Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
We want to connect the people who have knowledge to the people who need it, to bring together people with different perspectives so they can understand each other better, and to empower everyone to share their knowledge.
Mengapa belajar pemrograman itu sulit?
Sebenarnya belajar pemrograman itu bisa mudah. Mungkin terasa sulit karena: Anda tidak belajar dari dasar. Di luar negeri, anak SD sudah belajar pemrograman. Meski sudah dewasa, Anda sendiri bisa mulai mengenal pemrograman dari dasar melalui Internet, misalnya di CS Fundamentals for grades K-5, ScraRead more
Sebenarnya belajar pemrograman itu bisa mudah. Mungkin terasa sulit karena:
Jika Anda merasa pemrograman itu sulit, kita bisa mengambil inspirasi dari programmer tertua di dunia yang belajar pemrograman mulai dari usia sangat lanjut, sekitar 80 tahun, dan ia sudah menjual aplikasinya di mobile store app. Baca kisahnya di Buktikan Tidak Ada Batasan Usia dalam Programming, Inilah Pengembang Aplikasi Tertua di Dunia
Saya sudah pernah menulis artikel di blog saya tentang situs daring untuk belajar pemrograman di Learning Programming for Beginners. Silakan dicoba. Jika memungkinkan, ambillah kursus atau kuliah daring atau luring.
Jika ada pertanyaan, silakan mampir ke blog saya atau di Facebook. Dengan senang hati akan saya coba bantu semampu saya.
Namun saya ingatkan sekali lagi, hati-hati belajar pemrograman. Untuk beberapa orang bisa menimbulkan kecanduan, dalam arti positif 🙂 Saya salah satu orang yang sangat menyukai pemrograman. Ada kepuasan dari endorphin yang menjalar dalam tubuh ketika bisa menyelesaikan suatu masalah dengan memprogram. Nah saya kecanduan mendapatkan rasa senang ini. Sehingga saya mengikuti situs About – Project Euler, LeetCode – The World’s Leading Online Programming Learning Platform, Coding Games and Programming Challenges to Code Better.
Selamat belajar Mas Yogik Pratama Aprilian!
See lessApa itu Hukum Terbalik (Backwards Law)?
The backwards law/Hukum terbalik adalah gagasan dimana semakin kamu mengejar sesuatu, maka makin besar juga kekecewaan yang akan kamu dapat cepat atau lambat. Dibuku “Subtle Art of Not Giving a Fu*k” karya mark manson dijelaskan secara rinci. Alan watts (1915–1973) : “the backwards law”—the idea thaRead more
The backwards law/Hukum terbalik adalah gagasan dimana semakin kamu mengejar sesuatu, maka makin besar juga kekecewaan yang akan kamu dapat cepat atau lambat. Dibuku “Subtle Art of Not Giving a Fu*k” karya mark manson dijelaskan secara rinci.
Semakin kuat keinginanmu menjadi kaya semakin merasa kekurangan pula dirimu diluar dari seberapa besar penghasilanmu.
Semakin kuat keinginanmu untuk dicintai, maka semakin kesepian pula anda memandang diri anda sendiri.
Pernahkan kamu melakukan sesuatu yang kamu anggap ga spesial-spesial amat malah kamu lakukan dengan baik?
Atau malah pernahkan kamu mengerjakan sesuatu dengan fokus malah hasilnya menjadi berantakan?
Jadi secara singkat, jika kamu menginginkan sesuatu maka lakukanlah dengan kalem, perlahan-lahan saja asal dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bukan berarti pasrah loh ya.
Dibukunya, Mark juga menambahkan :
“pengalaman positif adalah sebuah pengalaman negatif, menerima pengalaman negatif adalah sebuah pengalaman positif”
Jadi ya intinya, dibanding terlalu fokus memasang target macam-macam lebih baik berfokuslah pada progress untuk mencapai target tersebut.
.
.
.
