1.) Punya anak itu enggak wajib.
Baiklah, tunggu sebentar, Octa jangan diuleg dulu. Saya ingin menjelaskan ini.
Oleh karena itu, memiliki anak tidak perlu. Secara agama, juga. Solat, puasa, dan amalan lain adalah wajib dalam agama saya. Percaya pada Allah dan Rosulullah adalah kewajiban. Anak adalah takdir, rezeki, dan cara hidup. Setiap orang yang tidak memiliki anak akan pergi ke neraka. 😁
Namun, sebagai makhluk biologis, manusia memiliki kebutuhan dasar untuk memperbanyak keturunan.
Saya tidak akan bertanya kepada wanita yang tidak memiliki anak alasan mengapa mereka tidak memilikinya. Saya juga tidak akan bertanya kepada wanita yang memiliki anak alasan mengapa mereka memilikinya, apakah jumlah anaknya satu, dua, tiga, atau selusin.
Jadi nasehatnya; kalo kamu enggak bisa punya anak, boleh sedih. Boleh banget. Karena dasarnya adalah keinginan naluriah. Kalo kamu enggak mau punya anak, itu juga boleh-boleh aja. Yang enggak boleh itu adalah memaksakan pilihan kamu ke orang lain.
2.) Punya anak itu keputusan sadar
Enggak ada itu hamil kecelakaan. Kecelakaan gimana? Kamu jatoh, trus enggak sengaja ejakulasi, enggak sengaja hasil ejakulasinya masuk ke rahim cewek? 😑
Kalo kamu berkopulasi, itu adalah awal dari rangkaian proses reproduksi. Kalo hasil reproduksinya enggak mau sampai jadi anak, pakai kontrasepsi.
Jadi nasehatnya; kalo kamu udah berani berkopulasi, kamu udah harus paham hasilnya.
3.) Kalo udah mau/pengen/berencana punya anak, pastikan kamu enggak lupa sama dirimu dan pasanganmu.
Kalo kamu punya anak, kebanyakan—ada juga yang enggak tapi pencilan, ya—kamu akan jadi sangat mengutamakan anak-anakmu. Itu juga naluriah. Tapi, kamu juga musti inget kalo kamu perlu mengutamakan dirimu sendiri, di beberapa waktu.
Orang banyak bilangnya pakai istilah ‘me time’. Kalo saya bilangnya; anak-anak titip dulu bentar ke orang tua/mertua pas akhir pekan karena ibunya mau belanja dan mau pacaran sama suaminya. Suami juga lelah jaga anak kalo kalian pakai metode ganti-gantian jaga. Dia juga perlu ‘me time’. Kalian butuh ‘our time’.
Selain itu, saya mencoba mengingat siapa saya sebelum menikah dan siapa saya setelah menikah dan memiliki anak. hanya versi yang lebih baik. Oleh karena itu, saya terus bekerja (meskipun selama sepuluh tahun pertama setelah menikah, fokus saya adalah menjaga anak kecil), tetap sekolah, dan terus melakukan hal-hal yang saya sukai.
Anak-anak suka melihat orang tuanya bahagia. Selain itu, saya ingin menunjukkan kepada anak-anak bahwa ibunya memiliki kebahagiaan lain, seperti pekerjaan atau hobinya.