Saya teringat nasihat Bang Opan melalui pesan WA beberapa hari lalu.
Belajar dari pengalaman dapat dilakukan dalam dua cara: dari pengalaman pribadi dan dari pengalaman orang lain. Saya ingin berbagi cerita ini agar generasi berikutnya dapat mengambil pelajaran.
Saya dan saudara laki-laki saya menerima warisan dari orang tua berupa tanah seluas 900 m² di Jakarta Barat dan sebuah rumah di Jakarta Utara dengan luas tanah 250 m² dan bangunan 200 m². Saat itu kami masih muda dan baru bekerja, tetapi sudah mendapatkan warisan yang cukup besar.
Sayangnya, warisan ini membuat kami merasa terlalu nyaman. Kami memutuskan untuk menjual tanah di Jakarta Barat dan rumah di Jakarta Utara, lalu membagi hasilnya. Uang dari penjualan tersebut tidak kami kelola dengan bijak. Kami cenderung boros dan hedonis, menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak penting tanpa memikirkan investasi.
Akhirnya, uang warisan adik saya habis dalam waktu 4 tahun, sementara uang warisan saya bertahan 6 tahun. Saat itu, kami hanya bergantung pada gaji dari pekerjaan masing-masing. Jika bisa kembali ke masa lalu, kami akan menyesal tidak menggunakan uang warisan untuk membeli tanah atau rumah, malah menghabiskannya untuk mobil dan gaya hidup.
Sekarang, mendekati usia 50 tahun, saya merenungi kesalahan dalam mengelola warisan. Sementara teman-teman saya yang cerdas dalam mengelola warisan bisa hidup tenang dengan pendapatan dari ruko, toko, atau kontrakan. Kami, di sisi lain, masih menghadapi kesulitan karena keputusan gegabah kami.
Kunci dalam mengelola warisan adalah pengetahuan. Jangan biarkan nafsu dan kerakusan membuat Anda menghabiskan warisan tanpa perencanaan.
https://id.quora.com/Apa-saja-contoh-dari-lingkaran-setan/answer/Ahmad-201