Terlepas dari semua itu bukan berarti kamu harus sependapat dengan opini Mark. Bagi saya pribadi gagasan ini malah agak terlalu pesimis buat saya yang terlampau optimistik.
See lessMengapa Korea Selatan bisa maju seperti sekarang, padahal umurnya saja tidak jauh berbeda dengan Indonesia?
Korsel itu melompat jauh sementara Indonesia merangkak !!! Mengapa ? Diluar ukuran luas wilayah dan beban negara dengan Indonesia memang tidak apple to apple tapi yang menjadi pembedanya adalah Korsel sudah menyadari sejak awal bahwa kemajuan negaranya bukan hanya sekedar tujuan tetapi juga simbol pRead more
Korsel itu melompat jauh sementara Indonesia merangkak !!! Mengapa ? Diluar ukuran luas wilayah dan beban negara dengan Indonesia memang tidak apple to apple tapi yang menjadi pembedanya adalah Korsel sudah menyadari sejak awal bahwa kemajuan negaranya bukan hanya sekedar tujuan tetapi juga simbol perlawanan atas ancaman “musuh” yaitu Jepang dan Korut bandingkan dengan Indonesia karena merasa sudah merdeka dan tidak ada musuh yang ditakuti bangsa Indonesia banyak berleha -leha bahkan malah menjadikan korupsi sebagai budaya ledekannya bahkan Tuhan pun tidak ditakuti di Indonesia. Sementara disaat periode yang sama revolusi industri besar -besaran sudah dirancang Korsel dan dilaksanakan sejak awal secara konsisten dengan awalan menjadi bagian dari sekutu AS. Buah manis dari hasil kerja keras revolusi Industri bangsa Korsel dari bangsa pemakai menjadi produsen nyata bisa dirasakan didunia dan ini yang membedakan nasibnya dengan Indonesia.
sebetulnya Indonesia itu sudah mengekor Korsel tetapi memang waktunya sudah ketinggalan dan tantangan zaman sudah sangat berbeda meski begitu terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali, semoga bangsa Indonesia bisa maju,menjaga persatuan, makmur dan sejahtera sesuai cita-cita para pendiri bangsa.
See lessApakah isi esai yang pernah kamu buat sehingga kamu dapat diterima di universitas top di luar negeri?
Oke. Sebelum saya copy paste isi esai saya, saya ingin memberikan sebuah background terlebih dahulu. Pada bulan Desember 2019 lalu, saya mendaftar ke Vrije Universiteit Brussel (VUB) atau Bahasa Inggrisnya Free University of Brussels di Belgia di kawasan Eropa Barat pada jurusan Social Science (ilmuRead more
Oke. Sebelum saya copy paste isi esai saya, saya ingin memberikan sebuah background terlebih dahulu.
Pada bulan Desember 2019 lalu, saya mendaftar ke Vrije Universiteit Brussel (VUB) atau Bahasa Inggrisnya Free University of Brussels di Belgia di kawasan Eropa Barat pada jurusan Social Science (ilmu sosial). Memang tidak terlalu terkenal di Indonesia. Namun, kampus ini memiliki peringkat 188 dunia dan merupakan salah satu kampus terbaik di Eropa. Sebagai perbandingan, UI memiliki peringkat 292 universitas terbaik di dunia. Jadi ya, setidaknya masih top 100 di Eropa.
Berikut isi Esai saya:
Dear Sir or Madam,
I am honoured in writing to apply for the Bachelor of Science in Social Science programme at the Vrije Universiteit Brussel. I am very interested in starting a career in International Relations and I am certain that this Bachelor’s programme will help me in reaching my personal and professional goals.
