Banyak penyakit mengerikan yang saya dengar dan lihat. Namun, ada satu penyakit yang membuat penderitanya benar-benar menderita karena meskipun dia memiliki kemampuan untuk merasa, mendengar, dan melihat, dia tidak dapat bicara atau bergerak sebagai tanggapan terhadap apa yang terjadi. Locked in syndrome adalah namanya.
Locked-in syndrome (LIS) disebut juga “pseudocoma” (pseudo artinya semu atau palsu). Berbeda dengan pasen koma yang tidak menyadari keadaan lingkungannya, pasen LIS sadar penuh namun tidak dapat bicara dan tidak dapat menggerakkan wajah, lengan, tungkai, maupun bagian tubuh lainnya.
Locked-in syndrome bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. LIS disebabkan olah berbagai faktor yang merusak bagian otak yang disebut batang otak. Beberapa penyebab LIS: stroke batang otak, tumor otak, cedera kepala, infeksi, multiple sclerosis, amyotropic lateral sclerosis (ALS)
Tanda dan gejala LIS adalah:
- Lumpuh total seluruh tubuh, sehingga pasen benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuh maupun wajahnya.
- Pasen sadar penuh, dapat melihat dan mendengar, kecerdasannya tetap baik, namun tidak bisa bicara. Pasen hanya dapat berkomunikasi dengan matanya yang dapat berkedip dan masih dapat melirik ke atas dan ke bawah.
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan spesifik untuk LIS. Perawatan ditujukan untuk mensuport kebutuhan cairan dan nutrisi pasen (melalui selang makanan/ sonde), serta menjaga kebersihan diri pasen. Kita juga dapat sedikit meningkatkan kualitas hidup pasen dengan mengajarinya berkomunikasi melalui kedipan mata.
Saya pernah mengenal seseorang yang mengalami hal seperti ini dan dirawat di rumah oleh keluarganya. Setelah bertahun-tahun mengalami LIS dan berkomunikasi intens dengan keluarga yang merawatnya, dia bisa menyatakan isi hatinya melalui kedipan mata. Begini caranya:
Adiknya membuatkan suatu papan yang ditulisi abjad dari A sampai Z dan angka dari 0 sampai 9. Adiknya akan menunjuk huruf di papan tersebut dan pasen mengedipkan mata dua kali jika bukan huruf itu yang ingin dia pilih, dan mengedip satu kali jika ya. Dengan telaten adiknya menunjuk huruf abjad satu persatu dan menuliskan setiap huruf pilihan kakaknya di kertas lain. Dengan cara seperti itu, dia bisa menyatakan isi hati/ pikirannya dan menyatakan keinginannya.
Suatu ketika, dia mengatakan demikian “Dokter gimana kabarnya? Saya perlu makan vitamin apa lagi ya?”.
Saya menitikkan air mata membaca kalimat di atas kertas yang ditulis sebagai hasil kerjasama kakak beradik itu.