Sebetulnya, aturan tidak boleh makan babi itu asalnya dari kitab Taurat, Yahudi. Dan yang dilarang tidak cuma babi.
Imamat 11:
Ditegaskan lagi di kitab Ulangan 14
Dan di Perjanjian Lama umat Kristen kitab Yesaya yang menceritakan curhat Tuhan pada nabi Yesaya, terutama di bab 65 dan 66, ada disebut mengenai babi yang haram.
Karena daging babi dianggap sebagai hewan “pemulung”, yang dapat memakan apa saja, termasuk bangkai dan sampah, Tuhan dengan jelas menyatakan dalam ayat-ayat ini bahwa daging babi itu najis dan tidak boleh dimakan oleh umat-Nya.
Tuhan melarang orang makan daging babi karena beberapa alasan. Salah satunya adalah bahwa daging babi lebih rentan terhadap penyakit daripada jenis daging lainnya. Alasan lain adalah bahwa Tuhan tidak ingin umat-Nya bergaul dengan para pemulung, yang dapat menyebabkan mereka mengikuti kebiasaan buruk mereka.
Namun, orang-orang Kristen tidak lagi menganggap babi sebagai haram.
Gereja Katolik mengizinkan konsumsi daging babi karena sebuah penglihatan yang dialami Santo Petrus dalam Kisah Para Rasul. Dalam penglihatan tersebut, Tuhan mengatakan kepada Santo Petrus bahwa hewan yang sebelumnya dianggap najis, seperti daging babi, sekarang boleh dimakan. Keputusan ini dibuat untuk memperluas jangkauan Gereja kepada orang-orang bukan Yahudi, yang tidak terikat oleh pembatasan makanan yang sama seperti orang Yahudi.
Gereja mula-mula terus memperdebatkan masalah konsumsi daging babi, tetapi akhirnya diterima bahwa daging babi tidak lagi dilarang. Keputusan ini didasarkan pada keyakinan bahwa Yesus Kristus telah menggenapi hukum Yahudi dan bahwa Gereja tidak lagi terikat oleh larangan-larangannya.