Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
Dalam belajar bahasa pemrograman, mana yang lebih efektif, belajar dari praktik membuat proyek atau belajar terurut dari A sampai Z?
Lebih efektif mana antara praktik membuat proyek atau belajar terurut dari A sampai Z? Sebenernya kedua hal tersebut sama-sama bagus, tergantung dari kita masing-masing lebih prefer yang mana. Tapi kalo saran gue sih lebih baik belajar secara terurut, tapi di setiap section kita bikin project-projecRead more
Lebih efektif mana antara praktik membuat proyek atau belajar terurut dari A sampai Z?
Sebenernya kedua hal tersebut sama-sama bagus, tergantung dari kita masing-masing lebih prefer yang mana.
Tapi kalo saran gue sih lebih baik belajar secara terurut, tapi di setiap section kita bikin project-project kecil. Contohnya gimana?
Misal kita lagi belajar HTML, kita bisa bikin contact form pure pake HTML contohnya kayak gini:
Next, Lo udah paham CSS, Lo bisa bikin yang lebih keren lagi kayak gini:
Dan lain sebagainya.
Tujuannya apa sih?
Tujuannya adalah biar Lo bisa re-memorize apa yang baru aja Lo pelajari. Kenapa enggak langsung aja belajar dari A-Z terus di akhir baru deh buat project gede sekalian.
It’s a good way too! Tapi menurut gue lebih baik kayak gini, dimulai dari hal kecil dulu biar kita juga bisa terbiasa dengan sintaks-sintaks yang ada. Inget bahwa “Sesuatu yang besar berawal dari sebuah langkah kecil.”
Emang sih prosesnya agak lebih lama but trust me, itu akan sangat-sangat ngebantu proses belajar Lo secara memori di otak Lo lebih tajem karena sering diasah.
Ibarat pisau, semakin sering di asah dan dipakai untuk memasak, maka semakin terlatih dan semakin tajam.
Dan terakhir, gue mau berpesan bahwa “Dibalik semua proses yang panjang, terdapat hasil yang akan sangat memuaskan nantinya.”
Lebih baik capek sekarang dari pada capek beberapa tahun ke depan.
Oh iya, buat Lo yang mau belajar bareng gue, Lo bisa kunjungi Instagram gue soalnya di sana gue sering banget sharing seputar pemrograman ya itung-itung nerapin apa yang baru aja gue pelajarin 😁.
Gue Elfan, ciao!
See lessBagaimana pengalaman Anda mengikuti seleksi Beasiswa Chevening?
Sudah cukup banyak jawaban yang membahas persyaratan, persiapan, tips, dan sejenisnya (misalnya ini atau ini), jadi saya akan ceritakan pengalaman saat mengikuti seleksi di tahun 2015–2016. (Kantor Chevening Secretariat yang berlokasi di Tavistock Square, London. Sumber: Woburn House Conference CentRead more
Sudah cukup banyak jawaban yang membahas persyaratan, persiapan, tips, dan sejenisnya (misalnya ini atau ini), jadi saya akan ceritakan pengalaman saat mengikuti seleksi di tahun 2015–2016.
(Kantor Chevening Secretariat yang berlokasi di Tavistock Square, London. Sumber: Woburn House Conference Centre |)
Buat saya, proses seleksi Chevening adalah ujian kesabaran: prosesnya hampir setahun dari sejak pendaftaran dibuka awal Agustus 2015 hingga mendapat konfirmasi beasiswa berupa Final Award Letter (FAL) di akhir Juli 2016.
Tahap Pendaftaran
Sejak memutuskan sekolah lagi, yang paling pertama saya lakukan adalah tes IELTS Academic. Alasannya:
Di masa pendaftaran dibuka selama 3 bulan hingga November, praktis history / bookmark web browser saya tidak jauh-jauh dari laman admisi kampus Inggris, laman persiapan tes IELTS, selain laman resmi Chevening. Saya buat account baru di web tersebut sambil mengintip syarat-syaratnya apa saja, sekalian mencicil mengisi form pendaftaran beasiswa/ admisi kampus dan menyimpan perubahannya. Ini penting karena isi dan syaratnya cukup banyak dan tidak mungkin langsung beres seketika.
Persiapan tes IELTS, berburu surat referensi dari atasan (kebetulan semua kampus yang saya daftarkan, dan juga beasiswa Chevening, tidak mewajibkan referensi akademik), memindai dan menerjemahkan dokumen akademik via jasa penerjemah tersumpah, menyusun motivation letter untuk kampus (saya buat khusus dan unik untuk masing-masing kampus), dan menulis dan merevisi 4 esai Chevening sudah cukup menyita waktu 3 bulan di sela-sela kesibukan bekerja dan aktivitas lain.
Tidak seperti beasiswa lainnya, pendaftaran beasiswa Chevening dan admisi kampus adalah 2 proses yang terpisah dan tidak mempengaruhi satu sama lain. Yang satu dikelola oleh Chevening FCDO dan kedutaan besar Inggris setempat, yang satu oleh bagian admisi masing-masing kampus. Pernah terjadi kandidat dapat Chevening tetapi gagal diterima kampus dan sebaliknya. Idealnya kedua hal ini kita lakukan secara paralel karena toh banyak syarat-syarat yang mirip sehingga bisa sekalian.
