Pertanyaan yang sebaiknya diajukan adalah: Apakah Penanya memiliki bukti yang meyakinkan bahwa Tibet bukan bagian dari China? Jika tidak, berdasarkan apa Penanya menyatakan bahwa Tibet bukan bagian dari China?
Kemungkinan lainnya adalah Penanya hanya mengikuti pandangan media yang mengklaim Tibet bukan bagian dari China, dengan berbagai alasan yang disampaikan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan media tersebut tidak selalu mencerminkan realitas empiris. Beberapa fakta yang mendukung integrasi Tibet ke dalam China adalah:
1. Konstitusi Republik Rakyat China menyebutkan bahwa China adalah negara yang mencakup 56 kelompok etnis, termasuk Tibet. Selain itu, bahasa Tibet diakui sebagai bahasa lokal nasional. Misalnya, pada lembar uang 100 Yuan, terdapat tulisan dalam Mandarin Pinyin serta empat bahasa lokal termasuk Tibet.
2. Dunia internasional, termasuk PBB, tidak pernah mempersoalkan status Tibet sebagai wilayah yang dijajah. Jika Tibet dianggap sebagai jajahan, pasti akan ada upaya internasional untuk mempersoalkan statusnya, mirip dengan kasus Timor Timur.
3. Kasus Dalai Lama yang kini tinggal di Dharamsala, India, sering digunakan sebagai bukti bahwa Tibet dijajah China. Namun, Dalai Lama sendiri menyatakan dalam wawancara dengan South China Morning Post pada 15 Maret 2005 bahwa Tibet adalah bagian dari China.
Dengan kata lain, jika Dalai Lama dan PBB tidak mempermasalahkan status Tibet, maka tuduhan bahwa China menjajah Tibet tanpa bukti yang kuat tampak tidak berdasar. Sebaiknya kita lebih hati-hati dalam membuat pernyataan dan melakukan riset yang mendalam sebelum menyimpulkan sesuatu.
Sejarah hubungan Tibet dan China menunjukkan bahwa pada abad ke-7 hingga ke-8, Tibet adalah sebuah imperium yang hidup berdampingan dengan Dinasti Tang dan Uyghur Khaganate. Dinasti Tang adalah kekuatan utama saat itu, sementara Uyghur Khaganate mengalami kemunduran. Setelah Uyghur Khaganate kalah dalam perang, beberapa pengungsi Uyghur diizinkan untuk menetap di Xinjiang oleh Kaisar Tang. Xinjiang sendiri sudah menjadi bagian dari China sejak tahun 100 SM, jauh sebelum pengungsi Uyghur tiba.
Penutup
Bisa dikatakan bahwa Program Operasi Tibet oleh CIA merupakan sebuah kegagalan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan dari rakyat Tibet, dengan hanya sekitar 100 ribu orang atau sekitar 0,027% dari total populasi 3,7 juta rakyat Tibet saat itu yang mengungsi ke India. Ini menunjukkan bahwa program tersebut hanya didukung oleh sekelompok kecil tuan tanah yang melawan Beijing karena ingin menghentikan reformasi tanah.
Adalah sulit untuk membayangkan Dalai Lama terlibat dalam kekacauan yang sangat brutal. Bukankah telah ada kesepakatan damai dengan Beijing? Bukankah Mao melindungi Dalai Lama? Bukankah Dalai Lama telah berjanji kepada Mao untuk berbicara kepada rakyat Tibet agar menghentikan kerusuhan? Misteri keterlibatan Dalai Lama dalam kerusuhan ini masih belum terpecahkan.
Hingga saat ini, tidak ada bukti konklusif yang menunjukkan keterlibatan Dalai Lama dalam Program Operasi Tibet oleh CIA, kecuali fakta bahwa organisasi Dalai Lama di Dharamsala, India menerima bantuan dana dari pemerintah AS setelah pengungsian ke India. Namun, ini tidak membuktikan bahwa Dalai Lama secara langsung menggerakkan kerusuhan.
Mengapa Dalai Lama harus mengungsi? Bukankah dengan dukungan Mao dan kesepakatan 1951, posisinya sudah aman dan kokoh? Dan bukankah tidak mengungsi bisa menjadi cara untuk terus menekan Beijing dan membuka kemungkinan perpecahan? Jawaban untuk pertanyaan ini hanya bisa terpecahkan dengan pengakuan dari Dalai Lama sendiri.
Namun, dengan Dalai Lama mengungsi, ini seolah-olah melegitimasi kegagalan Program Tibet yang diklaim telah “menyelamatkan” Dalai Lama dari kekejaman Komunis China. Ini juga berfungsi sebagai promosi untuk menutupi kegagalan operasi militer yang menghabiskan jutaan dolar, serta meyakinkan publik yang tidak kritis dan kurang berpengetahuan.
Kehadiran para pengungsi di Dharamsala juga membenarkan pencairan dana jutaan dolar untuk mendukung kehidupan Tibetan Program hingga saat ini.
Dengan demikian, tampaknya Dalai Lama sebenarnya tidak ingin mengungsi. Ini terlihat dari janjinya kepada Mao untuk menyelesaikan masalah Tibet dan pernyataannya bahwa Tibet adalah bagian integral dari China, serta pengakuannya bahwa Mao seperti seorang ayah baginya. Semua pernyataan ini menunjukkan bahwa “rumah” Dalai Lama sebenarnya adalah di lingkungan elit Beijing. Pengungsian Dalai Lama mungkin merupakan kesalahan fatal dan akibatnya, dia “terjebak” dalam kepentingan tuan tanah. Akibatnya, peran Dalai Lama semakin terlupakan di kalangan rakyat Tibet sendiri.
Namun, bagi Beijing, kepergian Dalai Lama adalah berkah tersembunyi. Pemerintah Beijing dapat langsung mengambil alih kontrol penuh, melaksanakan reformasi tanah, membebaskan budak, dan melanjutkan pembangunan di Tibet.