Ini adalah pengalaman saya 35 tahun yang lalu.
Suatu hari, saya menerima sebuah surat dari rumah kontrakan saya. Pengirimnya adalah sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang eksplorasi minyak, dengan inisial PTSI dan beralamat di Ratu Plaza, Jakarta. Saya membuka amplop dan membaca isinya yang singkat namun langsung ke poin.
“…kami menunggu kedatangan Saudara secepatnya…”
Keesokan paginya, saya mengunjungi kantor tersebut. Sesuai petunjuk di surat, saya naik lift ke lantai 8. Setelah mendaftar dan menukar KTP dengan kartu pengunjung, petugas keamanan meminta saya menunggu di ruang tunggu sambil menelepon pihak yang mengirim surat.
Tak lama kemudian, seorang pria yang seusia dengan saya, dengan ID Card terpasang di dadanya, datang menjemput saya. Dia menyebut nama saya dan melihat ke beberapa tamu lain yang juga sedang menunggu. Saya berdiri, menyambutnya, dan memperkenalkan diri sambil memeriksa ID card-nya yang bertuliskan inisial MIS. Setelah menyapa, dia mengajak saya masuk ke ruang kerjanya.
Setelah berbincang sejenak, saya dibawa ke ruangan yang lebih besar, yang ternyata adalah ruang atasan Pak MIS. Setelah berkenalan dengan Pak S, saya duduk dan mengetahui bahwa departemen yang menangani publikasi dan dokumentasi disebut Public Affairs. Wawancara berlangsung lebih seperti perbincangan santai mengenai pengalaman fotografi saya. Saya menjelaskan bahwa saya mempelajari fotografi secara otodidak, karena saya hanya tamatan Sekolah Dasar. Kalimat terakhir yang diucapkan Pak S adalah: “Anda menolong kami, dan kami menolong Anda!”
Setelah menandatangani kontrak, beberapa hari kemudian saya dikirim ke ladang minyak di Sumatera Selatan, termasuk di Lapangan Tabuan, Jene, dan Pendopo. Tugas saya adalah mendokumentasikan aktivitas di lapangan untuk laporan tahunan perusahaan induk di Houston. Perusahaan memiliki fotografer lain, tetapi memilih saya karena keahlian saya dalam pemotretan dengan film slide dan kamera format medium.
Setibanya di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang, saya dijemput oleh mobil Jeep CJ5 yang dikemudikan oleh seorang petugas keamanan yang sangat familiar dengan ladang minyak kami di Sumatera Selatan. Sebelum menuju Tabuan, saya terlebih dahulu dibawa ke kantor di jalan Diponegoro, Palembang, untuk melapor dan meletakkan barang-barang.
Di lapangan Tabuan, saya memotret berbagai aktivitas eksplorasi dan produksi minyak dengan tiga kamera yang masing-masing menggunakan film yang berbeda, serta sebuah kamera format medium yang saya simpan di mobil. Setelah selesai di Tabuan, saya kembali ke Palembang untuk beristirahat dan menikmati Jembatan Ampera sebelum melanjutkan perjalanan ke Pendopo.
Di Pendopo, saya kembali dijemput oleh Jeep CJ5 dan melakukan laporan di kantor Pendopo sebelum melanjutkan ke lokasi lain, seperti Jene dan area seismic operation. Di area seismic, saya menyaksikan proses pemetaan dan pengeboran, yang melibatkan alat peledak dan geophone untuk mendeteksi potensi minyak bumi.
Selama tiga tahun bekerja di perusahaan pengeboran minyak sebagai fotografer, saya melihat langsung kemampuan Indonesia dalam bidang operasi dan eksplorasi minyak. Banyak tenaga kerja perminyakan Indonesia yang bekerja di luar negeri sebagai bukti. Pengalaman ini juga menunjukkan bahwa perusahaan asing menghargai keahlian praktis meski tidak diperoleh melalui pendidikan formal. Semoga ini bisa menjadi inspirasi bagi mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi namun tetap berkomitmen untuk belajar secara otodidak.
Pengalaman pertama kali naik helikopter dari Bangkinang ke Lirik, Indragiri adalah salah satu momen berharga, meskipun foto yang saya cetak pada tahun 1986 sudah rusak. Foto-foto lainnya disimpan di lemari arsip perusahaan, namun sebagian besar tidak dapat diambil lagi karena arsipnya sudah tumpuk.
Terima kasih atas apresiasi sahabat Quora. Mungkin ada yang menganggap pekerjaan ini sebagai keberuntungan, tapi saya melihatnya sebagai balasan dari Allah untuk amal yang kita lakukan, baik di dunia maupun di akhirat.