Tahap Seleksi Administratif
Sejak submit aplikasi Chevening sehari sebelum deadline di tanggal 3 November, aktivitas yang tersisa tinggal mengurus pendaftaran kampus sambil berdoa dan mempersiapkan diri jika lulus dipanggil ke tahap wawancara. Alhamdulillah, saya cukup beruntung karena sebelum pendaftaran Chevening ditutup, saya sudah mendapat Letter of Acceptance (LoA) dari University of Edinburgh, dan di pertengahan November, menyusul pula LoA dari University of Southampton.
Karena kepo soal tahap seleksi ini, saya sampai mencari tahu dengan mengulik Google dan terutama laman Chevening. Ternyata saya menemukan laman yang membahas Reading Committee, yaitu mereka yang akan membaca dan menyeleksi berkas administratif (termasuk esai) Chevening untuk kandidat dari seluruh dunia. Sama seperti kandidat Chevening Scholar, anggota Reading Committe pun diseleksi secara independen setiap tahunnya. Menarik juga bagi saya, setidaknya walaupun kita kenal orang dalam di embassy setempat misalnya, berkas kita tetap diseleksi secara ‘objektif’ oleh orang yang tidak mengenal kita secara pribadi.
Tahap Seleksi Wawancara
Setelah deg-degan menunggu selama 3 bulan, akhirnya saya mendapat kabar gembira via email: lulus ke tahap wawancara. Segera saya booking jadwal terjauh dan tempat wawancara terdekat agar bisa mempersiapkan diri maksimal. Saya bahkan mengajukan cuti di jadwal tersebut agar bisa fokus.
Inilah keuntungan yang saya dapat dengan tidak menunda pendaftaran kampus: saya bisa fokus persiapan wawancara karena sudah “mengamankan” 2 LoA dari 2 kampus yang saya daftarkan ke Chevening.
Sesuai permintaan, saat menghadiri wawancara saya bawa seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk verifikasi oleh panelis, sebelum wawancara dimulai. Yang sangat berkesan waktu itu adalah saya dipersilakan untuk minum terlebih dahulu sebelum mulai. Ini membantu tetap rileks dan fokus, terutama karena botol minum saya dan barang-barang elektronik disita oleh petugas keamanan di gerbang depan dan AC yang sangat dingin di ruang tunggu dan ruang wawancara membuat lebih grogi dan kerongkongan terasa kering.
Saya diwawancari oleh panelis yang terdiri dari 3 orang. Satu perwakilan embassy, satu orang dari alumni, dan satu lagi dari Association of Commonwealth University. Ketiganya perempuan, dan salah satunya dari UK sepertinya. Saya tidak banyak ingat apa yang ditanyakan, tetapi yang saya ingat adalah secara umum lebih menyenangkan (“mudah”) dibandingkan wawancara pekerjaan.
Saat Pengumuman Tiba
Setelah menunggu 2 bulan dalam penantian semacam roller-coaster karena beban pekerjaan saya di kantor juga meningkat, mendapat email seperti di bawah ini langsung membuat lega sekaligus lutut lemas karena setengah tidak percaya :))
Apakah ini berarti ujian kesabaran sudah berakhir? Oh tentu tidak, Ferguso!
Saya harus menunggu 14 hari untuk dikabari oleh Programme Officer (PO) di London dan mendapatkan conditional award pack, isinya berbagai form persetujuan dan penjelasan instruksi selanjutnya, termasuk untuk keperluan tes kesehatan. Semua teman seangkatan harap-harap cemas karena PO yang super duper slow response ini. (Belakangan kami baru mengetahui bahwa PO di Chevening Secretariat jumlahnya hanya belasan, harus menangani urusan kurang lebih 2000 kandidat yang terpilih dari berbagai negara, sehingga cukup memaklumi).
Yang mungkin tidak banyak orang tahu adalah, walaupun sudah menerima Conditional Award Letter (CAL) saat lulus wawancara Chevening, masih ada beberapa syarat administratif lain yang harus dipenuhi, salah satunya tes kesehatan. Nah ngomong-ngomong soal tes kesehatan, saya sempat kaget sewaktu dapat email dari dokter yang juga medical adviser di Chevening Secretariat. Ia menanyakan riwayat kesehatan saya terutama faktor hipertensi karena rekam medis saya menunjukkan angka di rentang pra-hipertensi (dan saya mendapat resep obat tertentu pula). Setelah saya jelaskan bahwa saya sedang puasa Ramadhan saat tensi diukur, dan sering kurang tidur pula beberapa hari sebelumnya, akhirnya bisa dimengerti.
Padahal dalam hati sudah kuatir beasiswa dicabut karena tersandung alasan kesehatan :))
Epilog
Jika semua persyaratan yang tertera di dokumen CAL dipenuhi, kita akan mendapatkan dokumen Final Award Letter (FAL). Dulu angkatan saya mendapatkan ini sekitar akhir Juli 2016.