I’m currently in my last year of high school where I spent a lot of time and energy studying subjects that represent my preferences and interests such as civics, sociology, history, geography, and economics. My teacher trusted me to represent my school in numerous competition in those fields. I have a passion of working together in a team and I am also involved in organizing a number of school events. In addition, I also took part in a summer camp called “Merry Riana Life Camp” where Merry Riana, an Indonesian motivator and successful entrepreneur taught me public speaking, leadership skills, and how to reach my goals and dreams. I believe these experiences will be the way I can make a difference and develop the right skills and abilities to achieve my goal.
My current goal is to become an Indonesian ambassador. After spending all my life in Indonesia, I realized that I need to go abroad in order to experience living in another country and to interact with people from different cultures, backgrounds, and countries as there are very few foreign students in Indonesia. I believe that I need to interact with students from around the world and experience living in a foreign country in order to prepare me for the career that I want to pursue.
I learned some of Indonesia’s best medical doctors had studied in Belgium and I have always wondered why they chose this country for their education and what else one can learn there. Since then, I have tried to find out more about Belgium and the more I have been learning, my motivation to study in Belgium has grown. The education method that is used in Belgium would provide me with the widest range of specializations in the field of social science, as well as a lot of analytical skills which is exactly what I need. When I discovered the Bachelor of Social Science Studies program at Vrije Universiteit Brussel, I realized that it is the best choice for me for a number of reasons.
First of all, this program covers social science topics that interest me the most, such as International Relations, Political Science, and Communication. As a future ambassador I must be an expert in these fields, capable of analyzing and solving any international issue and problem that I may face and communicating my ideas and national policies to other diplomats. I am certain that the curriculum in the Social Science Studies program at the Vrije Universiteit Brussel will help me to gain the necessary knowledge and skills.
The second reason I am drawn to Vrije Universiteit Brussel is the international environment and curriculum that it features. At your university, with students from more than 60 countries and located in the heart of the European Union, I will learn about the different cultures of students, how to communicate with people from a lot of countries and expand my connection and social network with students from around the world. In addition, I will learn International Relations by learning about the history, political system, and the issues surrounding the European Union, one of the most successful regional international organization in the world, at one of the best university in its capital through your curriculum and by going on field trips to the numerous international organizations and NGOs located in Brussels.
Finally, studying at your university will significantly improve my English and French language skills. As two of the most important languages in the world, English will help me form new connections and expand my social network across the world and learning French will give me an advantage in the diplomatic world as French is one of the working languages of the UN and the EU and it will enable me to communicate with other diplomats more effectively.
After I graduate from the Bachelor of Sciences in Social Science program at Vrije Universiteit Brussel, I will continue my education at your university by enrolling in the Master of Political Science: European and International governance studies program where I will learn about International Relations at an in-depth level. After that, I will return to Indonesia and join Indonesia’s diplomatic corps. Then, I will apply what I have learned at your university in my diplomatic career in order to bolster Indonesia’s position in the eyes of the world by securing international trade agreements, international legal agreements, investment agreements and other international agreements that will benefit both the Indonesian people and the entity on the other side of the agreement; and improving the relationship between Indonesia and the country or the international organization that I am accredited to in the future.
I recognize that studying abroad will be the most difficult stage in my life so far, but I also believe that I will be able to face any challenges I encounter and make the most of the knowledge and experience gained through this study program. I hope to be a worthy member of the team and devote my skills and energy to your university.
Thank you for your consideration and time.
Yours Faithfully,
Trystanto
Tiga bulan kemudian, saya mendapat balasan ini:
Saya mendapatkan surat itu pada tanggal 21 Maret 2020. Dua hair kemudian, pemerintah Indonesia menutup seluruh sekolah dan mulai mengaungkan social distancing. Saya terpaksa mengubur mimpi saya untuk kuliah di Eropa karena itu dan setelah seluruh pemerintah di Eropa melarang warga asing untuk masuk ke Eropa ditambah kondisi ekonomi Indonesia yang tidak menentu akibat virus corona
See lessDalam belajar bahasa pemrograman, mana yang lebih efektif, belajar dari praktik membuat proyek atau belajar terurut dari A sampai Z?
