Matematika mengajarkan saya toleransi dan menerima kebenaran yang sulit diterima oleh akal.
Lho, kenapa bisa begitu?
Saya setuju bahwa matematika benar-benar membantu kita berpikir logis. Salah satu kekuatan utama matematika adalah logika. Semakin sering digunakan, semakin tajam senjata, kan? Namun, masalah senjata api bukan yang paling penting dalam matematika. Senjata sangat penting untuk menyelesaikan masalah; namun, jika kita tidak dapat berkembang dan belajar banyak darinya, mereka akan sia-sia.
Matematika justru ingin mengajarkan kita bagaimana melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Inilah sebabnya mengapa matematika dapat berkembang menjadi sangat luas, menjadi liar, hingga beyond infinity.
Matematika tidak akan berhenti pada kesimpulan 1+1=21+1=2. Dia akan terus membangun sesuatu lain di mana 1+11+1 menghasilkan jawaban yang berbeda, sehingga lahirlah banyak definisi seperti grup, ring, modul, ruang vektor dan lainnya. Itulah mengapa matematikawan dapat melihat banyak jawaban hanya dari permasalahan 1+11+1 saja.
(Gambar. Finding beauty in the complexities)
Sebagai gambaran kecil, saya beri sedikit contoh. Silakan Anda iseng berkata seperti ini kepada seorang matematikawan:
“Pak, 1 ditambah 5 hasilnya 0, kan?”
Berani mencobanya? Tenang saja, matematikawan tersebut tidak akan menganggap Anda bodoh, kok. Malah bisa jadi dia mengiakan jawaban Anda. Kenapa? Sebab dia akan berpikir bahwa Anda sedang mengoperasikan 1 dan 5 di dalam grup bilangan bulat modulo 6 Z6�6. Dan ya, 1+51+5 dalam modulo 6 hasilnya memang nol, kan?
Juga bila Anda menuliskan (x+y)2=x2+y2(�+�)2=�2+�2 pada spanduk berukuran 2m×2m2�×2�, lalu dipasang di depan rumah, maka seorang matematikawan tidak akan menganggap Anda konyol di saat orang lain menertawakan Anda. Kenapa? Karena dia akan berpikir bahwa Anda sedang bekerja di suatu ring komutatif berkarakteristik 2. Dan ya, jika x� dan y� anggota ring tersebut, maka persamaan (x+y)2=x2+y2(�+�)2=�2+�2 akan berlaku benar, ya kan?
Apa artinya?
Orang yang hidup dengan matematika tidak akan mudah menilai seseorang itu salah. Terkadang di saat orang lain masih berpikir dalam sangkar, mereka sudah mampu terbang jauh dengan cakrawala yang luas. Di saat orang lain menilai seseorang itu salah, mereka akan mencari di mana letak kebenaran dari orang tersebut. Di saat orang lain enggan menerima perbedaan, mereka akan mencari di mana letak kesamaan di antara keduanya. They will find beauty in complexities. Itulah sebabnya ketika belajar teori himpunan, grup atau ruang vektor, hal yang selalu ditanyakan adalah, “adakah isomorfisma di antara dua ruang tersebut?”.
Artinya, yang ingin dilihat adalah ‘kesamaan’ dari dua ruang yang berbeda, bukan dicari letak perbedaannya di mana. Dan bila ternyata tidak ada yang ‘sama’, ya sudah. Tidak perlu dipikirkan. Mereka masih bisa dibangun dan tidak akan ‘runtuh’ hanya karena perbedaan.
Hidup saya sangat dipengaruhi oleh pelajaran matematika ini. Saya telah bekerja dengan matematika selama kurang lebih delapan tahun, meskipun saya tidak begitu mahir. Saya memperoleh pengetahuan tentang cara mengatasi perbedaan pendapat yang ada dalam hal agama, ideologi, dan politik selama periode ini. Juga, pelajari cara melihat kebenaran yang sulit diterima dan cara mencari kebenaran tanpa menyalahkan diri sendiri.
Oleh karena itu, saya tidak akan tertekan dan bergumam ketika seseorang menyatakan pendapat yang berbeda dengan saya dan berusaha mengajak diskusi:
Ah, mungkin kita memang bekerja di grup yang berbeda. Anda memang benar di dalam grup Anda, dan saya juga benar di dalam grup saya. Jadi apa yang mesti dipermasalahkan? Mengapa kita tidak fokus saja membangun grup kita masing-masing? 🙂