Apa tanggapanmu tentang warga yang menolak di vaksin?
Share
Sign Up to our social questions and Answers Engine to ask questions, answer people’s questions, and connect with other people.
Login to our social questions & Answers Engine to ask questions answer people’s questions & connect with other people.
Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link and will create a new password via email.
Please briefly explain why you feel this question should be reported.
Please briefly explain why you feel this answer should be reported.
(Ilustrasi para warga sedang divaksinasi)
Dua jenis pertanyaan (baca: keluhan) yg saat ini sering terdengar dari warga Indonesia sehingga muncul segelintir orang yg pesimis dan bahkan tidak percaya dengan vaksin.
Sebenarnya masih ada lagi, tapi kurang lebih nadanya sama seperti yg di atas.
Sebelum masuk ke pembahasan makna vaksin COVID-19 secara spesifik, mari kita pahami vaksin secara luas dan dari dasarnya dulu.
Pertama, sebagai netizen kita harus paham bahwa penciptaan vaksin jenis baru untuk melawan sebuah pathogen (virus/bakteri) bisa memakan waktu hingga 10 tahun lebih.
Kenapa lama sekali?
Karena para ahli medis butuh mempelajari, mengkaji lebih dalam, dan memahami pengetahuan dari sifat pathogen tsb. Ditambah pula harus melewati beberapa tahap uji klinis dahulu, dari hewan hingga nanti cukup aman dipakai manusia. Butuh waktu yg sangat lama mengingat virus pun bisa bermutasi (evolusi) terus seiring waktu.
Sebagai contoh:
– Vaksin flu: butuh 27 thn
– Vaksin polio: 13 thn
– Vaksin cacar air: 28 thn
– Vaksin HPV (papiloma): 17 thn
Sedangkan COVID-19 adalah special case.
Mungkin bagi kita netizen awam masih berpikir dunia ini masih relatif aman-aman saja. Namun, tahukah kalian bahwa saat ini para health experts seluruh dunia sedang bertarung dengan ‘invisible enemy’ yg mampu mengancam keberlangsungan hidup umat manusia di Bumi?
Oleh karena itu tanpa kita sadari, saat ini mereka sedang berjibaku tak kenal lelah siang dan malam demi melawan virus ini dengan cara menciptakan vaksin baru.
Vaksin COVID-19 dikembangkan hanya dalam sekitar 1 tahun.
Sangat luar biasa sekali cepatnya. Ya tentu harus cepat karena pandemi ini sudah terlalu berdampak parah pada manusia.
Namun, proses cepat itu bukan berarti tanpa ada konsekuensi, atau bisa dibilang masih belum sempurna.
Lihat diagram di atas.
Gambar 1 menunjukkan proses pengembangan vaksin pada umumnya, yaitu melalui banyak tahapan uji klinis yg bisa memakan waktu 5–10 tahun.
Gambar 2 menunjukkan proses pengembangan vaksin COVID-19.
Terlihat tahap ‘Discovery & Development’ lebih cepat dan tahap lainnya pun dipersingkat dengan ilustrasi tumpang tindih.
Sumber: https://youtu.be/mvA9gs5gxNY “mRNA vaccines, explained” by Vox
Memang belum sempurna vaksinnya, tapi…
untuk menjawab 2 pertanyaan (keluhan) di awal, justru yg harus kita pahami betul bahwa SAAT INI…
.
.
“Prinsip vaksin = Prinsip safety/seat belt”
Bayangkan diri kalian saat berkendara mobil.
(Pakai seat belt bukan karena takut ditilang polisi ya, tapi karena sayang sama badan sendiri. Ini mindset orang kita yg sering ngawur).
Perlu dipahami bahwa sudah pakai seat belt pun tidak akan menjamin kalian 100% terbebas dari kecelakaan, bukan?
Why?
Sehebat-hebatnya kalian menyetir, sopan berkendara, dan bahkan sudah taat peraturan pula, tapi tetap saja di luar sana masih ada orang-orang yg nyetirnya sembrono, kan?
Jadi ada kemungkinan bukan kita yg menabrak, tapi justru malah kita yg ditabrak.
Intinya adalah tetap sama kecelakaan.
Nah, justru di sinilah peran seat belt yg sesungguhnya.