Lebih efektif mana antara praktik membuat proyek atau belajar terurut dari A sampai Z? Sebenernya kedua hal tersebut sama-sama bagus, tergantung dari kita masing-masing lebih prefer yang mana. Tapi kalo saran gue sih lebih baik belajar secara terurut, tapi di setiap section kita bikin project-projecRead more
Lebih efektif mana antara praktik membuat proyek atau belajar terurut dari A sampai Z?
Sebenernya kedua hal tersebut sama-sama bagus, tergantung dari kita masing-masing lebih prefer yang mana.
Tapi kalo saran gue sih lebih baik belajar secara terurut, tapi di setiap section kita bikin project-project kecil. Contohnya gimana?
Misal kita lagi belajar HTML, kita bisa bikin contact form pure pake HTML contohnya kayak gini:
Next, Lo udah paham CSS, Lo bisa bikin yang lebih keren lagi kayak gini:
Dan lain sebagainya.
Tujuannya apa sih?
Tujuannya adalah biar Lo bisa re-memorize apa yang baru aja Lo pelajari. Kenapa enggak langsung aja belajar dari A-Z terus di akhir baru deh buat project gede sekalian.
It’s a good way too! Tapi menurut gue lebih baik kayak gini, dimulai dari hal kecil dulu biar kita juga bisa terbiasa dengan sintaks-sintaks yang ada. Inget bahwa “Sesuatu yang besar berawal dari sebuah langkah kecil.”
Emang sih prosesnya agak lebih lama but trust me, itu akan sangat-sangat ngebantu proses belajar Lo secara memori di otak Lo lebih tajem karena sering diasah.
Ibarat pisau, semakin sering di asah dan dipakai untuk memasak, maka semakin terlatih dan semakin tajam.
Dan terakhir, gue mau berpesan bahwa “Dibalik semua proses yang panjang, terdapat hasil yang akan sangat memuaskan nantinya.”
Lebih baik capek sekarang dari pada capek beberapa tahun ke depan.
Oh iya, buat Lo yang mau belajar bareng gue, Lo bisa kunjungi Instagram gue soalnya di sana gue sering banget sharing seputar pemrograman ya itung-itung nerapin apa yang baru aja gue pelajarin 😁.
Gue Elfan, ciao!
See lessBagaimana menurutmu film drakor Itaewon Class?
Bagus menurut saya. Drama ini bukan hanya sekedar berpusat pada balas dendam yang receh dan gak bermakna. Walaupun bukan kritikus film atau yg lainnya. Saya merasa penulis ini ingin kasih pesan ke penonton tentang banyak pelajaran hidup yang dimulai dari level bawah. Bagaimana cara menghargai seseorRead more
Bagus menurut saya.
Drama ini bukan hanya sekedar berpusat pada balas dendam yang receh dan gak bermakna.
Walaupun bukan kritikus film atau yg lainnya. Saya merasa penulis ini ingin kasih pesan ke penonton tentang banyak pelajaran hidup yang dimulai dari level bawah.
Bagaimana cara menghargai seseorang, tidak menyerah terhadap apa yang telah dimulai dan masih banyak lagi.
Drakor ini juga bukan drakor receh yg cinta cintaan aja, meskipun ada itu gak bikin enek yg liat.
Bagussssss pokoknyaaaa
See lessBagaimana pengalaman Anda mengikuti seleksi Beasiswa Chevening?
Sudah cukup banyak jawaban yang membahas persyaratan, persiapan, tips, dan sejenisnya (misalnya ini atau ini), jadi saya akan ceritakan pengalaman saat mengikuti seleksi di tahun 2015–2016. (Kantor Chevening Secretariat yang berlokasi di Tavistock Square, London. Sumber: Woburn House Conference CentRead more
Sudah cukup banyak jawaban yang membahas persyaratan, persiapan, tips, dan sejenisnya (misalnya ini atau ini), jadi saya akan ceritakan pengalaman saat mengikuti seleksi di tahun 2015–2016.
