan perasaan kita dalam situasi tersebut. Meskipun kita membahas semesta alternatif dengan nama-nama yang mirip, ingatlah bahwa contoh ini tidak akan 100% sama persis.
Mengenai apa yang sudah dilakukan pemerintah Taiwan terhadap mainland China, banyak peristiwa yang bisa ditemukan melalui pencarian, termasuk korupsi dalam pemerintahan ROC yang memicu perang saudara. Situasinya jelas bukan hanya soal “damai” seperti yang sering diklaim dalam pertanyaan.
Saran saya adalah, saat mencari informasi yang berimbang, jangan hanya bergantung pada media Barat yang cenderung menjelekkan Mainland China. Bacalah juga versi dari kedua pihak atau sumber yang lebih objektif.