Ia bisa melindungi diri kita dari luka fatal akibat kecelakaan tsb. Setidaknya meminimalisir agar kita tak masuk RS atau bahkan lebih parahnya tewas seketika.
Sama seperti prinsip vaksin COVID-19 saat ini.
Memang belum bisa beri perlindungan 100%, tapi setidaknya ada proteksi.
Lalu pertanyaan ini muncul kembali,
“Jadi apakah kita masih bisa positif meski udah divaksin?”
Ooo, tentu saja bisa~
Maka dari itu setelah divaksin kita tidak boleh meleng. Harus tetap taat prokes.
Karena motivasi vaksin untuk saat ini adalah meminimalisir penularan antar manusia, BUKAN membuat badan kita kebal 100% dari virus.
Pulmonologist (ahli paru-paru) dan leading advisor penanganan krisis pandemi COVID-19 di China, Zhong Nanshan sempat memberikan sebuah statement di sebuah wawancara.
A simple statement, but so deep if you rethink it again,
“Pandemi ini sangat menyulitkan umat manusia di seluruh dunia. Semakin kau menunda vaksin, maka kau akan makin sulit juga kedepannya…”
Mengapa demikian?
Karena COVID-19 ini kian hari terus bermutasi makin ganas.
Ibarat virus baru yg menyerang sebuah komputer (PC). Jika antivirus di PC itu tidak diupdate, maka software-nya bisa rusak.
Begitu juga dengan kita, “software” di dalam tubuh manusia yg bernama antibody ini harus segera diupdate guna melawan virus.
Beruntunglah bagi kalian yg sejak lahir sudah punya antibody yg kuat. Lantas bagaimana dengan mereka yg antibody-nya cenderung lebih lemah?
YA HARUS DIVAKSIN, atuh!!!!
Ini satu-satunya jawaban guna mengupdate antibody kita.
Divaksin bukan cuma sekadar untuk mendukung program pemerintah dan mempercepat pemulihan ekonomi negara saja, tapi juga untuk:
– Diri sendiri:
Antibody meningkat sehingga jika (amit-amit) terinfeksi, yg muncul paling cuma flu atau demam biasa.
– Orang-orang tercinta di sekitar:
Meminimalisir penularan. Jadi jika (amit-amit) kamu positif, diharapkan virus hanya berhenti di dirimu sendiri saja. Keluarga dan teman-teman tidak tertular.
Lihat gambar di atas.
Lingkar kuning adalah harapan jika kita sudah menerima vaksin. Jika positif hanya gejala ringan atau OTG saja. Setidaknya menjauhkan kita dari RS dan kematian.
Jika program vaksin untuk golongan usia kalian sudah tersedia, disarankan segara daftar. Lebih cepat lebih baik.
Pertanyaan tambahan yg juga sering muncul,
“Kenapa sekarang malah jadi banyak orang yg ragu divaksin ya? Padahal zaman dulu pada mau aja, tuh”
Jelas ini semua ulah media atau pihak yg tidak bertanggung jawab.
Zaman dulu media hanya sebatas radio dan TV doang, sehingga seluruh pihak hanya mengikuti satu narasi saja. Jadi kita hanya terima-terima aja tanpa banyak komentar.
Sedangkan di era digital ini seluruh informasi bisa diperoleh dengan sangat cepat hanya dengan sentuhan jari. Memang sangat bagus, tapi efek negatifnya arus info yg terlalu cepat ini seringkali tidak terfilter, sehingga cukup banyak netizen yg masuk golongan rendah literasi dengan mudahnya percaya suatu info tanpa mempertanyakan (mengkritisi) keabsahannya.
Daya pikir otak semestinya harus terus berkembang seiring kemajuan zaman. Jadi bukan cuma phone aja yg smart, tapi otak juga harus smart.
Saat ini sudah tersedia berbagai macam vaksin COVID-19.
Tugas kita sebagai netizen budiman adalah terus update berita dari sumber-sumber yg valid. Tujuannya adalah supaya kita bisa merubah mindset pertanyaan yg awalnya:
“Vaksin apa yg paling bagus?”
menjadi…
“Vaksin apa yg paling ampuh?” atau “Vaksin apa yg paling aman untuk saya?”
Seharusnya inilah pertanyaan yg paling tepat dibandingkan pertanyaan yg pertama.
Karena yg paling mengetahui kondisi tubuh kamu, ya tentu kamu sendiri, bukan?