Jangankan childfree, kegiatan keluarga berencana (KB) saja masih kurang populer di Indonesia.
Apalagi sebagian masyarakat kita masih ada yang beranggapan bahwa “tugas” suami istri adalah memiliki anak sebanyak mungkin.
Maaf, mereka beranggapan demikian tanpa memikirkan apakah keluarga tersebut sebenarnya sudah ideal atau belum dari segi ilmu, mental serta ekonominya.
Begitu juga bagi pasangan yang baru menikah, masih banyak kita temui ulah sebagian masyarakat yang menganggap “positif hamil” adalah prestasi terbaik keluarga tersebut.
Tidak jarang, banyak pasangan suami istri yang belum memiliki momongan malah dapat “tekanan” dari pihak-pihak lain, disuruh cepat-cepat punya anak.
Padahal pasangan suami istri ini lagi menabung dulu agar ekonominya bagus.
Begitu juga sedang banyak-banyak belajar parenting dulu agar kelak bisa lebih bijak merawat anak.
Lagi berproses malah disuruh cepat-cepat, sementara nanti yang nyuruh ini juga tidak ada andil apa-apa dalam menafkahi anak kita, miris.
Yang membuat saya bersedih, saat ini muncul ucapan-ucapan “menyakitkan” dari beberapa tokoh yang begitu mudahnya mengatakan bahwa umat Muslim yang menerapkan KB, maka tauhid-nya bermasalah akibat tidak percaya rezeki dari Allah.
Di Indonesia, “tekanan” yang berkaitan dengan memiliki anak sangat sederhana.
Semua orang, termasuk orang tua, mertua, saudara, ipar, teman, sahabat, rekan kerja, tetangga, dan tokoh agama dan masyarakat, memberikan “tekanan” sesuai dengan “ranahnya”.
Karena ada banyak kontra yang jelas, PR bagi pemerintah kita adalah bagaimana mengedukasi masyarakat tentang KB.
Anak tidak dapat memilih orang tua mereka, tetapi kita sebagai orang tua dapat memilih bagaimana kita akan menjadi orang tua.