(Kantor Chevening Secretariat yang berlokasi di Tavistock Square, London. Sumber: Woburn House Conference Centre |)
Buat saya, proses seleksi Chevening adalah ujian kesabaran: prosesnya hampir setahun dari sejak pendaftaran dibuka awal Agustus 2015 hingga mendapat konfirmasi beasiswa berupa Final Award Letter (FAL) di akhir Juli 2016.
Tahap Pendaftaran
Sejak memutuskan sekolah lagi, yang paling pertama saya lakukan adalah tes IELTS Academic. Alasannya:
Di masa pendaftaran dibuka selama 3 bulan hingga November, praktis history / bookmark web browser saya tidak jauh-jauh dari laman admisi kampus Inggris, laman persiapan tes IELTS, selain laman resmi Chevening. Saya buat account baru di web tersebut sambil mengintip syarat-syaratnya apa saja, sekalian mencicil mengisi form pendaftaran beasiswa/ admisi kampus dan menyimpan perubahannya. Ini penting karena isi dan syaratnya cukup banyak dan tidak mungkin langsung beres seketika.
Persiapan tes IELTS, berburu surat referensi dari atasan (kebetulan semua kampus yang saya daftarkan, dan juga beasiswa Chevening, tidak mewajibkan referensi akademik), memindai dan menerjemahkan dokumen akademik via jasa penerjemah tersumpah, menyusun motivation letter untuk kampus (saya buat khusus dan unik untuk masing-masing kampus), dan menulis dan merevisi 4 esai Chevening sudah cukup menyita waktu 3 bulan di sela-sela kesibukan bekerja dan aktivitas lain.
Tidak seperti beasiswa lainnya, pendaftaran beasiswa Chevening dan admisi kampus adalah 2 proses yang terpisah dan tidak mempengaruhi satu sama lain. Yang satu dikelola oleh Chevening FCDO dan kedutaan besar Inggris setempat, yang satu oleh bagian admisi masing-masing kampus. Pernah terjadi kandidat dapat Chevening tetapi gagal diterima kampus dan sebaliknya. Idealnya kedua hal ini kita lakukan secara paralel karena toh banyak syarat-syarat yang mirip sehingga bisa sekalian.
Tahap Seleksi Administratif
Sejak submit aplikasi Chevening sehari sebelum deadline di tanggal 3 November, aktivitas yang tersisa tinggal mengurus pendaftaran kampus sambil berdoa dan mempersiapkan diri jika lulus dipanggil ke tahap wawancara. Alhamdulillah, saya cukup beruntung karena sebelum pendaftaran Chevening ditutup, saya sudah mendapat Letter of Acceptance (LoA) dari University of Edinburgh, dan di pertengahan November, menyusul pula LoA dari University of Southampton.
Karena kepo soal tahap seleksi ini, saya sampai mencari tahu dengan mengulik Google dan terutama laman Chevening. Ternyata saya menemukan laman yang membahas Reading Committee, yaitu mereka yang akan membaca dan menyeleksi berkas administratif (termasuk esai) Chevening untuk kandidat dari seluruh dunia. Sama seperti kandidat Chevening Scholar, anggota Reading Committe pun diseleksi secara independen setiap tahunnya. Menarik juga bagi saya, setidaknya walaupun kita kenal orang dalam di embassy setempat misalnya, berkas kita tetap diseleksi secara ‘objektif’ oleh orang yang tidak mengenal kita secara pribadi.
Tahap Seleksi Wawancara
Setelah deg-degan menunggu selama 3 bulan, akhirnya saya mendapat kabar gembira via email: lulus ke tahap wawancara. Segera saya booking jadwal terjauh dan tempat wawancara terdekat agar bisa mempersiapkan diri maksimal. Saya bahkan mengajukan cuti di jadwal tersebut agar bisa fokus.
