Semua dua anak saya laki-laki, berusia 12 tahun dan 8 bulan.
Untuk mendidik mereka, saya membuat kurikulum sendiri, yang tegas dan konsisten.
Tujuan utama adalah agar mereka menjadi orang yang santun, mandiri, tangguh, bertanggung jawab, sadar diri, dan memiliki sisi spiritual yang baik.
1. Saya sudah mengajarkan mereka untuk bertanggung jawab saat mereka berusia dua tahun. Skill seperti mengelap jika mereka menumpahkan air minum, memungut sisa makanan, dan membereskan mainan mereka berkembang seiring bertambahnya usia.
2. Diumur 5th, mereka sudah bisa melipat baju sendiri. Menaruh tas, sepatu, buku, baju kotor ditempat yang seharusnya.
3. Mereka sudah dapat memasak telur ceplok pada usia tujuh tahun. Kemampuan memasak ini masih berkembang. Selain itu, mereka sudah memiliki kemampuan untuk menyiapkan buku dan seragam sesuai dengan jadwal sekolah. Saya hanya memeriksa.
Mereka mulai terlibat dalam beladiri pada usia ini. Jenis beladiri yang mereka pilih sendiri.
Kelas satu SD sudah jualan karena jiwa dagang si kakak. Dagangannya disesuaikan dengan sekolah dan tingkat kelasnya.
Segera setelah itu, saya mengajarkan pengelolaan keuangan.
4. Bisa mencuci piring, menyapu lantai, dan tugas lainnya pada usia delapan tahun.
5. Umur 10th sudah bisa mencuci seragamnya sendiri. Walau setiap hari tetap saya yang mencuci pakaian anak², tetapi skill mencuci dia bisa.
6. Umur 11th sudah bisa menyetrika.
7. Skill pertukangan, kelistrikan ringan terus mereka pelajari dari ayahnya.
8. Lulus SD, saya ajak si kakak magang.
9. Kelas 7 (ambil program boarding), langsung bisa saya lepas. Malah cerita kalau lebih suka nyuci sendiri dibandingkan laundry. Lebih hemat katanya, hehe.. pengelolaan uangnya juga rapi.
Selain itu, baik kakak maupun adek memiliki tugas harian yang harus mereka selesaikan, yang saya sesuaikan dengan kemampuan mereka dan mengajak mereka untuk berbicara sebelumnya.
Untuk sisi spiritual, rasa syukurnya meningkat dengan cepat. Tidak perlu diingatkan bahwa kakak dan adek segera pergi ke masjid dari subuh sampai isya—kecuali di sekolah.
Selain itu, melihat fakta bahwa banyak perceraian terjadi karena laki-laki tidak memahami tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah, membuat saya semakin yakin bahwa anak-anak harus memahami posisi, hak, dan kewajibannya.
Sampai-sampai ibu-ibu di beberapa daerah di mana saya tinggal mengajak untuk memesan, hehe.
Bonus foto si adek saat belajar panjat tebing
Terimakasih