Dokumen FAL inilah yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk mengajukan Tier-4 student visa dan juga sebagai bukti bahwa biaya kuliah + uang saku kita di UK sudah ‘dijamin’ (terima kasih, wahai pembayar pajak UK!).
Bonus: Ini waktu saya hadir di acara Chevening Orientation 2016 di London bersama 1900an teman seangkatan dari 180an negara, dimana 65 orang di antaranya berasal dari Indonesia.
Jika dahulu korupsi masih berkisar di angka milyaran dan sebagian para pelakunya masih mampu melunasi uang yang mereka korupsi, lalu apa yang harus dilakukan terdakwa korupsi 100 T jika dia harus melunasinya seorang diri?
Jika diputuskan bahwa dia harus membayar apapun yang terjadi oknum tersebut harus membayar. Jika pada kenyataanya tdk mampu membayar, saya kira oknum yg bersangkutan harus menerima konsekuensi yang sudah diatur jika tidak bisa membayar dengan angka demikian Ia harus apa, misal dipenjara brpa puluh tRead more
Jika diputuskan bahwa dia harus membayar apapun yang terjadi oknum tersebut harus membayar. Jika pada kenyataanya tdk mampu membayar, saya kira oknum yg bersangkutan harus menerima konsekuensi yang sudah diatur jika tidak bisa membayar dengan angka demikian Ia harus apa, misal dipenjara brpa puluh tahun dan lain2.
See lessApa susahnya sih bilang “aku suka kamu”?
Terima kasih meminta jawaban saya utk pertanyaan ini, Pak Andriansyah Lesner (アンドリアンシャー レスナー). Hmm, ya jelas umumnya susah ya, karena kita sebagai manusia memang secara naluriah pasti akan punya rasa takut thd sesuatu yang tidak pasti, kecuali memang rasa percaya dirinya besar, atau belum pernah merRead more
Terima kasih meminta jawaban saya utk pertanyaan ini, Pak Andriansyah Lesner (アンドリアンシャー レスナー).
Hmm, ya jelas umumnya susah ya, karena kita sebagai manusia memang secara naluriah pasti akan punya rasa takut thd sesuatu yang tidak pasti, kecuali memang rasa percaya dirinya besar, atau belum pernah merasakan penolakan.
Nah, dalam hal ini, ketidakpastian ini berkaitan dalam hal membuka hati kita sendiri thd orang yang kita sukai. Sudah membuka hati baik yang baru level main-main maupun serius itu sudah menakutkan, ini hasilnya tidak pasti pula.
Sebagian anak baru di sekolah asing saja yang cuma ingin punya teman pasti pernah merasa ragu-ragu, atau bahkan takut ketika mengajak bicara salah satu teman sekelasnya, (“Hai, namaku A, kamu mau nggak jadi temen aku?”) apalagi orang yang mau ajak pacaran?
Belum lagi kalau rasa suka thd teman akrab, atau temannya teman yang sering kumpul bareng dsb. Interaksi yang biasa terjadi ketika kumpul ini yang sering membuat ambigu, apalagi kalau memang sebelumnya tidak pernah melakukan pendekatan personal. Resikonya ya hubungan pertemanan menjadi renggang, bahkan rusak.
Tapi di lain pihak, kesusahan ini tidak dialami oleh yang menembak saja, yang menolak pun juga begitu, apalagi kalau ke teman akrab. Setidaknya itu yang saya rasakan ketika saya sendiri ada di posisi mem-friendzone-kan beberapa teman saya. Waktu itu saya merasa sangat tidak enak. Saya tidak tahu bagaimana yang lain yang sudah melakukan hal serupa, apakah merasakan hal begitu juga, atau tidak.
Mungkin juga faktor usia dan/atau kedewasaan juga ada kontribusi yang menyebabkan intens-tidaknya perasaan negatif sebelum menyatakan rasa suka ini, dan ini berlaku bagi kedua pihak.
Semakin belum matang secara emosi seseorang yang menyatakan perasaan, akan semakin takut dia, atau kebalikannya, begitu ditolak, malah memaksa dengan marah, atau sedih sampai parah sekali.
Begitu pula dengan yang menerima pernyataan suka. Kalau belum dewasa, cara menolaknya bisa salah dan malah menimbulkan sakit hati. Sudah membuat orang sakit hati karena menolak, ditambah lagi caranya salah, sakit hati orang jadi double.
Kalau pengalaman saya sendiri tidak ada, karena saya tidak sampai menyatakan. Tapi suami saya waktu mengajak saya jadian dan menikah sekalian sih to the point saja saat itu dengan ekspresi mukanya yang datar.
Tidak susah kalau kedua belah pihak memang sudah jelas memiliki rasa satu sama lain ketika masa pendekatan, jadi bukannya tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba ajak jadian.
Jawaban Aya untuk Bagaimana cara PDKT yang kamu lakukan kepada pasanganmu?
Semoga membantu.
See less