Ini adalah kisah seorang pemuda berusia 24 tahun yang baru saja diterima bekerja di perusahaan impiannya, tempat yang diinginkan banyak orang. Beberapa bulan setelah menjadi karyawan tetap, ia membeli mobil impiannya, sebuah BMW M3 dengan transmisi otomatis M Steptronic 8 percepatan dengan drivelogic.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa terbebani dengan biaya perawatan, asuransi, perbaikan, dan bahan bakar. Meski mengendarai mobil itu sangat menyenangkan, biaya pemeliharaan BMW M3 ternyata sangat menguras keuangannya setiap bulan.
Beberapa bulan kemudian, ia memutuskan untuk menjual mobil tersebut. Kebetulan, seorang pemuda yang baru diterima bekerja tertarik untuk membelinya. Saat itu, pemuda pertama teringat pada dirinya sendiri saat baru bekerja; terobsesi untuk mewujudkan impian dan memvalidasi pencapaiannya. Namun, ia tidak menyampaikan itu kepada pemuda kedua.
Sebuah kutipan dari memoar Warren Buffet melintas di benaknya: “Ketika Anda memiliki mobil sport mahal, ada dua hari bahagia: hari ketika Anda membelinya dan hari ketika Anda menjualnya.” Jika orang kaya saja bisa berkata begitu, bagaimana dengan kita yang mendahulukan prinsip mendang-mending?
—
Jadi, apakah tidak boleh beli mobil mewah? Sebenarnya, konteksnya lebih luas. Bahkan mobil bekas yang harganya di bawah dua ratus juta rupiah pun, jika menjadi beban, sebaiknya dilepas. Intinya, apa pun yang minim manfaat atau memberatkan hidup kita, lebih baik tidak dibeli.