Matikan emosimu. Biarkan hatimu di rumah. Saran yang paling masuk akal pasti adalah meningkatkan minat membaca. Atau rajin membaca berita. Intinya, menambah pengetahuan. Semua orang sudah tahu. Dan aku setuju. Semakin dalam pengetahuan kita, semakin kuat juga argumen kita. Terkadang, karena terlalu kuatnya, argumen kita bisa melukai lawan bicara. Pertemanan bisa berakhir. Keluarga bisa terpecah hanya karena salah berbicara.
Tapi memang begitulah inti dari berargumen. Bermain dengan kata-kata tanpa melibatkan emosi. Apa gunanya banyak membaca buku jika kita tidak berani mengeluarkan argumen yang tajam? Apa gunanya memperdalam pengetahuan jika argumen kita ditahan karena takut melukai perasaan lawan bicara?
Argumen dimenangkan dengan logika, bukan dengan emosi. Dan kebenaran memang bisa menyakitkan. Terutama jika kebenaran itu mengguncang keyakinan yang telah kita pegang sejak lahir. Memang terasa sakit, tapi itulah kenyataannya. Yang penting, kita harus benar, benar, dan benar.
Namun, seberapa pentingkah menjadi benar? Atau lebih tepatnya, memaksa kebenaran kepada orang yang tidak ingin menerimanya? Aku tahu aku terlihat jahat, menyarankanmu untuk menyakiti hati orang lain demi memenangkan argumen. Tapi itulah konsekuensinya. Sudah banyak kali aku memenangkan argumen dengan cara seperti itu. Hasilnya? Orang-orang menganggapku tidak memiliki perasaan. Dan aku menyesal. Baru sekarang aku menyadari bahwa keahlian dalam berargumen bukanlah kelebihan, melainkan kekurangan.
Ya, rasanya memuaskan. Melihat lawan bicara tidak bisa berkata-kata karena argumen yang sempurna, tanpa celah sedikit pun. Tapi keesokan harinya, dia tidak mau lagi berbicara dengan kita. Tidak pernah lagi berbagi cerita. Dan itu, rasanya menyakitkan.
Jika ingin pandai berargumen, caranya mudah. Pengetahuanmu harus lebih mendalam daripada lawan bicara. Dan yang terpenting, jangan biarkan emosi ikut campur.
Yang sulit adalah, Menerima orang-orang yang memiliki pendapat yang berbeda dengan kita itu penting. Tapi yang sulit adalah memprioritaskan kenyamanan mereka daripada kepuasan kita sendiri. Kadang-kadang kita harus memilih untuk berbuat baik dan mengalah demi menjaga perasaan orang lain.