Jika Anda bertanya mengapa negara-negara Eropa lebih sering berdemo tentang isu-isu iklim dan HAM dibandingkan kebijakan pemerintah seperti di Indonesia, mungkin karena isu-isu tersebut dianggap lebih “seksi” atau menarik di media. Ada kesan bahwa negara maju lebih fokus pada masalah-masalah global dan nilai-nilai sosial karena memiliki cukup sumber daya untuk melakukannya.
Namun, di negara-negara seperti Indonesia, masalah-masalah sehari-hari yang lebih langsung mempengaruhi kehidupan banyak orang—seperti harga barang atau upah—sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sama. Demonstrasi terkait masalah ekonomi yang lebih praktis mungkin jarang terdengar di media internasional karena dianggap lebih biasa atau kurang sensasional.
Selama tinggal di Jerman, saya sendiri menyaksikan berbagai demonstrasi buruh besar-besaran. Misalnya, baru-baru ini karyawan Lufthansa melakukan demonstrasi besar untuk menuntut kenaikan gaji, yang mengakibatkan banyak gangguan pada penerbangan. Ini menunjukkan bahwa demonstrasi mengenai masalah-masalah praktis juga sangat umum terjadi di Eropa.
https://www.dw.com/en/german-union-calls-for-lufthansa-ground-staff-to-strike/a-62584038
Ini tahun lalu yang juga cukup besar dari asosiasi pekerja kereta api
https://www.dw.com/en/deutsche-bahn-engineers-strike-causes-chaos-across-germany/a-58832864
Masalah-masalah dasar seperti inflasi, kenaikan harga barang, dan stagnasi upah memang menjadi akar dari berbagai demonstrasi di Eropa. Pekerja transportasi, misalnya, menghadapi risiko tinggi dari pandemi dan kini juga merasakan dampak langsung dari lonjakan permintaan perjalanan. Kenaikan pesat dalam kebutuhan travel memperburuk situasi ini.
Berita terkait demonstrasi di Eropa sering kali menggabungkan berbagai isu, seperti inflasi dan masalah upah, yang mencerminkan ketidakpuasan luas di kalangan pekerja. Demonstrasi semacam ini tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi tetapi juga mencerminkan perjuangan kelas pekerja untuk mendapatkan kondisi kerja dan kompensasi yang adil.
https://www.cnbc.com/2022/05/01/may-day-rallies-in-europe-urge-more-help-as-inflation-bites.html
Salah satu demonstrasi terbesar dan berkepanjangan di Prancis adalah gerakan *Gilets Jaunes* (Rompi Kuning), yang dimulai pada akhir 2018. Demonstrasi ini awalnya dipicu oleh kenaikan pajak bahan bakar dan berkembang menjadi protes luas terhadap kebijakan ekonomi dan sosial pemerintah, termasuk isu-isu seperti pajak, ekonomi, dan kebijakan pendidikan. Gerakan ini melibatkan ribuan orang dan menghadapi berbagai tantangan, termasuk pembatasan akibat pandemi COVID-19, yang memaksa beberapa aksi berhenti atau berubah bentuk.
Protes ini mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil, terutama terhadap masyarakat kelas bawah dan menengah. Selain itu, demonstrasi ini juga mencerminkan ketidakpuasan terhadap ketimpangan ekonomi dan sosial di Prancis.
https://en.wikipedia.org/wiki/Yellow_vests_protests
Saya hampir tidak pernah menemukan pertanyaan tentang demonstrasi ini karena tampaknya tidak menarik perhatian orang Indonesia dibandingkan dengan isu-isu seperti remaja yang membahas perubahan iklim. Selain itu, banjir besar yang terjadi di Jerman dan beberapa kota Eropa tahun lalu jarang mendapatkan simpati, karena dianggap tidak berbeda dari bencana serupa yang terjadi di sini.
https://en.wikipedia.org/wiki/2021_European_floods
Persepsi mengenai “seringnya demonstrasi tentang iklim” atau “hanya fokus pada kebijakan kiri” mungkin dipengaruhi oleh bias media dan ketertarikan pribadi terhadap hal-hal yang dianggap unik atau berbeda dari apa yang ada di Indonesia. Hal ini bisa membuat kita cenderung mengabaikan narasi yang lebih umum atau membosankan. Selain itu, sering kali kita juga menilai tindakan negara lain berdasarkan konteks lokal kita di Indonesia, yang dapat membuat apa yang dilakukan negara lain tampak tidak relevan atau kurang masuk akal.