Inilah keuntungan yang saya dapat dengan tidak menunda pendaftaran kampus: saya bisa fokus persiapan wawancara karena sudah “mengamankan” 2 LoA dari 2 kampus yang saya daftarkan ke Chevening.
Sesuai permintaan, saat menghadiri wawancara saya bawa seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk verifikasi oleh panelis, sebelum wawancara dimulai. Yang sangat berkesan waktu itu adalah saya dipersilakan untuk minum terlebih dahulu sebelum mulai. Ini membantu tetap rileks dan fokus, terutama karena botol minum saya dan barang-barang elektronik disita oleh petugas keamanan di gerbang depan dan AC yang sangat dingin di ruang tunggu dan ruang wawancara membuat lebih grogi dan kerongkongan terasa kering.
Saya diwawancari oleh panelis yang terdiri dari 3 orang. Satu perwakilan embassy, satu orang dari alumni, dan satu lagi dari Association of Commonwealth University. Ketiganya perempuan, dan salah satunya dari UK sepertinya. Saya tidak banyak ingat apa yang ditanyakan, tetapi yang saya ingat adalah secara umum lebih menyenangkan (“mudah”) dibandingkan wawancara pekerjaan.
Saat Pengumuman Tiba
Setelah menunggu 2 bulan dalam penantian semacam roller-coaster karena beban pekerjaan saya di kantor juga meningkat, mendapat email seperti di bawah ini langsung membuat lega sekaligus lutut lemas karena setengah tidak percaya :))
Apakah ini berarti ujian kesabaran sudah berakhir? Oh tentu tidak, Ferguso!
Saya harus menunggu 14 hari untuk dikabari oleh Programme Officer (PO) di London dan mendapatkan conditional award pack, isinya berbagai form persetujuan dan penjelasan instruksi selanjutnya, termasuk untuk keperluan tes kesehatan. Semua teman seangkatan harap-harap cemas karena PO yang super duper slow response ini. (Belakangan kami baru mengetahui bahwa PO di Chevening Secretariat jumlahnya hanya belasan, harus menangani urusan kurang lebih 2000 kandidat yang terpilih dari berbagai negara, sehingga cukup memaklumi).
Yang mungkin tidak banyak orang tahu adalah, walaupun sudah menerima Conditional Award Letter (CAL) saat lulus wawancara Chevening, masih ada beberapa syarat administratif lain yang harus dipenuhi, salah satunya tes kesehatan. Nah ngomong-ngomong soal tes kesehatan, saya sempat kaget sewaktu dapat email dari dokter yang juga medical adviser di Chevening Secretariat. Ia menanyakan riwayat kesehatan saya terutama faktor hipertensi karena rekam medis saya menunjukkan angka di rentang pra-hipertensi (dan saya mendapat resep obat tertentu pula). Setelah saya jelaskan bahwa saya sedang puasa Ramadhan saat tensi diukur, dan sering kurang tidur pula beberapa hari sebelumnya, akhirnya bisa dimengerti.
Padahal dalam hati sudah kuatir beasiswa dicabut karena tersandung alasan kesehatan :))
Epilog
Jika semua persyaratan yang tertera di dokumen CAL dipenuhi, kita akan mendapatkan dokumen Final Award Letter (FAL). Dulu angkatan saya mendapatkan ini sekitar akhir Juli 2016.
Dokumen FAL inilah yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk mengajukan Tier-4 student visa dan juga sebagai bukti bahwa biaya kuliah + uang saku kita di UK sudah ‘dijamin’ (terima kasih, wahai pembayar pajak UK!).
Bonus: Ini waktu saya hadir di acara Chevening Orientation 2016 di London bersama 1900an teman seangkatan dari 180an negara, dimana 65 orang di antaranya berasal dari Indonesia.
See less