Bagaimana cara agar anak tidak menjadikan tangisan sebagai senjata dalam meminta sesuatu?
Annisa DarmawanExplainer
Bagaimana cara agar anak tidak menjadikan tangisan sebagai senjata dalam meminta sesuatu?
Share
Kalau cara saya, sebagai seorang Tante dari keponakan saya adalah dengan membiarkan dia menangis.
Yaps, benar sekali. Kalian tidak salah baca. Saya punya keponakan yang sangat aktif sekali dan suka menangis jika ibunya pergi sebentar ke pasar dan karena hal-hal sepele lainnya.
Biasanya akan langsung di bujuk oleh ibunya, sehingga anak tersebut memang menjadikan menangis adalah sebuah senjata ampuh.
Suatu ketika saat saya hendak pergi, keponakan saya ini hendak ikut. Saya tidak mau dia ikut. Selain karena pasti repot dan saat itu saya hendak bertemu dengan teman-teman saya karena satu dan lain hal yang tidak memungkinkan untuk membawa anak kecil.
Keponakan saya ini berumur 4 tahun. Namun, karena ibunya sibuk bekerja, dia jadi suka cari perhatian. Ya, bisa dibilang kurang perhatian dan kasih sayanglah. Sebab, diumur saat dia sedang bertumbuh untuk tahu banyak hal dan belajar mengenal hal-hal baru dan banyak bertanya, sang ibu malah sibuk bekerja. Sesekali akan diperhatikan, tapi saya tahu bahwa sebenarnya itu tidak cukup. Sangat terlihat jelas. Ibunya adalah kakak saya. Ya, kakak saya sangat workaholic.
Keponakan saya ini, sering sekali tantrum, padahal masalah yang sepele. Mungkin karena itu tadi. Dia kurang di perhatikan.
Suatu ketika saat keponakan saya ini menangis untuk melancarkan aksinya, sambil teriak-teriak dan melempar barang, saya hanya melihatnya terus. Tidak berkata apapun. Saya biarkan dia menumpahkan segalanya terlebih dahulu. Dia semakin beringas. Saat disela-sela tangisnya yang sudah mulai lelah menangis, saya akhirnya berkata.
R : Roger
S : Saya
R : Hiks … hiks ….
S : Roger udahan nangisnya? Sini sama Tante. Kenapa bisa nangis sambil ngamuk gitu? Sini bilang sama Tante.
R : Hiks … hiks …. ( Dia masih menangis dan gengsi datang kepada saya).
S : Sini sama Tante. Bilang sama Tante kamu kenapa? Kalau kamu nangis gitu sambil teriak-teriak Tante enggak ngerti kamu maunya apa. Yuk, sini. Kamu diam ya, biar bisa bicara sama Tante.
R : …, ( dia melunak dan sedang menimang-nimang untuk datang kepada saya).
S : Sudah sini. Tante enggak marah, kok. Coba bilang sama Tante. Kamu kenapa nangis begitu?
Akhirnya dia datang mendekat kepada saya dan sudah dipelukan saya. Dia kembali menangis tapi dengan ritme yang lebih kalem dan tidak teriak-teriak. Dia berkata;
R : Mama pergi, tinggalin Ojer. Ojer mau ikut mama. Hiks … hiks ….
S : Mamanya kan pergi sebentar. Di sini kan ada Tante. Nanti mama pulang lagi, ya.
Dia hanya menangis, tapi mulai bisa menguasai dirinya sendiri, sehingga dia hanya terisak saja.
S : Kalau Ojer nangis sambil teriak-teriak kayak tadi, Tante enggak ngerti maunya Ojer itu apa. Jadi, jangan begitu lagi, ya. Harus tenang, bicara sama Tante.
Dia hanya mengangguk dan memeluk saya semakin erat dan terisak. Akhirnya saya mengusap rambutnya dan memberikan dia air putih agar tenang.
Nah, setiap kali dia tantrum dan teriak-teriak, saya tidak mau membujuknya. Saya akan diam saja melihat dia. Saat dia sudah mulai lelah baru saya lancarkan aksi. Begitu terus. Sehingga dia terbiasa dan mengerti bahwa dia tidak akan mendapatkan apapun jika menangis seperti itu dan berteriak-teriak. Kami biasanya akan bernegosiasi. Dan lama-kelamaan dia mengerti.
Setiap kali ibunya hendak pergi dan dia harus tinggal atau karena keinginannya tidak di turuti, dia tidak lagi tantrum yang berlebihan. Dia akan bernegosiasi dengan saya atau ibunya agar diperbolehkan ikut. Kalau pun tidak diperbolehkan ikut, biasanya saya akan memberinya pengertian dan berjanji agar membelikan dia sesuatu (jika ibunya yang pergi maka ibunya ikut saran saya seperti itu), dan dia mulai memahami hal tersebut.
Kuncinya adalah kita yang mengatur mereka. Bukan mereka yang mengatur kita. Kita harus tegas dibarengi dengan kelembutan tapi harus tepat pada posisinya. Btw, saya ini terkenal dengan Tante yang galak oleh semua keponakannya saya. Keponakan saya itu banyak, ya. Jadi, sedikit banyaknya saya mengerti dan tahu cara menghadapi anak kecil.
Anak kecil itu juga butuh di dengarkan. Meski kita terkadang bosan dengan cerita mereka kita harus tetap mendengarkan. Dan jangan lupa juga memberikan perhatian yang cukup.
Sekian.