Dulu, ibu dan saya bekerja sebagai pembantu di rumah orang lain. Ketika saya berusia 5–9 tahun, saya sering menemani ibu bekerja, baik sebagai pembantu maupun tukang urut. Kami berjalan kaki berdua di bawah terik matahari, sampai kulit saya terbakar hitam. Ibu enggan menggunakan angkot karena lebih memilih menghemat 3 ribu rupiah untuk belanja daripada membayar transportasi.
Ibu selalu melindungi saya, membela saya ketika bapak memukul dengan ikat pinggang atau sapu. Ia sering membelikan saya barang-barang yang saya inginkan dari hasil kerja kerasnya, seperti membersihkan rumah orang lain dan memotong rumput dengan bayaran 25–50 ribu rupiah.
Kami harus pergi ke sumur untuk mandi dan mencuci karena rumah kami hanya menggunakan lampu minyak tanah. Ibu dan saya selalu sibuk berdua, sementara bapak hanya duduk di rumah membaca koran.
Saya masih ingat bagaimana ibu bekerja keras, dengan keringat yang bercucuran, baju basah, dan rambut lepek demi uang 25 ribu. Ibu selalu memasak makanan rumah yang lezat. Namun, sejak ibu berselingkuh, bapak menjadi kasar, dan keluarga kami menjadi terabaikan. Ibu dan bapak akhirnya bercerai.
Saya pergi ke sekolah dengan rambut acak-acakan karena ibu belum pulang untuk mengikat rambut saya. Ketika guru menegur saya di depan teman-teman, saya menjelaskan dengan polos bahwa ibu belum pulang dan saya tidak bisa mengikat rambut sendiri. Teman-teman sekelas menertawakan saya.
Setelah ibu memilih pria lain, dia berubah dan kami menjadi jauh, meskipun tinggal di kota yang sama. Kami tidak saling berkabar selama 7 tahun. Ketika ibu muncul kembali, dia memperkenalkan tiga anak perempuan dan saya merasa seperti memiliki adik yang lebih disayang ibu.
Saat pernikahan saya, ibu meminta 200 ribu rupiah agar mau datang. Di pelaminan, ibu mendekati saya dan meminta sisa uang 100 ribu, menganggap hadiah pernikahan saya tidak memadai. Sekarang, ibu tampaknya ingin menghabiskan harta saya untuk diberikan kepada keluarga barunya. Terima kasih atas kebaikan ibu dulu, meskipun hanya sesaat. Saya telah rutin membalas kebaikan ibu dan membayar utang yang ibu pinjam dari koperasi. Ibu pernah mengeluh bahwa saya pelit hanya karena saya menolak membelikan hp, padahal sebelumnya saya pernah membeli perhiasan emas yang dijual ibu.