Saya pernah melakukan eksperimen iseng dengan teman saya yang tinggal di Jakarta. Pada pukul setengah enam sore, saya mengambil foto dari apartemen saya di Surabaya, sementara dia juga mengambil foto dari apartemennya di Jakarta. Foto-fotonya hanya menampilkan langit secara acak. Foto asli sudah dihapus, tapi kira-kira tampilan langit di Surabaya seperti ini:
Kurang lebih seperti diatas. Padahal kan berada di zona waktu yang sama ya? Saya tidak percaya dan sempat saya video call. Ternyata memang benar. Bahkan di video call terlihat lebih terang.
Terpikir oleh saya, saya punya teman yang sedang berlibur di Bali. Besoknya saya janjian dengan dia untuk mengambil foto pukul setengah enam. Hasilnya di Bali kurang lebih seperti ini:
Kecuali matahari sudah terbenam hampir sepenuhnya dan langit menjadi agak gelap, tingkat kegelapannya hampir sama dengan di Surabaya, meskipun di Jakarta secara teknis sudah pukul setengah tujuh.
Kok bisa begitu, ya?
Kemudian saya baru menyadari bahwa zona waktu sebenarnya tidak sepenuhnya akurat. Zona waktu hanya merupakan standarisasi internasional yang dibagi menjadi 24 jam. Padahal, jika kita benar-benar mempertimbangkan pergeseran waktu berdasarkan posisi geografis, waktu seharusnya berbeda di setiap lokasi—meskipun hanya selisih beberapa menit—seiring dengan pergeseran ke timur atau barat.
Selain itu, sebetulnya Jawa Timur seharusnya mengikuti WITA (Waktu Indonesia Tengah). Namun, karena pertimbangan administratif dan kemudahan, kawasan tersebut tetap menggunakan WIB (Waktu Indonesia Barat). Lucunya, penduduk Banyuwangi harus menyesuaikan jam satu jam lebih cepat jika mereka bepergian ke Bali yang hanya satu jam dengan feri. Namun, mereka tidak perlu menyesuaikan waktu ketika bepergian ke Jakarta yang bisa memakan waktu hingga 20 jam dengan mobil.
Sebelum sistem GMT (Greenwich Mean Time) diperkenalkan, kota-kota besar di masa lalu mengatur waktu dengan mengukur posisi matahari di langit. Pemerintah kota biasanya akan membeli jam besar yang dipasang di tempat-tempat umum, seperti di alun-alun kota atau menara, untuk membantu masyarakat mengetahui waktu dengan lebih akurat. Jam-jam besar ini sering dijadikan acuan utama bagi penduduk dalam mengatur aktivitas sehari-hari mereka.
Orang yang berpetualang dan datang ke kota bisa menyesuaikan semuanya. Misalkan di zaman dulu, kalau jam 12.00 di New York, di Boston jam 12.23. Aneh?
Lalu ada India yang menerapkan waktu GMT+05:30. Menyebalkan ya? Tapi ini karena mereka menyesuaikan waktu dengan New Delhi yang berada persis di tengah zona GMT+05:00 agar bisa diterapkan di seluruh India scara akurat. Saat itu mereka mikir, buat apa bikin 2 zona waktu yang berbeda?
Ada juga Nepal.
https://en.wikipedia.org/wiki/Nepal_Standard_Time
Mereka berusaha menyesuaikan waktu seakurat mungkin dengan jam Kathmandu karena negara mereka kecil dan tidak ingin jam 12 siang terjadi saat matahari tidak berada tepat di atas kepala. Ketelitian ini penting untuk memastikan bahwa waktu matahari dan waktu standar sejalan. Kathmandu memiliki mean time GMT+05:41:16, yang dibulatkan menjadi GMT+05:45 untuk memudahkan perhitungan dan penggunaan sehari-hari.
Ada juga Eropa. Lihat Spanyol. Zona waktu Spanyol sama dengan Prancis, Jerman, Belanda, yaitu GMT+01:00. Mengapa? Because this gay said so.
Diktator paling terdiktator sepanjang secara diktator modern itu ingin lebih dekat dengan Jerman. Makanya dia mengubah waktu Spanyol hingga sama dengan Jerman. Sampai sekarang belum mereka ubah. Sehingga jam 7 pagi, mungkin Spanyol baru mengalami sun rise.
Langsung saya googling untuk verifikasi dan ternyata matahari di Spanyol baru terbit jam 07:44! Hampir jam delapan. Setelah saya cari lebih lanjut, kita tidak bisa kongko di warung kopi sebelum pukul 9 pagi. Bahkan di Galicia, daerah terbarat Spanyol, matahari terbenam pukul 22.15. Gila.
Ini juga mempengaruhi keseharian warga Spanyol. Mereka bangun jam 8, yang seharusnya masih setengah tujuhan. Lalu mereka bekerja bisa hingga jam 8 malam. Ini menyebabkan ketidaksehatan ternyata. Terkadang mereka bangun terlalu siang, dan tidur terlalu malam.
Belarus juga mengalami kasus yang sama karena diktator mereka ingin lebih dekat dengan Rusia.
Oh speaking of which, Rusia punya 11 zona waktu.
Pembagiannya sangat aneh. Mengapa?
Karena mereka mengikuti batas wilayah administratif. GMT+10 sangat sempit. GMT+8 tidak sampai ke utara, hanya ditengah-tengah saja. Sama dengan GMT+6. Lalu GMT+3 sangat melebar ke timur. Tapi anda notice apa yang lebih aneh dari gambar diatas?
Fokuskan ke Rusia, dengan bandingan garis zona waktu yang benar diatasnya. Anda akan melihat kalau zona +5 melenceng hingga jauh ke zona +4. Zona +7 ke zona +6. Sementara Zona +6 90%-nya terletak di zona +5. Sama dengan zona +8.
Jadi orang dari Vladivostok, bila ke Hokkaido, yang mana agak ke timur, bukannya memajukan jam malah memundurkan jam, karena Jepang terletak di GMT+9. Lihat Sakhalin. Sakhalin malah masuk zona +11. Sehingga dari Sakhalin lalu ke Hokkaido anda harus memundurkan jam hingga 2 jam.
Lalu dibawahnya ada Cina.
Sudah banyak dibahas di komentar. Jadi saya tambahkan. Orang Tiongkok semuanya mengikuti waktu Beijing yang GMT+8.
Kita pindah ke Pasifik. Anda tahu kalau sebenarnya di dunia ada 26 zona waktu. Kok bisa? Bisa. Waktu di Kiribati mungkin sama dengan Samoa Amerika dan Cook Islands, tapi yang harus anda tahu, tanggal mereka masih mengikut sisi barat, yang lebih cepat satu hari. Akibatnya, zona waktu mereka secara teknis adalah +13 dan +14. Bisa anda saksikan betapa kacaunya waktu di Pasifik.
Ada lagi Selat Bering. Selat yang dulu salah satu yang terpanas saat perang dingin.
Di tengahnya ada ini
Keduanya dipisahkan oleh garis tanggal internasional. Big Diomede sering disebut Tomorrow Island, dan Little Diomede sering disebut Yesterday Island.